AqidahBelajar Jarak JauhTauhid

Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 1

265

1. Memulai Dengan Basmalah

Penulis -Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memulai kitabnya dengan basmalah ‘yaitu ucapan bismillahirrahmanirrahim’. Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah menjelaskan, bahwa hal itu adalah dalam rangka mengikuti Kitabullah dan juga melaksanakan kandungan hadits “Setiap perkara penting yang tidak diawali dengan bismillahirrahmanirrahim, maka ia terputus.” Hadits ini dihasankan oleh Ibnu Sholah. Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai surat-suratnya dengan tulisan basmalah, sebagaimana dalam surat yang dikirim kepada Heraklius pembesar Romawi (lihat Fat-hul Majid, hal. 10 cet. Darul Hadits)

Syaikh Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Adapun hadits-hadits qauliyah mengenai masalah basmalah seperti hadits ‘Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bismillah, maka ia terputus’ adalah hadits-hadits yang dilemahkan oleh para ulama.” (lihat Hushulul Ma’mul, hal. 9). Hadits tersebut dilemahkan oleh para ulama ahli hadits semacam Ibnu Hajar, As-Suyuthi, dan Al-Albani. Demikian keterangan Syaikh Asyraf bin Abdul Maqshud dalam tahqiq beliau terhadap kitab Fat-hul Majid (lihat Fat-hul Majid, hal. 17 cet. Maktabah Qurthubah)

Memulai tulisan dengan basmalah termasuk perkara yang dianjurkan/sunnah. Demikian keterangan Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah (lihat Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin, hal. 3). Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Telah menjadi kebiasaan para imam penyusun kitab-kitab memulai kitab-kitab ilmu dengan basmalah, demikian pula pada kebanyakan risalah…” (lihat Fat-hul Bari, Jilid 1 hal. 10)

Kesimpulan :

  • Memulai tulisan atau buku dengan basmalah adalah disyari’atkan dan telah menjadi kebiasaan para ulama sejak masa silam
  • Dianjurkan mengawali surat, risalah atau buku dengan basmalah. Dalilnya adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Hadits-hadits yang menyatakan bahwa ‘setiap perkara penting yang tidak diawali dengan basmalah adalah terputus’ adalah hadits lemah sebagaimana telah dilemahkan para ulama hadits seperti Ibnu Hajar, As-Suyuthi, dan Al-Albani rahimahumullah

10425476_1590346074517648_7181355556619012070_n

 

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *