Untukmu, Anak Muda…

Bismillah.

Kawan, anda kini telah memasuki masa yang penuh dengan gairah. Anda bukan lagi anak-anak atau remaja yang baru mengenal bangku sekolah. Anda telah memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan menjadi tumpuan harapan para dosen untuk bisa menjadi lulusan dan alumni yang berprestasi.

Dunia perkuliahan tentu tidak sama dengan bangku SMA. Apalagi di era seperti sekarang ini ketika teknologi informasi berkembang sedemikian pesat. Ada sebuah hadits yang patut untuk kita cermati, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan, “Ada dua nikmat yang banyak orang merugi akibat tidak memanfaatkannya dengan baik; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Masa muda sering membuat hanyut dalam kelalaian. Seolah kematian masih jauh, padahal maut bisa jadi datang besok hari secara tiba-tiba. Oleh sebab itu sosok pemuda yang istiqomah dalam ketaatan adalah manusia istimewa yang dimuliakan oleh Allah pada hari kiamat pada saat tiada naungan kecuali naungan dari-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada 7 golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan dari-Nya…” salah satunya adalah, “Pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para ulama dari masa ke masa pun memberikan perhatian besar kepada kalangan anak muda. Ada diantara mereka yang memberikan nasihat-nasihat khusus bagi pemuda. Seperti Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam kitabnya Min Washaya as-Salaf li Syabab; diantara wasiat salaf bagi para pemuda.

Usia muda adalah kesempatan emas untuk berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan agama. Lihatlah para pemuda penimba ilmu dan pejuang iman dari kalangan para Sahabat Nabi semacam Usamah bin Zaid, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Mu’adz bin Jabal dan lain-lain. Sebuah generasi yang telah ditempa dengan berbagai cobaan dan medang perjuangan.

Mari sekarang kita berpikir sejenak dan memeriksa keadaan hati dan perilaku kita sehari-hari. Apakah selama ini nilai-nilai iman dan takwa itu terpancar dalam ucapan, tingkah-laku dan gaya hidup anak muda di zaman ini. Apakah hari demi hari yang kita lalui diwarnai dengan sejuknya lantunan kalam ilahi, hangatnya majelis ilmu dan suburnya ladang pahala di media sosial dan di masjid? Atau justru sebaliknya; hati kita kering, mata kita tidak pernah meneteskan air mata taubat, lisan kita penuh dengan kalimat kotor, dan beranda medsos kita marak dengan postingan kasar serta keributan tanpa dasar dan nihil manfaat?!

Apabila kita mendaku sebagai pecinta ilmu, apakah benar ilmu yang kita gali selama ini membuahkan iman dan rasa takut kepada Allah; atau ia hanya menjadi wawasan dan teori belaka. Jangan-jangan selama ini kita mengira sebagai pejuang kebenaran padahal di balik itu kita sedang berebut ketenaran dan mengejar ambisi duniawi semata?

Mungkin kita sering berteriak dan menyalahkan orang lain; apakah itu penguasa atau pihak-pihak di luar diri kita. Seolah kita lupa bahwa banyak masalah yang timbul justru dari dalam diri kita sendiri. Banyak anak muda yang lupa akan tujuan hidupnya. Tidak memahami iman dan tauhid. Lebih akrab dengan gosip artis, kabar kuliner viral, berita liga sepak bola atau geger politik praktis dan caci-maki hanya gara-gara perkara sepele.

Ya, mungkin para pendekar di dunia persilatan itu lupa bahwa menaklukkan musuh berupa hawa nafsu itu jauh lebih sulit daripada musuh yang berada di luar dirinya. Lihatlah masjid di sekitarmu; apakah jumlah anak muda yang rajin sholat berjamaah semakin banyak atau justru semakin sepi. Lihatlah situasi ba’da maghrib di kampungmu; apakah keluarga muslim sibuk dengan tilawah dan belajar Islam atau justru hanyut dalam tontonan layar kaca dan hiruk-pikuk urusan perut. Lihatlah keadaan masjidmu; apakah ia terawat dengan baik atau terlantar?

