AqidahHadits

Tidak Terbetik dalam Hati

Bismillahirrahmaanirrahiim

Imam Bukhari rahimahullah dalam Kitab Bad’ul Khalq (awal mula penciptaan) membawakan bab dengan judul ‘Keterangan tentang sifat surga dan penjelasan bahwa ia telah diciptakan’.

Salah satu hadits yang beliau bawakan adalah hadits dari salah satu gurunya yaitu Imam al-Humaidi dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman : Aku telah siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbersit dalam hati manusia…” (HR. Bukhari no. 3244)

Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah telah menyediakan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman suatu kenikmatan (surga) yang belum pernah dilihat dengan kedua mata, belum pernah didengar dengan kedua telinga, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah dalam Minhatul Malik al-Jalil, 6/630)

Imam Bukhari rahimahullah juga membawakan hadits ini dalam Kitab Tafsir di bawah judul bab firman Allah (yang artinya), “Maka tidak ada seorang pun yang mengetahui apa-apa yang disembunyikan bagi mereka dari suatu kesenangan yang menyejukkan hati.” (as-Sajdah : 17)

Dalam bab ini beliau membawakan hadits tersebut dari jalur gurunya yang lain yaitu Ali bin Abdullah -atau dikenal dengan sebutan Ali bin al-Madini/Ibnul Madini- dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, “Aku telah siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih dst..” Kemudian Abu Hurairah berkata : Bacalah oleh kalian apabila kalian mau, yaitu firman Allah (yang artinya), “Maka tidak ada seorang pun yang mengetahui apa-apa yang disembunyikan bagi mereka dari suatu kesenangan yang menyejukkan hati sebagai balasan atas apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah : 17) (HR. Bukhari no. 4779)  

Perkataan Allah yang dibawakan oleh Nabi ini disebut sebagai hadits qudsi. Hadits qudsi merupakan bagian dari kalam Allah secara lafal maupun maknanya; dalam hal ini hadits qudsi serupa dengan al-Qur’an. Hanya saja hadits qudsi berbeda dengan al-Qur’an dalam beberapa hukum. Diantaranya, membaca hadits qudsi bukan termasuk bentuk ibadah khusus, lain halnya dengan membaca al-Qur’an. Selain itu al-Qur’an merupakan mu’jizat sementara hadits qudsi bukan. Begitu pula, al-Qur’an tidak disentuh kecuali dalam keadaan suci/berwudhu sedangkan hadits qudsi bisa disentuh dengan wudhu maupun tanpa wudhu (lihat Minhatul Malik al-Jalil, 8/884)

al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan di dalam syarahnya tambahan riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Hatim, dengan tambahan redaksi, “Dan hal itu tidak diketahui pula oleh malaikat yang dekat atau nabi yang diutus.” (lihat Fath al-Bari, 8/604 cet. Dar al-Hadits)

Hadits ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kenikmatan surga yang telah disiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman adalah kenikmatan yang sangat luar biasa indah dan menyenangkan. Sehingga digambarkan bahwa kenikmatannya itu belum pernah terlihat dengan mata, belum pernah terdengar dengan telinga, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia; bahkan tidak diketahui seluk-beluknya secara menyeluruh oleh para malaikat dan nabi-nabi utusan Allah…

Diantara indahnya kenikmatan surga itu telah digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Barangsiapa masuk ke dalam surga niscaya dia akan menikmati segala kesenangan dan tidak akan susah. Pakaiannya tidak menjadi usang, dan masa mudanya pun tidak akan habis.” (HR. Muslim no 2836 dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Imam Muslim rahimahullah juga membawakan hadits dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : Akan ada penyeru yang memanggil, “Sesungguhnya bagi kalian -wahai penduduk surga, pen- keadaan selalu sehat dan  tidak pernah sakit lagi untuk selama-lamanya. Kalian akan hidup dan tidak akan lagi menemui kematian untuk selama-lamanya. Kalian akan mengalami masa muda dan tidak lagi berjumpa dengan masa tua/pikun untuk selama-lamanya. Kalian akan merasakan kesenangan dan tidak akan pernah susah lagi untuk selama-lamanya.” Itulah maksud dari firman Allah (yang artinya), “Dan mereka pun dipanggil; Itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan amal-amal yang telah kalian kerjakan.” (al-A’raf : 43).” (HR. Muslim no. 2837)

Akan tetapi satu hal yang perlu diingat bahwa sesungguhnya kenikmatan surga itu tidak diberikan dengan cuma-cuma. Ada usaha yang harus dilakukan oleh manusia untuk bisa memasukinya. Ada hal-hal yang harus mereka perjuangkan agar mereka bisa termasuk penghuni surga. Hal ini telah diisyaratkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan sedangkan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disukai oleh hawa nafsu/syahwat.” (HR. Muslim no. 2822 dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)

Imam Nawawi rahimahullah dalam syarahnya menjelaskan sebagian contoh perkara syahwat yang semestinya dan seharusnya dijauhi dalam rangka menyelamatkan diri dari azab neraka. Diantaranya adalah pemuasan syahwat yang diharamkan seperti meminum khamr, berbuat zina, memandang wanita ajnabiyah/bukan mahram, ghibah/menggunjing, dan memainkan alat-alat musik. Adapun perkara syahwat yang mubah maka tidak termasuk di dalamnya; yaitu bukan termasuk perkara yang dilarang dalam Islam (lihat Syarh Muslim, 9/101 cet. Dar Ibnul Haitsam)

Orang-orang yang akan berbahagia di akhirat bukanlah pemuja setan dan pengumbar hawa nafsu. Mereka adalah hamba Allah yang ittiba’/mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau menyebutkan firman Allah (yang artinya), “Allah akan berikan keteguhan kepada orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh.” (Ibrahim : 27). Beliau bersabda, “Ayat ini turun berkaitan dengan azab kubur. Dikatakan kepadanya, “Siapa Rabbmu?” maka dia -orang mukmin- menjawab, “Rabbku adalah Allah dan Nabiku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Itulah maksud firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Allah akan berikan keteguhan kepada orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim no. 2871)

Demikianlah Islam mengatur kehidupan manusia. Ia menunjukkan jalan kebahagiaan dan menjelaskan jalan-jalan yang mengantarkan kepada kehinaan dan kesengsaraan. Apabila manusia ingin berbahagia di dunia dan di akhirat maka tidak ada pilihan kecuali meniti jalan Islam; menjadi hamba Allah sejati dan pengikut setia Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar kenabianku seorang pun dari umat ini; apakah dia beragama Yahudi atau Nasrani lantas dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk kalangan penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Barangsiapa yang berusaha menyembunyikan amal-amal kebaikannya -dengan landasan keikhlasan- maka Allah pun berikan kepadanya balasan yang serupa; yaitu Allah siapkan baginya kenikmatan tersembunyi -sehingga tidak tercapai oleh indera bahkan belum pernah terbersit dalam hatinya- dan hal itu kelak akan diberikan untuknya di akhirat. Para ulama tafsir menyebutkan diantara tafsiran ayat di atas dalam surah as-Sajdah ayat 17 bahwa ‘sebagaimana mereka menyembunyikan amalnya dari pengetahuan manusia -dalam bentuk sholat malam atau amal ibadah yang lain- maka Allah pun sembunyikan -dari pengetahuan mereka- pahalanya’ (silahkan periksa Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 6/365 cet. Dar Thayyibah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Dari sini kita juga bisa mengetahui betapa besar pahala atas keikhlasan. Karena keikhlasan itu terletak di dalam hati pelakunya. Ia tersembunyi dari pandangan manusia. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa segala amal dinilai dengan niatnya… Wallahu a’lam.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *