Bismillah.

Tidaklah diragukan bahwa dzikir kepada Allah merupakan sebab kehidupan hati dan ketenangan jiwa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dengan orang mati.” (HR. Bukhari)

Allah berfirman dallam kitab-Nya yang mulia (yang artinya), “Ingatlah, bahwa dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (ar-Ra’d : 28). Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan, maka bagaimana kiranya keadaan ikan jika memisahkan dirinya dari air?”

Para ulama menjelaskan bahwa dzikir yang paling utama adalah yang bersesuaian antara apa yang diucapkan dengan lisan dengan apa-apa yang tertanam di dalam hati. Oleh sebab itu Allah mencela orang-orang munafik karena mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka mengucapkan dengan lisannya apa-apa yang tidak bersemayam di dalam hatinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di atas timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman; yaitu subhanallahi wabihamdihi subhanallahil ‘azhiim.” (HR. Bukhari). Di dalam hadits yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan kalimat-kalimat yang paling dicintai Allah yaitu subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu akbar…

Kalimat tauhid merupakan ucapan dzikir yang paling utama -sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– karena di dalamnya terkandung pokok utama dan asas tegaknya agama dan seluruh ketaatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh lebih cabang; yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallah…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau sekedar memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.”

Allah berfirman mengenai sifat dan karakter kaum mukminin (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebut nama Allah takutlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan kepada Rabb mereka semata mereka itu bertawakal.” (al-Anfal : 2)

Oleh sebab itulah seorang muslim diwajibkan untuk menegakkan sholat lima waktu dalam sehari semalam, bahkan ia juga diperintahkan untuk membaca al-Qur’an serta membaca dzikir pagi dan sore serta dzikir dalam berbagai kesempatan dan keadaan. Sebab dengan cara itulah ia akan semakin dekat dan ingat kepada Rabbnya yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu berkata, “Seandainya hati kita ini bersih niscaya ia tidak akan kenyang/berhenti dari menikmati kandungan kalam Rabb kita.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca ‘subhanallahi wabihamdih’ maka akan ditanamkan untuknya sebuah pohon kurma di surga.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan sahih, lihat al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 75)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seutama-utama dzikir adalah laa ilaha illallah, dan seutama-utama doa adalah alhamdulillah.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3383)

Dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalimat yang paling Allah cintai adalah ‘subhanallahi wa bihamdih’ yang artinya, “Maha Suci Allah dan dengan senantiasa memuji-Nya.”.” (HR. Muslim no. 2731)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaha illallah maka dia pasti masuk surga.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani, lihat Shahih Sunan Abu Dawud no. 3116 dan dihasankan sanadnya oleh Syaikh Masyhur dalam at-Tajrid fi I’rob Kalimat at-Tauhid, hlm. 15)

Termasuk bentuk dzikir yang paling utama adalah membaca al-Qur’an, sebab di dalamnya terkandung obat bagi berbagai penyakit hati; apakah itu syubhat maupun syahwat. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian dan obat bagi apa yang ada di dalam hati.” (Yunus: 57) (lihat Tazkiyatun Nufus wa Tarbiyatuha, hal. 47) 

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dzikir kepada Allah akan menanamkan pohon keimanan di dalam hati, memberikan pasokan gizi dan mempercepat pertumbuhannya. Setiap kali seorang hamba semakin menambah dzikirnya kepada Allah niscaya akan semakin kuat pula imannya.” (lihat at-Taudhih wa al-Bayan li Syajarat al-Iman, hal. 57)

Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu’anhu, bahwa ada seorang lelaki yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam telah banyak pada diriku. Oleh sebab itu ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa mengokohkanku.” Beliau bersabda, “Hendaknya lisanmu terus-menerus basah karena dzikir kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3375)

Dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kukabarkan kepada kalian tentang suatu amalan kalian yang terbaik dan paling suci di sisi Penguasa kalian (Allah) dan yang paling bisa mengangkat derajat kalian, bahkan lebih baik bagi kalian dari berinfak dengan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu dengan musuh kalian sehingga kalian memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kalian?!” mereka menjawab, “Tentu saja mau.” Beliau bersabda, “Yaitu berdzikir kepada Allah ta’ala.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3377) 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hal itu [dzikir] adalah ruh dalam amal-amal salih. Apabila suatu amal tidak disertai dengan dzikir maka ia hanya akan menjadi ‘tubuh’ yang tidak memiliki ruh. Wallahu a’lam.” (lihat Madarij as-Salikin [2/441])

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Oleh sebab itu dzikir kepada Allah jalla wa ‘ala merupakan hakikat kehidupan hati. Tanpanya, hati pasti menjadi mati.” (lihat Fawa’id adz-Dzikri wa Tsamaratuhu, hal. 16)

Tanda hati yang hidup adalah khusyu’ ketika berdzikir kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ hati mereka karena mengingat Allah dan menerima kebenaran yang diturunkan. Janganlah mereka itu seperti orang-orang yang telah diberikan al-Kitab sebelumnya; berlalu masa yang panjang sehingga keraslah hati mereka, dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16) (lihat Mausu’ah Fiqh al-Qulub, hal. 1298)

Demikian sedikit kumpulan catatan semoga bermanfaat.

Selesai disusun di Markas YPIA Pogungrejo 21 Dzulqa’dah 1444 H


Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *