Mempertahankan Hidup
Bismillah.
Berbicara seputar perjuangan mempertahankan hidup, kita sering mendengar bagaimana seorang yang hidup dalam kesusahan dan ekonomi yang serba kurang. Ada yang rela untuk berjualan dengan naik sepeda atau berjalan kaki hingga puluhan kilo meter. Ada yang rela berangkat dini hari ke pasar pada saat orang masih terlelap tidur. Ada pula yang rela meninggalkan tanah airnya untuk mencari sesuap nasi di negeri orang.
Sesungguhnya kehidupan yang kita alami di dunia ini bersifat sementara, tidak abadi. Ini mungkin perkara jelas tetapi banyak orang yang lalai atau melupakannya. Sehingga mereka tertipu oleh berbagai gemerlap dan pernak-pernik kehidupan dunia. Orang berpikir keras bagaimana memenuhi kebutuhan jasmani dengan bekerja atau berbisnis siang malam tanpa kenal lelah. Dia mengira bahwa harta bisa membeli segalanya. Dia mungkin lupa bahwa akan tiba suatu masa ketika harta, kekuasaan dan anak keturunan tiada lagi berguna; kecuali bagi mereka yang menghadap Allah dengan membawa hati yang bersih dari kotoran syirik dan kemunafikan.
Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu (kiamat) tiada lagi berguna harta dan keturunan/anak-anak lelaki kecuali bagi orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat/bersih.” (asy-Syu’ara’ : 88-89). Saudaraku yang dirahmati Allah, anda mungkin lupa bahwa ada kehidupan akhirat yang abadi, dan ada dua tempat tinggal saja di sana; surga atau neraka. Ke mana kah kiranya perjalanan hidup kita ini akan kita bawa?! Apakah menuju surga yang penuh nikmat dan kelezatan, ataukah menuju neraka yang penuh azab dan kesengsaraan?
Bertahan hidup di dunia ini tidak cukup hanya dengan bekal sandang, pangan dan papan. Tidak cukup hanya dengan rumah megah, kendaraan mewah, ataupun sembako yang selalu siap di gudang dan dapur rumah kita. Lebih daripada itu, kehidupan di dunia ini akan lebih berarti dan lebih bermakna dengan hidupnya hati nurani dan pikiran kita dengan siraman hidayah, cahaya ilmu dan kokohnya iman dan ketakwaan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang senantiasa mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya adalah seperti perumpamaan orang hidup dengan orang mati.” (HR. Bukhari). Ketahuilah, bahwa dzikir atau mengingat Allah tidak terbatas dengan lisan atau bacaan-bacaan. Sebab dzikir itu mencakup segala jenis ketaatan. Sebagaimana dikatakan oleh Sa’id bin Jubair rahimahullah, “Hakikat dzikir adalah ketaatan/patuh kepada Allah. Maka barangsiapa yang taat kepada-Nya sungguh dia telah ingat kepada-Nya dan barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya maka pada hakikatnya dia bukanlah orang yang ingat/berdzikir kepada Allah meskipun dia banyak membaca tasbih, tahlil, ataupun banyak membaca al-Qur’an.”
Kehidupan hati dengan iman dan ketaatan merupakan ‘harta’ paling berharga bagi seorang hamba. Dengan hati yang hidup maka ia akan bisa memahami ayat-ayat dan peringatan dari Allah, telinganya akan mendengarkan petunjuk dan bimbingan, dan matanya akan dia gunakan untuk melihat kebenaran. Berbeda dengan orang kafir yang telah mati hatinya; yang hidup mereka tidak ubahnya binatang ternak bahkan lebih sesat lagi. Mereka hidup secara jasmani tetapi hati mereka binasa oleh fitnah dan kekafiran. Seperti bangkai yang berjalan… Wal ‘iyadzu billaah.
Allah telah menyebut al-Qur’an ini sebagai ruh, sebagai obat/syifa’ bagi segala bentuk penyakit yang bersarang di dalam dada. Penyakit yang berakar dari fitnah syubhat/kerancuan pemahaman dan aqidah, ataupun fitnah syahwat/memperturutkan hawa nafsu yang menyimpang. Oleh sebab itu tiada kebahagiaan dan keselamat bagi manusia kecuali dengan mengikuti petunjuk al-Qur’an dan berjalan di atas bimbingan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Allah memberikan ancaman keras bagi mereka yang menyimpang dari jalan Rasul. Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menentang Rasul itu setelah jelas baginya petunjuk dan dia justru mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, niscaya Kami akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)
Ya, anda bisa memilih; jalan mana yang hendak anda tempuh. Jalan menuju surga atau jalan menuju neraka. Apakah anda akan lebih mengutamakan kehidupan dunia, atau anda akan lebih mengutamakan akhirat. Tentu kita sebagai muslim akan selalu berdoa kepada Allah serta mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan dijaga dari azab neraka. Akan tetapi harapan tidak cukup dengan angan-angan. Harapan itu harus diperjuangkan dengan mengekang hawa nafsu dan meniti jalan hidayah. Iman ini perlu dijaga, dirawat, dipupuk dan dilindungi dari segala perusak dan virus-virus yang mematikan.
Wallahul musta’aan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
Alhamdulillah selesai disusun pada pagi hari yang penuh berkah di Markas YPIA Pogungrejo Sleman Yogyakarta
Kamis 10 Dzulqa’dah 1446 H / 8 Mei 2025