Berjalan Menuju Ikhlas

Bismillah.

Diantara bentuk perjuangan paling berat di dunia adalah upaya untuk meraih ikhlas. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama salaf, “Sesuatu yang paling mahal/paling sulit di dunia ini adalah ikhlas.”

Ulama yang lain berkata, “Tidaklah aku berjuang untuk menaklukkan diriku dengan sebuah perjuangan yang lebih berat daripada upaya untuk mencapai ikhlas.”

Hal ini tidak mengherankan sebab ikhlas merupakan intisari dari agama Islam. Sebagaimana tercantum dalam surat al-Fatihah yang setiap hari kita baca di dalam sholat; minimal 17 kali dalam sehari semalam. Dalam kalimat yang berbunyi ‘iyyaka na’budu’ artinya, “Hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah.”

Di dalam kalimat ini terkandung ajaran keikhlasan. Bahwa setiap hamba wajib memurnikan ibadah dan amalnya untuk Allah. Allah tidak akan menerima amal kecuali yang ikhlas/murni untuk-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/amal untuk-Nya dengan hanif/bertauhid…” (al-Bayyinah : 5)

Diantara perkara yang merusak keikhlasan adalah riya’ dan sum’ah yaitu mencari pujian dan sanjungan manusia terhadap amalnya; baik dalam bentuk suatu yang didengar atau dilihat. Dalam hadits qudsi Allah berfirman (yang artinya), “Aku Dzat Yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Kenapa keikhlasan ini begitu penting? Karena ia menjadi pondasi agama dan syarat diterimanya amal kebaikan. Oleh sebab itu para rasul berjuang mendakwahi kaumnya untuk bertauhid dan memurnikan ibadah kepada Allah semata. Inilah keadilan tertinggi dan hak Allah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seluruh amal kita butuh dilandasi dengan keikhlasan. Oleh sebab itu para ulama mengingatkan hal ini dengan mengawali kitab-kitabnya dengan bab atau hadits tentang ikhlas. Sebagaimana dilakukan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam Shahih-nya, Abdul Ghoni al-Maqdisi rahimahullah dalam Umdatul Ahkam, dan an-Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Shalihin.

Saudaraku yang dirahmati Allah, sebesar apa pun amal anda jika tidak disertai dengan keikhlasan maka ia sia-sia dan bahkan berbuah petaka di akhirat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan lantas Kami jadikan ia bagai debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Ikhlas adalah ruh dalam setiap amal ketaatan. Maka diantara adab yang paling penting dimiliki oleh setiap muslim apalagi penimba ilmu atau penggerak dakwah adalah menjaga keikhlasan. Ingatlah nasihat Imam Ibnul Mubarok rahimahullah, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil juga karena niatnya.”

Karena pentingnya ikhlas ini pula para ulama meletakkan keikhlasan sebagai salah satu pokok utama dalam dakwah Ahlus Sunnah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah dalam kitabnya Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengingatkan kepada kita bahwa sesuatu yang paling banyak merusak dakwah ini adalah ketiadaan ikhlas atau ketiadaan ilmu. Bisa dilihat keterangan beliau itu dalam kitabnya al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah pun telah mengingatkan di dalam masaa’il Kitab Tauhidnya; bahwa banyak diantara manusia yang menyeru kepada kebenaran tetapi di balik itu sesungguhnya dia mengajak orang kepada diri/kepentingan pribadinya sendiri…

Dari sana lah para ulama kita berjuang untuk mencapai keikhlasan. Sampai-sampai ada diantara mereka yang mengatakan, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha untuk menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia senang untuk menyembunyikan keburukan-keburukannya.”

Keikhlasan seorang akan diuji tatkala dia berhadapan dengan hal-hal yang tidak disukai oleh hawa nafsunya tetapi hal itu lebih dicintai oleh Allah; maka apakah ia akan lebih mendahulukan kecintaan Allah ataukah lebih mendahulukan hawa nafsu dan keinginannya?! Keikhlasan itulah yang membuat seorang pelacur dari Bani Isra’il diampuni dosanya karena dia memberikan minum kepada seekor anjing yang kehausan…

Walaupun tidak ada orang lain yang mengetahui perbuatannya, tetapi kasih sayangnya kepada makhluk karena Allah membuatnya mau repot-repot untuk turun mengambil air bagi si anjing; yang bisa jadi anjing itu kelak justru menggigit atau membahayakannya… Karena keikhlasan dan kasih sayangnya maka Allah pun mengampuni dosanya…

Karena itulah diantara bentuk amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling kontinyu atau terus-menerus. Karena dengan kontinuitas yang dilakukan oleh seorang hamba menunjukkan ketulusan, kejujuran dan keikhlasan amalnya. Dia tidak peduli dengan pujian atau celaan manusia, sebab yang dia cari adalah ridha Allah semata.

Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada kami dan segenap pembaca untuk menjadi orang yang ikhlas dalam beramal karena Allah dan istiqomah di atas jalan-Nya hingga ajal tiba. Aamiin.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *