Ibadah

40 Hari Jelang Ramadhan

Bismillah.

Bulan Ramadhan kian mendekat. Hari ini tanggal 20 Rajab 1445 H, kurang lebih 40 hari lagi Ramadhan datang bertandang. Sudahkah kita siap menyambut tamu istimewa ini?

Saudaraku yang dirahmati Allah, Ramadhan momen istimewa yang dinantikan oleh ratusan juta umat muslim di segala penjuru dunia. Bukan sekedar umat Islam di jazirah arab, tetapi semua kaum muslimin di benua Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia.

Umat Islam di Indonesia saja tidak kurang dari 200 juta jiwa manusia. Jumlah masjid di Indonesia tidak kurang dari 800.000 masjid dan musholla (sumber : web Media Indonesia, 1/4/2023). Setiap masjid pun memiliki agenda rutin tahunan di bulan Ramadhan seperti buka puasa, tarawih, kultum, tadarus, i’tikaf, dsb. Sungguh ini adalah momen berharga dan kesempatan emas untuk menuai pahala…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa Ramadhan adalah salah satu bagian dari rukun Islam. Barangsiapa mengingkari wajibnya puasa Ramadhan maka ia keluar dari Islam. Barangsiapa meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur (safar, sakit, haid atau yang serupa) maka ia terjatuh dalam dosa yang sangat besar. Puasa Ramadhan diwajibkan untuk mendidik pribadi yang bertakwa.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 183)

Puasa Ramadhan diwajibkan bagi setiap muslim yang telah baligh, berakal dan dalam keadaan tidak bersafar. Bagi mereka yang sedang bersafar maka ada keringanan untuk tidak puasa dan menggantinya pada waktu yang lain di luar bulan Ramadhan. Begitu juga orang yang sakit berat sehingga menghalanginya dari berpuasa. Ia juga mengganti puasa di luar bulan puasa.

Puasa Ramadhan dilakukan dengan menahan diri dari segala pembatal puasa pada siang hari di bulan Ramadhan sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari. Puasa tidak hanya menahan dari makan dan minum, tetapi juga hendaknya menjaga diri dari perbuatan sia-sia dan ucapan-ucapan yang jorok/kotor. Allah mengistimewakan ibadah puasa ini di atas ibadah-ibadah yang lainnya. Karena puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya.

Orang yang berpuasa akan mendapatkan 2 kegembiraan; gembira saat berbuka dan berhari raya, serta gembira ketika berjumpa dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah pun menyediakan sebuah pintu gerbang khusus di Surga untuk orang-orang yang rajin berpuasa, gerbang itu bernama ar-Rayyan.

Seorang muslim beribadah kepada Allah bukan hanya dengan lisan dan fisiknya. Akan tetapi ia pun beribadah kepada Allah dengan hatinya; dan inilah bentuk ibadah dan amalan yang paling utama. Di dalamnya terdapat rasa cinta, harapan dan takut kepada Allah.

Allah befirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklan dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Para ulama kita juga menjelaskan bahwa amal-amal itu memiliki perbedaan tingkat keutamaan disebabkan perbedaan kualitas apa-apa yang berada di dalam hati pelakunya berupa iman, keikhlasan dan kejujuran. Dan ketakwaan yang hakiki ialah yang berakar dari dalam hati.

Sebagaimana yang Allah tegaskan tentang ibadah qurban bahwa tidak akan sampai kepada Allah dan darah dan dagingnya tetapi yang akan sampai kepada Allah adalah ketakwaan mereka. Di dalam ayat yang lain Allah pun menegaskan bahwa orang yang mengagungkan syiar-syiar Allah adalah mereka yang memiliki ketakwaan hati. Artinya, pengagungan itu bersumber dari dalam hati.

Oleh sebab itu para ulama juga menambahkan bahwa pokok ibadah itu adalah puncak perendahan diri yang disertai dengan puncak kecintaan. Secara bahasa ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan. Adapun dalam terminologi syariat ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah dengan penuh kecintaan dan pengagungan dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan ketentuan yang datang di dalam syariat rasul-Nya.

Dari sini kita menyadari bahwa persiapan menjelang Ramadhan adalah persiapan ruhiyah dan penguatan iman dan aqidah. Tanpa iman dan aqidah yang kuat maka bangunan amal tidak akan bertahan lama atau bahkan hancur berkeping-keping. Sebagaimana diisyaratkan oleh Hasan al-Bashri rahimahullah, “Bukanlah iman itu dengan menghias-hias penampilan atau berangan-angan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan bersabda, “Orang muslim adalah yang membuat selamat kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah pantas bagi lelaki yang beriman dan perempuan yang beriman apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lain atas urusan mereka…” (al-Ahzab : 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku dia masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Sehingga ibadah puasa ini pun akan tegak dan diterima oleh Allah apabila pelakunya adalah orang yang betauhid, bukan pelaku kemusyrikan. Ibadah puasa ini akan diterima jika pelakunya adalah orang beriman, bukan orang kafir atau munafik tulen.

Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka berbuat syirik pasti akan lenyap dari mereka semua amal yang dahulu pernah mereka kerjakan.” (al-An’am : 88)

Dari ibadah puasa ini kita juga bisa belajar bahwa amal ibadah yang diterima oleh Allah adalah yang diperintahkan oleh-Nya, bukan hasil rekayasa pemikiran manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Para ulama mengatakan; risalah/ajaran Islam ini datang dari Allah, kewajiban/tugas rasul adalah menyampaikan, sedangkan kewajiban kita adalah taslim/tunduk dan pasrah kepada ajaran wahyu. Maka kita berpuasa dengan perintah dari Allah dan dengan mengikuti tata-cara yang Allah syariatkan melalui rasul-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya, tidaklah yang ia sampaikan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm : 3-4)

Semoga sharing ringan ini bermanfaat bagi kita semuanya, wallahu a’lam bish shawaab.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *