Bismillah.
Beliau berasal dari sebuah daerah di Mesir yang bernama Buwaith. Beliau seorang ahli fikih besar murid terdekat Imam asy-Syafi’i. Beliau lah yang menggantikan Imam asy-Syafi’i mengajar dan berfatwa sepeninggalnya.
Beliau bernama Yusuf bin Yahya al-Qurasyi al-Buwaithi, yang lebih dikenal dengan sebutan Imam al-Buwaithi. Beliau dipanggil dengan kun-yah Abu Ya’qub. Imam asy-Syafi’i berkata tentang beliau, “Tidak ada yang lebih berhak mengajar di majelisku daripada Yusuf bin Yahya. Tidak ada diantara para sahabatku yang lebih berilmu daripadanya.”
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr mengatakan, “Beliau rahimahullah adalah sosok yang masyhur dengan kemurnian aqidahnya serta menjauhi bid’ah dan pembelanya.” Oleh sebab itu lah para pembela bid’ah memusuhi dan membuat makar kepadanya.
Pada saat itu ada seorang qadhi di Mesir berpaham Mu’tazilah yang membuat laporan jahat kepada gembong ahli bid’ah di kala itu yang bernama Ibnu Abi Du’ad yang menghasut penguasa untuk menekan para ulama Ahlus Sunnah. Gembong fitnah itu pun menulis surat kepada gubernur Mesir agar menguji Imam al-Buwaithi supaya tunduk kepada seruan bid’ah mereka; yaitu keyakinan bahwa al-Qur’an itu makhluk.
Imam al-Buwaithi enggan dan menolak dengan tegas. Akhirnya beliau bersama sejumlah ulama Syafi’iyah yang lain ditangkap dan dibawa ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu tangan dan lehernya di atas bighal; peranakan kuda dengan keledai. Beliau pun diikat dengan rantai yang diberi beban besi yang sangat berat. Itu semua dilakukan agar beliau mau tunduk kepada kebid’ahan.
Akan tetapi beliau tetap bersabar di atas aqidahnya. Sehingga beliau pun dijebloskan ke dalam penjara di kota Baghdad dalam kondisi besi membelenggu tubuhnya. Beliau berada di dalam penjara selama berbulan-bulan. Dan selama itu pula beliau dilarang untuk ikut hadir dalam sholat Jumat.
Ketika kondisi semakin berat, beliau menulis surat kepada Imam adz-Dzuhli seorang ulama hadits di Khurasan, “Wahai Abu Yahya, katakan kepada saudara-saudaraku Ash-habul hadits dan para penimba Ilmu; supaya berdoa kepada Allah agar segera membebaskan aku dari kesempitan ini. Karena mereka telah mengikat badanku dengan besi sampai-sampai aku tidak lagi sanggup untuk berwudhu dan sholat dengan semestinya. Mudah-mudahan Allah mengeluarkan aku dari musibah ini dengan sebab doa mereka.”
Setelah membacakan surat ini maka Imam adz-Dzuhli dan para penimba ilmu hadits di majelis itu pun menangis dan mendoakan keselamatan bagi beliau. Tidak lama kemudian Allah pun mengabulkan doa mereka. Sehingga Imam al-Buwaithi pun diwafatkan dalam penjara dalam keadaan bertahan membela aqidah Ahlus Sunnah yang menetapkan bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk.
Hal itu terjadi pada tahun 231 H. Beliau telah dibebaskan dari penjara dunia ini menuju negeri akherat yang abadi demi menjemput keridhaan Rabbnya. Ini merupakan salah satu bukti pembelaan para ulama Syafi’iyah murid-murid Imam asy-Syafi’i terhadap aqidah Ahlus Sunnah.
Imam al-Buwaithi bukan saja ahli ilmu, beliau juga seorang ahli ibadah dan sosok yang sangat peduli dengan kesulitan manusia. Dengan kesabaran dan keyakinan beliau menjadi teladan dan panutan bagi para pejuang dakwah Sunnah sesudahnya.
Semoga Allah merahmati beliau dan memasukkannya ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan…
Referensi :
- Mukadimah kitab Ta’liqah ala Syarh Sunnah lil Muzani karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr (hal. 10) cet. Dar al-Imam Muslim tahun 1444 H
- Artikel Siyar wa Tarajim ‘al-Imam Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Buwaithi’ karya Syarif Abdul Aziz az-Zuhairi tahun 1437 H diterbitkan oleh Situs alukah.net