AqidahHaditsTauhid

Faidah Hadits (1)

Imam an-Nawawi rahimahullah mencantumkan hadits dalam al-Arba’in an-Nawawiyah -hadits ke-3- dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata : Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim, hadits ini disebutkan dengan redaksi, “Islam dibangun di atas lima perkara; mentauhidkan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” Maka ada seseorang yang berkata, “Haji dan puasa Ramadhan?”. Ibnu Umar berkata, “Bukan demikian. “Puasa Ramadhan dan haji.” Demikian yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (lihat al-Jami’ baina ash-Shahihain, 1/32)

Dalam riwayat Muslim pula, hadits ini disebutkan dengan redaksi, “Islam dibangun di atas lima perkara; beribadah kepada Allah dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (lihat al-Jami’ baina ash-Shahihain, 1/32)

Dari ketiga redaksi hadits di atas terdapat faidah berharga yang bisa kita petik bersama.

Hadits yang agung ini menunjukkan kepada kita bahwa hakikat tauhid kepada Allah adalah dengan beribadah kepada-Nya dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, dan inilah kandungan makna dari syahadat laa ilaha illallah. Karena makna dari laa ilaha illallah adalah tiada sesembahan yang haq selain Allah. Oleh sebab itu kaum musyrikin Quraisy pada masa itu menolak untuk mengucapkan kalimat tauhid, karena mereka memahami maksudnya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mereka itu apabila dikatakan kepada mereka ‘laa ilaha illallah’ maka mereka justru menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan, ‘Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami hanya karena seorang penyair gila’.” (Ash-Shaffat : 35-36)

Dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau mengisahkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau berpesan, “..Jadikanlah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah syahadat laa ilaha illallah.” dalam riwayat lain -dalam Sahih Bukhari- disebutkan dengan redaksi, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa makna laa ilaha illallah adalah mentauhidkan Allah dalam beribadah. Hadits ini -dan juga hadits Ibnu ‘Umar di atas- menunjukkan kepada kita bahwasanya tauhid adalah kewajiban yang paling wajib.

Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah dan mengingkari segala sesembahan selain Allah maka terjaga harta dan darahnya, sedangkan hisabnya diserahkan kepada Allah ‘azza wa jalla.”

Hadits ini juga menunjukkan kepada kita bahwa makna laa ilaha illallah adalah mengingkari segala sesembahan selain Allah baik berupa berhala, kuburan, atau yang lainnya (lihat al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tauhid oleh Syaikh al-Fauzan, hal. 69)

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *