Bismillah.
Diantara perkara yang telah dijelaskan dengan gamblang oleh para ulama Ahlus Sunnah adalah bahwa iman itu mencakup keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan menjadi berkurang atau melemah karena maksiat.
Ada perkara-perkara yang termasuk di dalam pokok keimanan semisal rukun iman yang enam dan rukun Islam yang pertama; dua kalimat syahadat. Barangsiapa menolak salah satu dari pokok-pokok iman ini maka ia bukan bagian dari kaum muslimin. Rukun iman yang enam -sebagaimana telah diketahui- mencakup iman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir; yang baik dan yang buruk.
Keenam rukun iman inilah yang biasa disebut dengan istilah ushul/pokok iman atau dikenal dengan istilah pokok aqidah/keyakinan. Termasuk dalam pokok aqidah Islam adalah apa-apa yang terkandung di dalam dua kalimat syahadat; berupa penetapan bahwa Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dan menolak segala bentuk sesembahan selain-Nya. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan istilah aqidah tauhid.
Dengan demikian aqidah tauhid tidak terbatas pada keyakinan bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta, penguasa atau pengatur alam semesta. Lebih daripada itu, orang yang bertauhid harus menujukan ibadahnya kepada Allah semata dan berlepas diri dari segala bentuk syirik kepada-Nya. Inilah yang diserukan oleh setiap rasul kepada kaumnya (yang artinya), “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (an-Nahl : 36)
Tidak boleh memalingkan ibadah sekecil apapun kepada selain Allah; siapa pun atau apa pun itu yang disembah selain-Nya. Karena Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu telah menetapkan/memerintahkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya…” (al-Israa’ : 23)
Tauhid kepada Allah merupakan kandungan dari syahadat laa ilaha illallah; bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas para hamba adalah mereka wajib beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh sebab itu kalimat tauhid menjadi cabang iman yang paling tinggi dan paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih cabang; yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa aqidah merupakan pondasi di dalam agama dan asas keimanan. Tanpa aqidah yang lurus dan tauhid yang bersih maka seorang hamba tidak akan bisa masuk ke dalam surga. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Iman tidak cukup dengan ucapan atau menghiasi penampilan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan al-Bashri rahimahullah, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau pun menghiasi penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.”
Oleh sebab itulah kaum munafik tidak termasuk golongan kaum beriman; disebabkan mereka mengucapkan iman dan syahadat hanya dengan lisannya tetapi hatinya tidak menerima dan tunduk kepadanya. Dengan lisannya mereka mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir padahal sesungguhnya dalam hatinya mereka tidak demikian. Di dalam hati mereka terdapat penyakit keragu-raguan, oleh sebab itu Allah tambahkan kepada mereka penyakit tersebut. Mereka ingin menipu Allah dan kaum beriman, padahal tidaklah mereka menipu kecuali diri mereka sendiri..
Hal ini juga memberikan pelajaran bagi kita bahwa seorang muslim membutuhkan kejujuran dan keikhlasan di dalam beragama. Sebab tauhid itu tegak di atas pilar kejujuran dan keikhlasan. Tanpa kejujuran maka agama hanyalah kebohongan dan tanpa ikhlas maka ibadah hanyalah kesyirikan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama untuk-Nya dengan hanif/bertauhid…” (al-Bayyinah : 5)
Tanpa tauhid dan keikhlasan maka amal salih sebesar apa pun tidak akan diterima di sisi Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti lenyaplah seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Berdasarkan dalil-dalil inilah para ulama menyimpulkan bahwa tauhid merupakan perintah Allah yang paling agung sedangkan syirik merupakan larangan yang paling besar. Tauhid adalah kewajiban yang paling wajib dan syirik merupakan keharaman yang paling haram. Tauhid adalah keadilan yang paling adil, sementara syirik adalah bentuk kezaliman yang paling zalim. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)
Orang yang berbuat syirik maka ia akan kehilangan hidayah dan keamanan; di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Syirik kepada Allah merupakan dosa besar yang paling besar dan tidak akan diampuni oleh Allah bagi hamba yang meninggal dalam keadaan tidak bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa di bawah itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (an-Nisaa’ : 48)
Dari sinilah, kita perlu mengenali lebih dalam tentang makna ibadah kepada Allah, konsekuensi dari aqidah tauhid yang terdapat dalam kalimat syahadat dan hal-hal yang termasuk di dalam pokok-pokok iman secara lebih rinci. Sebagaimana kita juga wajib memahami bahwa tidak boleh kita beribadah kepada Allah kecuali dengan tata-cara ibadah atau syariat yang dituntunkan oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Rasul itu maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan tegas, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya tidaklah seorang pun dari umat ini yang mendengar kenabianku; baik dari kalangan Yahudi atau Nasrani kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaranku melainkan dia pasti termasuk golongan penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ketika mengutusnya berdakwah ke negeri Yaman; agar memulai dakwahnya dengan dakwah tauhid; yaitu ajakan untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan syirik. Dakwah tauhid ini didahulukan sebelum dakwah yang lainnya apakah itu ajakan untuk sholat atau zakat. Karena tauhid adalah pondasi agama Islam dan syarat diterimanya amalan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com