Bismillah.
Diantara faidah berharga yang terdapat di dalam risalah Ushul Tsalatsah adalah wajibnya menumbuhkan harapan kepada Allah. Harapan termasuk bentuk ibadah hati yang sangat agung.
Penulis rahimahullah berkata :
ودليل الرجاء قوله تعالى: {فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً}
Dalil dari roja’/harapan adalah firman Allah (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Kedudukan Harapan
Harapan kepada Allah termasuk pilar ibadah yang akan menjaga seorang muslim dari berputus asa terhadap rahmat Allah. Sebagaimana rasa takut kepada Allah menjadi pilar ibadah yang akan menjaga hamba dari merasa aman dari makar Allah. Seorang mukmin dalam beribadah kepada Allah harus menyertakan takut dan harapan laksana seekor burung yang memiliki dua belah sayap. Sayap takut dan sayap harapan.
Diantara ayat yang menunjukkan pentingnya harapan adalah firman Allah :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah; wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka; Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala bentuk dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar : 53)
Ayat ini memberikan harapan bagi para pelaku dosa bahwa Allah pasti akan mengampuni mereka jika mereka mau bertaubat kepada-Nya, apa pun bentuk dosanya. Demikian yang diterangkan oleh para ulama tafsir.
Seorang hamba yang memiliki harapan kepada Allah maka ia pun melakukan amal salih dan ketaatan. Dia bertaubat kepada Allah dan berusaha untuk memperbaiki dirinya. Oleh sebab itu seorang muslim bersangka baik kepada Rabbnya. Bersungguh-sungguh dalam melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. Dia wajib untuk bersemangat menjauhi sebab-sebab kebinasaan dan berupaya keras untuk menempuh sebab-sebab keselamatan (penjelasan ini dirangkum dari pelajaran Syaikh Bin Baz rahimahullah dalam Syarh Riyadhus Shalihin [klik])
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata :
اعْلَمْ أنَّ المختار للعبد في حال صِحَّتِهِ أنْ يَكُونَ خَائفًا رَاجِيًا، وَيَكُونَ خَوْفُهُ وَرَجَاؤُهُ سَواءً, وفي حَالِ المَرَضِ يُمَحِّضُ الرَّجاءُ، وقواعِدُ الشَّرْع مِنْ نصُوصِ الكِتَابِ، والسُّنَّةِ وغَيْرِ ذَلِكَ مُتظاهِرَةٌ عَلَى ذلك.
“Ketahuilah bahwa pendapat yang terpilih bagi hamba apabila dia dalam keadaan sehat/lapang hendaklah dia selalu memadukan antara rasa takut dan harapan dalam artian takut dan harapannya seimbang, adapun dalam keadaan sakit maka hendaknya dia memperbesar rasa harapan. Kaidah-kaidah syariat dari dalil al-Kitab dan as-Sunnah serta yang lainnya dengan jelas menunjukkan hal itu.” (lihat dalam Riyadhus Shalihin)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata :
فالواجب على المؤمن أن يكون أبدًا بين الخوف والرجاء، يخاف الله بسبب الذنوب، ويرجو رحمته جلَّ وعلا، لا ييأس، ولا يقنط، ولا يأمن، فخوفه من الذنوب يدعوه إلى التوبة إلى الله، والحذر منها، ومن مجالسة أهلها، ورجاء رحمة ربه يُوجب حُسن ظنه بالله، واستقامته على طاعة الله، والحذر من كلِّ ما يُغضبه جلَّ وعلا
“Wajib bagi seorang mukmin untuk selalu menjaga rasa takut dan harapan. Dia takut kepada Allah karena dosa-dosanya. Dia juga berharap kepada rahmat-Nya, tidak putus asa. Dia juga tidak merasa aman -dari makar Allah-. Rasa takutnya dari dosa menuntunnya untuk bertaubat kepada Allah, waspada darinya dan dari berteman dengan para pelaku dosa. Adapun harapan kepada rahmat Allah membuahkan prasangka baik kepada Allah dan istiqomah di atas ketaatan serta hati-hati dari hal-hal yang membuat murka Allah…” (lihat penjelasan beliau dalam pelajaran Syarh Riyadhus Shalihin Bab ‘Menggabungkan Khouf dan Roja’ di situs resmi beliau [klik])
Para ulama juga menjelaskan bahwa yang dimaksud bersangka baik kepada Allah adalah dengan seorang beramal salih lalu mengharapkan pahala dan supaya amalnya diterima. Atau seorang yang berbuat maksiat lalu dia bertaubat dan mengharapkan ampunan Allah atas dosanya. Adapun orang yang mengharap pahala tanpa melakukan amal salih maka ini adalah bentuk su’uzhon/prasangka buruk kepada Allah. Adapun harapan yang termasuk bentuk ibadah adalah harapan yang disertai puncak kecintaan, ketundukan dan perendahan diri; maka harapan semacam ini tidak boleh ditujukan kepada selain Allah, sehingga menujukan ibadah/harapan ini kepada selain Allah adalah syirik (lihat penjelasan Syaikh Khalid al-Muyasiqih dalam pelajaran Syarh Ushul Tsalatsah [klik])
Faidah Pembahasan
Di dalam bab ini penulis rahimahullah membawakan dalil roja’/harapan yang menunjukkan bahwa harapan kepada Allah itu membuahkan amal salih, dan amal salih yang diterima adalah yang bersih dari syirik. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa amal yang diterima oleh Allah harus terpenuhi 2 syarat; ikhlas karena Allah dan amalan itu benar/showab atau mutaba’ah yaitu sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian ulama juga menambahkan syarat yang ketiga yaitu harus dilandasi dengan Islam. Sebagaimana keterangan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz as-Sindi hafizhahullah berikut ini :
Dalil-dalil syari’at menunjukkan bahwasanya amal-amal salih sangat bergantung dalam hal diterima atau tidaknya serta terwujudnya buah/hasil darinya kepada terkumpulnya tiga buah syarat; yaitu islam, ikhlas, dan mutaba’ah.
Ketiga syarat ini telah dikumpulkan dalam firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menghendaki akhirat dan berusaha menempuh jalan kesana dengan jalan yang tepat, sedangkan dia adalah beriman, maka mereka itulah orang-orang yang usaha mereka akan diberi ganjaran kebaikan.” (al-Israa’: 19). Allah subhanahu wa ta’ala mempersyaratkan dengan tiga buah syarat untuk diterimanya amalan. [1] Yaitu ‘menghendaki negeri akhirat’ ini adalah makna dari ikhlas. [2] Hendaknya orang yang beramal itu ‘menempuh usaha yang tepat’, dan ini adalah dengan cara mengikuti/mutaba’ah terhadap syari’at. [3] Pelakunya juga harus ‘dalam keadaan beriman’ (muslim, pent). (lihat Syuruth Qabul al-‘Amal ash-Shalih, hal. 5-6)
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
Tulisan ini adalah seri ke-26 dari ‘Seri Baru Faidah Kitab Ushul Tsalatsah’
Silakan membaca seri terdahulu di tautan berikut ini [klik]