Bismillah.
Alhamdulillah yang dengan segala nikmat-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki amal dan sisa umur kita dalam ketaatan.
Surat al-Fatihah; sebuah surat yang selalu kita baca di dalam sholat kita. Tidak kurang setiap hari kita membaca atau mendengarkan bacaannya minimal 17 kali di dalam sholat wajib. Hal ini menunjukkan betapa besar manfaat dan pelajaran yang tersimpan di dalamnya.
Setiap hari kita mengucapkan alhamdulillah; segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Di dalamnya terkandung ungkapan syukur dan terima kasih kepada Allah, termuat juga kecintaan dan pengagungan kepada-Nya yang telah mencurahkan sekian banyak nikmat dan karunia…
Para ulama menjelaskan bahwa Allah terpuji karena banyak sebab. Diantaranya karena kesempurnaan dzat, nama dan sifat-Nya. Selain itu Allah juga terpuji karena hukum dan nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya kepada segenap makhluk. Diantara nikmat yang paling agung adalah nikmat hidayah yang menerangi perjalanan hidup manusia dalam menjalanji kehidupan dunia yang fana…
Di dalam al-Fatihah kita juga selalu mengingat betapa luasnya kasih sayang Allah. Di dalam kalimat ar-Rahman dan ar-Rahim terkandung sifat rahmat. Allah yang memiliki kasih sayang yang sangat luas. Kasih sayang inilah yang memunculkan harapan kepada Allah dan ampunan-Nya. Oleh sebab itulah kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah…
Di dalam al-Fatihah juga terkandung iman kepada hari akhir dan hari pembalasan atas amal-amal. Karena Allah adalah maalik/penguasa pada hari pembalasan. Keyakinan ini akan membuahkan rasa takut kepada Allah dan azab-Nya. Rasa harapan akan mendorong hamba melakukan amal salih dan bertaubat dari kesalahan, sedangkan rasa takut kepada Allah akan membuahkan istighfar dan meninggalkan maksiat.
Takut dan harapan itu laksana dua belah sayap seekor burung. Orang yang terlalu larut dalam rasa takutnya maka akan bisa tenggelam dalam keputusasaan. Adapun orang yang terlalu larut dalam harapannya maka akan hanyut dalam perasaan aman terhadap makar Allah. Keduanya; yaitu putus asa dan merasa aman dari makar Allah termasuk perusak ibadah dan dosa besar yang sangat membahayakan…
Sementara ibadah kepada Allah itu ditegakkan di atas kecintaan dan pengagungan. Dia berporos pada 2 hal; puncak perendahan diri kepada Allah dan puncak kecintaan kepada-Nya. Perendahan diri kepada Allah akan lahir dari sikap selalu melihat pada aib diri dan cacat pada amal ketaatan kita. Kecintaan kepada Allah akan semakin kuat dan berkembang dengan senantiasa melihat pada curahan nikmat yang Allah berikan. Cinta merupakan motor utama penggerak segala amal kebaikan.
Apabila takut dan harap digambarkan seperti sayap maka cinta merupakan kepala bagi seekor burung. Tanpa kepala maka dia tidak akan bisa terbang, bahkan tidak hidup. Oleh sebab itulah Allah memerintahkan kita untuk banyak berdzikir kepada-Nya; dzikran katsiiraa… dzikir ketika berdiri, ketika duduk dan ketika berbaring, dzikir ketika pagi dan sore, dzikir ketika bangun tidur, dzikir ketika keluar dari WC, dzikir ketika keluar rumah, dzikir ketika hendak makan, dzikir ketika masuk masjid, keluar masjid, dsb.
Dengan banyak berdzikir itulah akan semakin kuat kecntaan kepada Allah. Dan termasuk bentuk dzikir yang paling utama adalah dengan membaca al-Qur’an, mempelajari tafsir dan hukum-hukumnya. Begitu pula menghadiri majelis ilmu dan mengkaji kitab para ulama. Itu semuanya akan semakin menguatkan cinta kepada Allah dan membangkitkan semangat syukur kepada-Nya.
Para ulama menjelaskan bahwa asy-syukru thoo’atul mun’im. Hakikat syukur adalah menaati yang memberikan kenikmatan. Dan ketaatan itu sendiri merupakan buah dan konsekuensi dari kecintaan. Oleh sebab itu orang arab mengatakan ‘innal muhibba liman yuhibbu muthii’u; orang yang mencintai itu akan taat kepada siapa yang dia cintai. Dari sinilah kita mengetahui bahwa ibadah itu tumbuh dan berkembang di atas nilai-nilai kecintaan. Karena jiwa-jiwa manusia telah tercipta dalam keadaan mencintai siapa yang memberikan kebaikan kepada diri mereka…
Sa’id bin Jubair rahimahullah ketika menafsirkan surat adz-Dzariyat ayat 56 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ibadah adalah ketaatan. Hal ini tidak lain karena ketaatan itu merupakan bukti kecintaan kepada Allah yang menjadi pondasi utama segala amal kebaikan.
Karena itulah Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah mengatakan bahwa kebahagiaan itu berada di tangan Allah, dan ia tidak bisa diraih kecuali dengan taat kepada Allah.