Bismillah.
Dalam bahasa Jawa ‘wong bejo’ artinya orang yang beruntung. Dalam bahasa Arab istilah ‘beruntung’ ini diungkapkan dengan kata ‘fauzan’ dari kata ‘faaza – yafuuzu’ artinya ‘beruntung atau menang’. Atau di dalam istilah yang lain ia juga diungkapkan dengan kata ‘aflaha’ yang juga berarti beruntung atau menang.
Apabila kita telaah dengan cermat mengenai hakikat keberuntungan yang digambarkan di dalam Islam senantiasa terkait dengan kebahagiaan hakiki yaitu kebahagiaan yang abadi. Misalnya dalam surat al-‘Ashr yang sudah dihafal oleh kaum muslimin (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)
Di dalam al-Qur’an Allah juga menjelaskan bahwa ‘fauzan ‘azhiima’ atau keberuntungan yang besar itu diperoleh oleh siapa pun yang tunduk dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul inilah kunci kebahagiaan dan keselamatan hamba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang taat kepadaku niscaya dia masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia adalah orang yang enggan (masuk surga).” (HR. Bukhari)
Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam kesempatan acara tabligh akbar di Masjid Istiqlal Jakarta beberapa tahun silam memberikan nasihat yang sangat dalam, bahwa “Kebahagiaan itu di tangan Allah dan tidak akan bisa diraih kecuali dengan ketaatan kepada Allah.”
Dengan demikian keberuntungan dan kemuliaan manusia tidak diukur dengan harta, pangkat, jabatan atau kecantikan rupa dan popularitas. Kemuliaan itu diukur dengan ketakwaan yang bersemayam di dalam dada dan membuahkan amal salih dalam kehidupan. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang beramal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman niscaya Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan benar-benar Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Karena itulah Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah menyimpulkan bahwa tanda-tanda kebahagiaan itu ada 3; apabila diberi nikmat bersyukur, apabila diberi cobaan/musibah bersabar, dan apabila terjerumus dalam perbuatan dosa segera beristighfar. Penjelasan serupa juga telah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam mukadimah kitabnya al-Wabil ash-Shayyib (lihat kitab tsb di hal. 3 penerbit Makt. Darul Bayan 1393 H).
Dari sini kita pun bisa menjawab pertanyaan ‘wong bejo kuwi sopo?’ siapa itu orang yang beruntung. Ya, jawabannya adalah orang yang beriman dan beramal salih. Orang yang bertakwa kepada Allah secara lahir dan batin. Orang yang menghiasi dirinya dengan dzikir, syukur dan taubat. Mereka itulah yang bisa merasakan manisnya iman; sebuah kelezatan yang terindah di kehidupan dunia…
Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Para pemuja dunia telah keluar dari dunia dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang paling baik/paling lezat di dalamnya.” Orang-orang pun bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Yahya, apakah itu yang paling baik di dunia?” Beliau menjawab, “Mengenal Allah ‘azza wa jalla, mencintai-Nya dan merasa tenang dalam ibadah kepada-Nya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti bisa merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai rasul-Nya.” (HR. Muslim). Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud manis atau lezatnya iman adalah kelezatan di dalam hati yang dirasakan oleh orang beriman tatkala melakukan ketaatan dan kebaikan.
Sebagian ulama salaf berkata, “Sesungguhnya di dunia ini ada surga, barangsiapa yang belum memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga di akhirat.” Surga dunia adalah kecintaan kepada Allah, mencintai apa yang Allah cintai, serta ridha dengan ketetapan dan hukum Allah atas segenap hamba.
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidak pantas bagi lelaki yang beriman dan perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka itu. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (al-Ahzab : 36)
Orang yang berbahagia adalah yang bisa menangisi dosa-dosanya. Merasakan besarnya nikmat yang Allah berikan kepadanya dan sedikitnya ketaatan dan pengabdian yang dia persembahkan untuk Rabbnya. Dia tidak melihat Rabbnya kecuali selalu berbuat baik sedangkan dirinya banyak berbuat keburukan. Oleh sebab itu ia akan selalu tunduk dan merendah di hadapan Allah. Berdoa dan memohon bimbingan-Nya untuk bisa selamat di dunia dan di akhirat.
Laa haula wa laa quwwata illa billaah.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
Alhamdulillah, sangat mengindikasikan dan introspeksi dan motivasi untuk hijrah, smg jadi amal jariyah bagi siapapun yg terlibat dlm munculnya nasihat ini