Bismillah.
Diantara faidah yang sangat berharga dari risalah Ushul Tsalatsah adalah wajibnya memupuk rasa takut kepada Allah; karena ia merupakan salah satu bentuk ibadah hati yang sangat agung.
Penulis rahimahullah berkata :
وَدَلِيلُ الْخَوْفِ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾ [آل عمران: ١٧٥]
Dalil dari khauf/rasa takut adalah firman Allah (yang artinya), “Maka janganlah kalian takut kepada mereka (wali-wali setan) tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar beriman.” (Ali ‘Imran : 175)
Ayat yang dibawakan oleh beliau ini merupakan dalil yang sangat jelas menunjukkan bahwa takut kepada Allah termasuk ibadah. Oleh sebab itu Allah melarang kita merasa takut kepada wali-wali setan, dan memerintahkan kita untuk takut kepada Allah semata.
Rasa takut kepada Allah memiliki banyak faidah, diantaranya adalah untuk mendorong hamba agar ikhlas dalam beribadah kepada Allah, mendorongnya agar melaksanakan kewajiban dari Allah, mengendalikan dirinya agar menahan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah, dan dengan rasa takut pula dia akan patuh menaati batasan dan aturan-aturan Allah (lihat transkrip pelajaran Syarh Kitab Tauhid oleh Syaikh Bin Baz [klik])
Semakin kuat keimanan seorang hamba maka akan semakin lemah rasa takutnya terhadap wali-wali setan. Sebaliknya, semakin lemah imannya maka semakin kuat rasa takutnya kepada wali-wali setan. Ayat tersebut juga menunjukkan wajibnya memurnikan rasa takut itu kepada Allah semata dan rasa takut kepada Allah merupakan salah satu syarat benarnya keimanan (lihat Taisir al-‘Aziz al-Hamid oleh Syaikh Sulaiman alu Syaikh [klik])
Allah berfirman (yang artinya), “Dan bagi orang yang takut terhadap kedudukan Rabbnya dua buah surga.” (ar-Rahman : 46). Mujahid menafsirkan ayat ini, “Dia adalah seorang lelaki yang berbuat dosa lalu dia pun teringat akan kedudukan Allah lantas dia pun meninggalkannya.” Beliau juga berkata, “Dia adalah orang yang bertekad melakukan maksiat lalu ingat kepada Allah dan meninggalkannya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman yang takut terhadap kedudukan-Nya dan menunaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya bahwa Allah akan masukkan mereka ke dalam surga.” (lihat at-Takhwif minan Naar karya Ibnu Rajab al-Hanbali, hal. 8)
Wahb bin Munabbih berkata, “Tidaklah Allah diibadahi dengan sesuatu yang lebih agung daripada rasa takut.” Abu Sulaiman ad-Darani berkata, “Sumber segala kebaikan di dunia dan di akhirat adalah rasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Setiap hati yang di dalamnya tidak terdapat rasa takut kepada Allah adalah hati yang hancur.” (lihat at-Takhwif minan Naar, hal. 9)
Sebagian ulama salaf berkata, “Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan harapan saja dia adalah Murji’ah. Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan takut saja dia adalah Haruriyah (Khawarij). Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan cinta saja dia adalah Zindiq. Dan barangsiapa beribadah kepada-Nya dengan harapan, takut, dan cinta maka dia lah orang yang bertauhid lagi mukmin.” (lihat at-Takhwif minan Naar, hal. 25)
Abul Qasim al-Hakim berkata, “Barangsiapa takut terhadap sesuatu maka dia akan lari darinya. Dan barangsiapa takut kepada Allah niscaya dia akan lari menuju-Nya.” (lihat Tazkiyatun Nufus karya Syaikh Ahmad Farid, hal. 117)
Allah berfirman (yang artinya), “Maka berlarilah kalian menuju Allah.” (adz-Dzariyat : 50). Imam al-Baghawi rahimahullah menjelaskan, “Berlarilah dari azab Allah menuju pahala dari-Nya. Yaitu dengan keimanan dan ketaatan…” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 1235)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘berlari menuju Allah’ adalah berlari meninggalkan segala hal yang dibenci Allah secara lahir maupun batin menuju apa-apa yang dicintai Allah secara lahir dan batin. Tercakup di dalamnya berlari meninggalkan kejahilan menuju ilmu. Meninggalkan kekafiran menuju iman. Meninggalkan maksiat menuju taat. Meninggalkan kelalaian menuju dzikir kepada Allah. Barangsiapa menyempurnakan perkara-perkara ini maka dia telah menyempurnakan agamanya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 812)
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
Tulisan ini adalah seri ke-25 dari ‘Seri Baru Faidah Kitab Ushul Tsalatsah’
Silakan membaca seri terdahulu di tautan berikut ini [klik]