Yuk, Selidiki Hatimu….

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sebagaimana Allah subhanahu menjadikan hidupnya badan dengan sebab makanan dan minuman, maka kehidupan hati itu akan terwujud dengan terus-menerus berdzikir, selalu inabah/bertaubat dan taat kepada Allah, dan meninggalkan dosa-dosa.” (lihat al-Majmu’ al-Qayyim min Kalam Ibnil Qayyim, 1/118)

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Terkadang hati itu sakit dan semakin parah penyakitnya sementara pemiliknya tidak sadar, karena dia sibuk dan berpaling dari mengetahui hakikat kesehatan hati dan sebab-sebab yang bisa mewujudkannya. Bahkan, terkadang hati itu mati sedangkan pemiliknya tidak menyadari. Tanda kematian hati itu adalah tatkala berbagai luka akibat dosa/keburukan tidak lagi menyisakan rasa perih dan pedih di dalam hati. Demikian pula, tatkala kebodohan tentang kebenaran dan ketidaktahuan dirinya tentang akidah-akidah yang batil tidak lagi membuatnya merasa kesakitan. Sebab, hati yang hidup akan merasakan perih apabila ada sesuatu yang jelek dan nista yang merasuki jiwanya, dan ia akan merasa kesakitan akibat tidak mengetahui kebenaran; hal ini akan bisa dirasakan berbanding lurus dengan tingkat kehidupan yang ada di dalam hatinya.” (lihat al-Majmu’ al-Qayyim, 1/131)

Tanda hati yang hidup adalah khusyu’ ketika berdzikir kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ hati mereka karena mengingat Allah dan menerima kebenaran yang diturunkan. Janganlah mereka itu seperti orang-orang yang telah diberikan al-Kitab sebelumnya; berlalu masa yang panjang sehingga keraslah hati mereka, dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16) (lihat Mausu’ah Fiqh al-Qulub, hal. 1298)

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan sebuah perkataan dari Maimun bin Mihran, bahwa beliau mengatakan, “Sabar itu ada dua macam; sabar ketika tertimpa musibah, maka itu bagus. Dan yang lebih utama lagi adalah sabar untuk menjauhi maksiat.” (lihat ‘Uddatush Shabirin wa Dzakhiratusy Syakirin, hal. 71)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah memberikan nasihat :

Seorang mukmin harus bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla secara lahir dan batin. Bertakwa kepada Allah ketika berada di jalan. Bertakwa kepada Allah ketika berada di rumah. Dia harus bertakwa kepada Allah di mana pun dia berada. Bertakwa kepada Allah pada siang hari dan bertakwa kepada-Nya pada malam hari. Bertakwa kepada-Nya dalam keadaan terang-benderang dan bertakwa kepada-Nya dalam keadaan gelap. Karena sesungguhnya dirinya selalu disertai oleh (pengawasan) Allah subhanahu, tidak ada yang samar bagi-Nya.

Jadi bukanlah yang dimaksud ialah seorang insan harus menjauhi maksiat-maksiat yang tampak saja. Adapun ketika dia menyendiri lantas hal itu boleh dia kerjakan. Tidak demikian. Sesuatu yang haram tetap saja haram dalam keadaan apa pun. Dan Rabb -yaitu Allah- tetaplah Rabb subhanahu yang senantiasa melihat dan mengetahui dalam segala keadaan. Baik dalam keadaan tampak ataupun tersembunyi. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya subhanahu wa ta’ala. Bagaimana pun caranya kalian berusaha untuk menutup-nutupi sesungguhnya kalian tidak tersembunyi dari pengetahuan dan pandangan Allah subhanahu wa ta’ala

(lihat I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Juz 1 hal. 46)

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *