Dalam salah satu kitabnya, Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menyebutkan sebuah ayat Allah (yang artinya), “Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Rabb kalian maka sembahlah Aku semata.” (al-Anbiya’ : 92). Ayat ini menunjukkan bahwa dahulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam umat muslim adalah umat yang satu (lihat Min Ushuli ‘Aqidati Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 7)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud ‘umat kalian yang satu’ ini adalah mencakup para rasul terdahulu. Mereka semuanya berada di atas agama yang satu, jalan yang satu, dan Rabb yang satu pula. Hakikat agama yang satu itu adalah beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun. Oleh sebab itu sudah semestinya umat ini bersatu di atas tauhid dan tidak berpecah-belah (lihat keterangan beliau dalam Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 530)
Ayat serupa juga tercantum dalam al-Qur’an. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Rabb kalian maka bertakwalah kalian kepada-Ku.” (al-Mu’minun : 52). Walaupun para rasul memiliki syari’at/aturan hukum yang berbeda-beda akan tetapi hakikat ajarannya adalah sama yaitu beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun (lihat keterangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 5/371)
Di dalam al-Qur’an, istilah ‘umat’ memiliki beberapa makna. Pada ayat di atas kata ‘umat’ bermakna ‘agama dan ajaran’. Pada ayat lain umat bisa bermakna ‘pemimpin yang memiliki berbagai sifat kebaikan’ seperti dalam firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat.” (an-Nahl : 120). Umat juga bisa bermakna ‘sekelompok manusia’, dalam konteks lain ia juga bisa bermakna ‘waktu yang cukup lama’ (lihat penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Taisir al-Lathif al-Mannan, hal. 307-308)
Imam asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan, bahwa ayat di atas -dalam surat al-Anbiya’- menerangkan bahwa para nabi yang telah dikisahkan oleh Allah pada ayat-ayat sebelumnya bersatu di atas tauhid. Istilah ‘umat’ pada ayat ini bermakna ‘agama’, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Qutaibah. Ayat ini bermaksud menerangkan bahwa agama yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para nabi terdahulu ‘alaihimus salam adalah sama. Tidaklah melenceng dari ajaran ini selain kaum kafir dan musyrik (lihat Fat-hul Qadir, hal. 946)
Di dalam tafsirnya Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan dua pendapat ulama mengenai siapa yang dimaksud ‘umat yang satu’ dalam ayat tersebut. Muqatil menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Sulaiman ad-Dimasyqi menerangkan bahwa maksudnya adalah para nabi ‘alaihimus salam (lihat Zaad al-Masiir, hal. 941)
Mengenai makna ‘umat yang satu’ dalam ayat ke-52 dari surat al-Mu’minun, Imam al-Baghawi rahimahullah menafsirkan, “Maksudnya adalah di atas agama/millah yang satu yaitu Islam.” (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 883). Islam inilah satu-satunya jalan yang akan mengantarkan manusia menuju Allah. Islam ini telah diterangkan dengan gamblang di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Allah wasiatkan kepada kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-An’am : 153) (lihat Min Kunuz al-Qur’an al-Karim karya Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah dalam Kutub wa Rasa’il, 1/224)
0 Komentar