Bismillah.
Alhamdulillah dalam kesempatan ini kita kembali diberi kemudahan untuk melanjutkan seri pembahasan dari Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah.
Pada bagian sebelumnya kita telah masuk pembahasan mengenai keutamaan tauhid yang sangat besar yaitu pelakunya akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Maksudnya adalah orang yang benar-benar merealisasikan tauhid dalam hidupnya; yaitu dengan membersihkan dirinya dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiat kepada Allah.
Dari sini kita bisa memahami bahwa merealisasikan tauhid yang dimaksud bukan sekedar memenuhi batas minimal sebagai ahli tauhid. Akan tetapi yang dikehendaki di sini adalah mereka yang memiliki nilai-nilai tauhid yang lebih tinggi dan lebih utama di dalam dirinya. Pada ayat pertama dalam bab ini yang dibawakan oleh penulis, disebutkan tentang keutamaan Nabi Ibrahim ‘alahis salam yang termasuk deretan teladan paling utama dalam merealisasikan tauhid.
Kemudian pada dalil kedua yang dibawakan oleh penulis terdapat penegasan bahwa orang yang merealisasikan tauhid ini benar-benar menjauhkan dirinya dari segala bentuk kesyirikan. Termasuk dalam bentuk kesyirikan yang dimaksud di sini adalah segala perbuatan maksiat/dosa besar yang itu tercampuri dengan syirik atau terdapat unsur mempertuhankan hawa nafsu. Sebagaimana telah disinyalir hal itu oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjelaskan begitu tercela dan celakanya orang-orang yang hatinya bergantung kepada dinar dan dirham; hamba dinar dan hamba dirham….
Kemudian pada dalil berikutnya yang dibawakan oleh penulis, beliau membawakan hadits dari Hushain bin Abdurrahman yang menceritakan peristiwa yang terjadi di majelis Sa’id bin Jubair rahimahullah. Kemudian terjadi diskusi diantara mereka yang pada akhirnya Sa’id bin Jubair membawakan riwayat dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Inti dari kisah ini adalah ada 70 ribu orang diantara umat beliau yang dikabarkan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
هم الذين لا يَسْتَرقون، ولا يكتوون، ولا يتطيرون، وعلى ربهم يتوكلون
“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak meminta diobati dengan kay/besi panas, tidak beranggapan sial/tathoyyur, dan kepada Rabbnya semata mereka itu bertawakal.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma)
Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan tahqiq/perealisasian tauhid dan pahala yang diberikan kepada mereka kelak di akhirat; yaitu masuk ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Mereka rela meninggalkan hal-hal yang dapat merusak tauhid dan tawakalnya kepada Allah. Diantaranya adalah dengan tidak meminta diruqyah, walaupun hal itu bukan sesuatu yang haram. Demikian juga kay.
Mereka juga tidak berangggapan sial karena mendengar, melihat atau mengetahui suatu perkara yang dianggap mendatangkan kesialan -misalnya angka 13, malam Jum’at Kliwon, bulan Shafar, dsb-. Perbuatan semacam ini disebut dengan istilah tathoyyur/beranggapan sial dan hal ini juga termasuk bentuk syirik, insya Allah akan ada pembahasan secara khusus dalam Kitab Tauhid ini tentangnya.
Dan inti dari sifat orang yang merealisasikan tauhid ini adalah kuatnya ketergantungan hati mereka kepada Allah. Oleh sebab itu mereka tidak bertawakal kecuali kepada Allah. Mereka menyandarkan hati kepada Allah semata Yang menguasai segala sesuatu di alam semesta ini, dan mereka pun menyerahkan segala urusan kepada Allah, tidak bersandar kepada makhluk dan tidak pula menyandarkan keberhasilan kepada kemampuan diri sendiri; baik itu berupa keahlian, ilmu, kecerdasan dan lain sebagainya.
Demikian sedikit pembahasan yang bisa kami susun dalam kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi penulis dan segenap pembaca di mana pun berada. Barakallaahu fiikum.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com