Ibadah

Sambut 10 Hari Terbaik

Bismillah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر، فقالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء

“Tidak ada suatu hari yang beramal salih padanya lebih dicintai oleh Allah daripada beramal pada sepuluh hari ini -yaitu 10 hari awal Dzulhijjah-“. Mereka (para sahabat) bertanya; Wahai Rasulullah, apakah jihad di jalan Allah juga tidak bisa mengalahkan keutamaan beramal pada hari-hari itu? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali bagi orang yang berangkat jihad dengan membawa jiwanya dan hartanya lalu tidak kembali sedikit pun darinya” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma)

Dalam riwayat Bukhari hadits ini dibawakan dengan redaksi :

 ما العَمَلُ في أيَّامٍ أفْضَلَ منها في هذه، قالوا: ولا الجِهادُ؟ قالَ: ولا الجِهادُ، إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخاطِرُ بنَفْسِه ومالِه، فلَمْ يَرْجِعْ بشَيءٍ

“Tidaklah beramal pada hari-hari yang lebih utama daripada beramal pada hari-hari ini -yaitu sepuluh hari awal Dzulhijjah-“. Mereka/para sahabat bertanya; Apakah jihad -di waktu lain- juga kalah keutamaannya dengan beramal pada hari-hari itu? Beliau pun menjawab: “Tidak pula jihad, kecuali bagi orang yang berangkat perang dengan mengorbankan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali dengan membawa apa-apa/alias meninggal dalam keadaan syahid dan hartanya habis.”

Dalam Silsilah Liqa’ asy-Syahri Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berdasarkan hadits ini menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak amal salih pada 10 hari awal Dzulhijjah, baik itu berupa sedekah, dzikir, membaca al-Qur’an, sholat, puasa -kecuali tanggal 10 Dzulhijjah-, dan banyak mengucapkan kalimat takbir dengan jahr/keras ketika berada di pasar, di masjid ataupun di rumah. Intinya pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah hendaklah kita lebih bersemangat dalam melakukan amal salih apa pun bentuknya.

Bahkan disebutkan dalam sebagian riwayat bahwa sepuluh hari pertama Dzulhijjah ini merupakan hari-hari terbaik di dunia selama setahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَفْضَلُ أَيَّامِ الْدُّنْيَا أَيَّامُ الْعَشْرِ، يَعْنِي عَشْرُ ذِي الحْجَّةِ

“Hari-hari yang paling utama di dunia adalah hari-hari yang sepuluh; yaitu sepuluh hari (awal) di bulan Dzuhijjah.” (HR. al-Bazzar, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shohih al-Jami’)

Syaikh al-Albani rahimahullah menyebutkan sebuah hadits sahih dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan puasa sembilan hari [awal] Dzulhijjah…” (HR. Abu Dawud dalam Kitab as-Shaum, lihat Shahih Sunan Abi Dawud no. 2437)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “…Bahkan puasa pada saat itu -sembilan hari awal Dzulhijjah- adalah mustahab/dianjurkan dengan anjuran yang sangat kuat, terlebih-lebih lagi pada tanggal sembilannya yaitu hari Arafah…” (lihat Syarh Muslim, 5/9 cet. Ibn al-Haitsam)

Demikian pula keterangan Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam kitabnya ad-Darari al-Mudhiyyah (hal. 167). Beliau menjelaskan bahwa salah satu puasa yang dianjurkan/sunnah itu adalah puasa sembilan hari pada awal bulan Dzulhijjah. Dalilnya adalah hadits dari Hafshah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan an-Nasa’i bahwasanya salah satu puasa yang tidak pernah/jarang ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah puasa sepuluh hari awal Dzulhijjah -maksudnya sembilan hari pertama- begitu pula hadits dalam riwayat Abu Dawud dengan redaksi yang berbeda. Adapun perkataan ‘Aisyah -dalam riwayat Muslim- bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari awal Dzulhijjah tidak dengan serta merta menunjukkan bahwa beliau/nabi tidak berpuasa.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwasanya bisa saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijjah -ketika bersama ‘Aisyah- disebabkan karena ada sebab tertentu bisa jadi karena sakit atau sedang safar/bepergian, atau ada sebab lainnya. Atau memang ‘Aisyah tidak melihat beliau berpuasa pada saat itu. Perkataan ‘Aisyah ini tidak melazimkan bahwa beliau tidak pernah melakukan puasa tersebut (lihat Syarh Muslim, 5/101)

Diantara sembilan hari itu maka yang paling ditekankan untuk berpuasa adalah pada tanggal 9 Dzulhijjah atau puasa Arofah yaitu bagi yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ

“Puasa pada hari Arafah; aku berharap kepada Allah bahwa ia bisa menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan dosa setahun yang sesudahnya.” (HR. Muslim dari Abu Qatadah radhiyallahu’anhu)

Adapun pada tanggal 10 Dzulhijjah maka amalan yang paling utama untuk dilakukan -setelah amal-amal yang wajib- antara lain menunaikan sholat Iedul Adha dan menyembelih kurban bagi yang memiliki kemampuan. Selain itu juga dengan memperbanyak takbir, tahlil, dan tahmid.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ما من أيام أعظم عند اللَّه ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر، فأكثروا فيهن: من التهليل، والتكبير، والتحميد

“Tidaklah ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintai oleh-Nya untuk dilakukan amal salih padanya daripada sepuluh hari ini (yaitu di awal Dzulhijjah, pent), oleh sebab itu perbanyaklah padanya ucapan tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma dan dinyatakan sahih oleh Ahmad Syakir)

Syaikh Sa’id al-Qahthani rahimahullah juga menyebutkan diantara bentuk amalan yang paling utama untuk dilakukan pada waktu-waktu tersebut adalah bertaubat dan meninggalkan segala jenis maksiat. Beliau berkata :

لأن التوبة من أعظم الأعمال الصالحة

“Karena taubat ini termasuk amal salih yang paling agung.” (lihat dalam makalah beliau yang berjudul Afdhalu Ayyamid Dun-ya, yang dirilis oleh situs islamhouse.com, bisa juga diunduh versi pdf-nya di situs resmi beliau)

Demikian sedikit kumpulan tulisan yang Allah berikan kemudahan bagi kami untuk menyusunnya. Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk beramal salih dan mendakwahkannya.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *