BantahanManhajNasehatTafsir

Terpesona dengan Kalimat Indah

Bismillah.

Sebagian orang kita dapati begitu mudah terpesona dan terkagum-kagum oleh kata-kata yang ditulis atau diucapkan oleh tokoh yang dianggap cendekiawan atau kaum intelektual dan pemikir islam dalam istilah mereka. Padahal sebenarnya bisa jadi apa yang disampaikan oleh tokoh-tokoh itu amat jauh dari kebenaran.

Allah berfirman (yang artinya), “Demikianlah, Kami jadikan bagi setiap nabi ada musuh dari kalangan setan dari bangsa manusia dan jin, sebagian mereka mewahyukan/membisikkan kepada sebagian yang lain dengan ucapan-ucapan yang indah namun menipu….” (al-An’am : 112)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Kalimat-kalimat yang indah bisa menyebabkan kebatilan menjadi tampak indah/baik di mata manusia. Akan tetapi orang yang cermat dan teliti akan melihat kepada hakikatnya yang sebenarnya dan tidak melihat kepada tampilan luarnya.” (lihat Syarh Lum’ah al-I’tiqad, hal. 68)

Imam al-Ajurri rahimahullah meriwayatkan dalam asy-Syari’ah (127) dari al-Walid bin Mazyad, dia berkata : Aku mendengar al-Auza’i berkata, “Hendaklah kamu mengikuti jejak-jejam kaum salaf meskipun orang-orang menolakmu. Dan jauhilah olehmu pendapat akal (ra’yu) manusia meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan indah.” (lihat asy-Syari’ah, 1/445)

Oleh sebab itu para ulama menasihati kita untuk tidak duduk atau belajar kepada Ahlul Ahwaa’ (kaum ahli bid’ah). Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma. Beliau berkata, “Janganlah kalian duduk bersama ahlul ahwaa’ karena sesungguhnya duduk/belajar bersama mereka akan membuat hati menjadi sakit.” (lihat asy-Syari’ah, 1/452). Bahkan, Yahya bin Abi Katsir rahimahullah sampai mengatakan, “Apabila kamu bertemu dengan pembela bid’ah di suatu jalan/gang ambillah jalan yang lain.” (lihat asy-Syari’ah, 1/458)

Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kamu melihat orang-orang yang mengobok-obok ayat-ayat Kami maka berpalinglah dari mereka…” (al-An’am : 68). Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘mengobok-obok ayat-ayat Kami’ ialah membicarakannya dengan menyelisihi kebenaran seperti misalnya dengan menganggap bagus pendapat-pendapat yang batil, mengajak orang untuk mengikuinya, dan memuji-muji pelaku kebatilan. Termasuk dalam perbuatan itu pula adalah berpaling dari kebenaran, menjatuhkannya, dan mencela penganut kebenaran (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 260)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah memberikan contoh tindakan ‘mengobok-obok ayat-ayat Allah’ itu dengan perbuatan mendustakan dan memperolok ayat-ayat-Nya. Bentuk pendustaan itu antara lain dengan menyelewengkan ayat-ayat Allah dengan tidak menempatkan/memahaminya sebagaimana seharusnya (lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/278)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan beberapa tafsiran mengenai siapakah yang tercakup dalam kategori ‘orang-orang yang mengobok-obok ayat-ayat Kami’. Termasuk di dalamnya adalah kaum musyrikin, orang-orang Yahudi, dan ahlul ahwaa’/pengekor hawa nafsu alias pembela bid’ah. Beliau juga menyebutkan bahwa ‘mengobok-obok ayat-ayat Allah’ itu contohnya adalah perdebatan dan polemik dari kaum ahli bid’ah terhadap maksud dari ayat-ayat al-Qur’an. Adapun tindakan ‘mengobok-obok’ yang dilakukan kaum musyrik adalah mendustakan dan memperolok ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan Yahudi kurang lebih sama (lihat Zaadul Masiir, hal. 445)

Imam asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan sembari memberikan nasihat untuk kita, “Barangsiapa mengenali syari’at yang suci ini dengan sebenar-benarnya dia pasti mengetahui bahwasanya duduk-duduk bersama ahli bid’ah yang menyesatkan akan menimbulkan kerusakan berlipat-ganda apabila dibandingkan duduk-duduk bersama pelaku maksiat kepada Allah dalam bentuk suatu jenis perbuatan yang diharamkan. Terlebih-lebih lagi bagi orang yang tidak dalam/kuat pijakannya di dalam ilmu al-Kitab dan as-Sunnah. Karena bisa jadi dia justru akan menyepakati mereka dalam sebagian kedustaan dan penyimpangan padahal sejatinya hal itu adalah termasuk kebatilan yang sangat jelas. Kemudian pemikiran itu meresap ke dalam hatinya sehingga sulit untuk diobati dan susah untuk disingkirkan. Dengan dasar pemikiran menyimpang itulah dia beramal sepanjang umurnya kemudian bertemu Allah (mati) dengan membawa kesesatan itu dalam kondisi dia meyakini hal itu sebagai kebenaran, padahal sejatinya hal itu adalah kebatilan yang paling batil dan kemungkaran yang paling mungkar.” (lihat Fat-hul Qadir, hal. 426-427)

Karena itulah para ulama salaf sangat berhati-hati terhadap kaum ahli bid’ah. Seperti yang dikisahkan oleh Ibnu Baththah di dalam al-Ibanah dengan sanadnya dari Ma’mar. Beliau berkata : Suatu ketika Thawus sedang duduk. Lalu ada seorang lelaki penganut Mu’tazilah yang datang dan mulai berbicara maka anak Thawus pun memasukkan kedua jarinya ke dalam telinga. Thawus berkata kepada anaknya, “Wahai putraku, masukkanlah kedua jarimu ke dalam telinga dan tutuplah rapat-rapat. Jangan kamu dengar sedikit pun ucapannya.” Ma’mar menjelaskan bahwa maksudnya adalah karena hati itu lemah (lihat Ushul ad-Da’wah as-Salafiyah, hal. 9)

Diantara pemikiran sesat di masa kini yang sangat berbahaya adalah pengkafiran kaum muslimin sebagaimana yang dipelopori oleh Sayyid Quthub di dalam buku-bukunya. Bukan hanya takfir, banyak penyimpangan yang disebarkan olehnya. Sehingga Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah pun berkata, “Saya tidak mengetahui ada sebuah fitnah/kerusakan di masa kini di atas muka bumi yang lebih keras/merusak daripada fitnah yang bersumber dari Sayyid Quthub dan buku-bukunya. Tidak saya dapati -sekarang ini, pen- suatu fitnah di atas muka bumi yang lebih keras daripada hal ini.” (lihat al-Firqah an-Najiyah Ushuluha wa ‘Aqa-iduha, hal. 31)

Sebagaimana diterangkan para ulama masa kini, bahwasanya sumber pemikiran takfir/pengkafiran, pengeboman, dan berbagai macam bentuk fitnah dan malapetaka -terorisme- pada masa kini adalah manhaj/cara beragama, pemikiran dan tulisan-tulisan seorang penulis dan pemikir dari Mesir sekaligus pembesar jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun yang bernama Sayyid Quthub -semoga Allah mengampuninya- (lihat Kasyful Astar ‘an Maa fi Tanzhimil Qa’idah min Afkar wa Akhthar karya Syaikh ‘Umar bin Abdul Hamid hafizhahullah, hal. 42)

Diantara buktinya adalah apa-apa yang diucapkan oleh Sayyid Quthub dalam kitabnya Ma’alim fi Thariq -yang disebut oleh Aiman azh-Zhawahiri pimpinan al-Qaeda yang sekarang sebagai undang-undang kaum Jihadi-. Sayyid Quthub berkata, “Keberadaan umat yang muslim telah dianggap berhenti sejak masa yang lama.” (lihat Kasyful Astar, hal. 44-45)

Sayyid Quthub juga berkata, “Umat manusia telah murtad kembali kepada penghambaan kepada sesama hamba. Mereka terjerumus dalam agama-agama yang zalim. Dan mereka telah berpaling dari laa ilaha illallah. Meskipun sebagian diantara mereka masih selalu mengulang-ulang kalimat laa ilaha illallah di atas menara adzan.” (lihat Kasyful Astar, hal. 45)

Sayyid Quthub juga berkata, “Sesungguhnya masyarakat jahiliyah ini yang kita sedang hidup di dalamnya maka ini bukanlah masyarakat muslim.” (lihat Kasyful Astar, hal. 46)

Bahkan yang lebih mengerikan lagi, di dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an Sayyid Quthub menyebut masjid-masjid kaum muslimin sebagai ‘tempat ibadah jahiliyah’. Dan menganjurkan untuk menjauhi tempat-tempat ibadah kaum jahiliyah -yaitu masjid kaum muslimin- karena menurutnya masyarakat muslim yang ada adalah masyarakat jahiliyah (lihat Kasyful Astar, hal. 47)

Di dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthub juga berkata dengan lantang dan terus terang, “Sesungguhnya tidak ada lagi di muka bumi ini -pada masa sekarang ini- suatu negeri muslim. Dan tidak ada pula masyarakat muslim, dimana kaidah berinteraksi di dalamnya adalah syari’at Allah dan fikih Islam.” (lihat Kasyful Astar, hal. 48)

Dalam kitabnya al-‘Adalah al-Ijtima’iyah, Sayyid Quthub berkata, “Kami mengetahui bahwasanya kehidupan Islam -sebagaimana yang digambarkan ini- telah berhenti/tidak ada semenjak masa yang panjang di seluruh penjuru bumi. Dan -dari situlah- disimpulkan bahwasanya keberadaan Islam itu sendiri pun telah terhenti.” (lihat Kasyful Astar, hal. 54)

Kaum Khawarij masa kini -semacam ISIS dan al-Qaeda- berpandangan bahwa seluruh pemerintah negeri kaum muslimin adalah kafir. Aiman az-Zhawahiri -tokoh pemimpin al-Qaeda- berkata, “Salah satu bentuk jihad paling agung dan paling wajib bagi setiap orang di masa kini adalah berjihad melawan para penguasa murtad yang berhukum dengan selain syari’at Islam serta memberikan loyalitasnya kepada Yahudi dan Nasrani.” (lihat Kasyful Astar, hal. 109)

Seorang ulama pembimbing para da’i dan pengajar senior di Masjid Nabawi Syaikh Shalih bin Sa’ad as-Suhaimi hafizhahullah berkata, “…Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwasanya mereka -Khawarij- itu akan muncul dan pada akhirnya kelak akan bergabung bersama Dajjal. Dan benarlah, kenyataannya mereka muncul pada situasi seluruh negara Islam yang sedang bergejolak/dilanda konflik. Mereka telah muncul pula pada zaman ini. Semenjak paham/pemikiran takfir/pengkafiran kaum muslimin ini telah dicanangkan oleh sebagian pembesar hizb/kelompok-kelompok itu. Mereka memfatwakan bahwa semua orang telah murtad dari Islam. Menurut mereka tidak ada lagi yang tetap berada di atas Islam kecuali mereka kaum Khawarij. Mulailah mereka menebarkan fatwa-fatwa ini kepada para pemuda. Mereka memberikan doktrin bahwasanya tidak ada yang menghalangi mereka masuk surga kecuali harus membunuh si A atau si B dari kalangan Ahlus Sunnah! Dan mereka perintahkan pemuda-pemuda itu untuk membunuh para petugas keamanan (polisi/tentara) di negeri-negeri Ahlus Sunnah! Mereka diajari untuk membunuh siapa saja yang menyelisihi mereka! Yang memberikan fatwa kepada mereka semacam itu adalah sang penulis kitab azh-Zhilal -maksudnya adalah Sayyid Quthub, pent- dan juga oleh selain penulis kitab azh-Zhilal…” (lihat transkrip Tarikh al-Khawarij, hal. 7)

Sebagaimana kita juga tidak boleh lupa, bahwasanya pemikiran-pemikiran liberal dan pluralis -yang sangat memuja akal- yang diusung oleh tokoh-tokoh yang dianggap sebagai cendekiawan muslim atau intelektual termasuk bahaya yang sangat-sangat besar bagi kaum muslimin. Apabila dirunut ternyata segala bentuk kemunduran, penyimpangan, kerusakan dan perpecahan yang menimpa umat ini sebab utamanya adalah penyimpangan aqidah dan cacat dalam perkara tauhid sehingga menjamurlah berbagai bentuk bid’ah dan ajaran baru dalam agama yang pada akhirnya menyeret mereka berpaling menjauh dari agama ini padahal -kelurusan- agama ini merupakan syarat keberhasilan dan keberuntungan mereka di dunia dan di akhirat (lihat keterangan Syaikh Prof. Dr. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql hafizhahullah dalam al-Ittijahaat al-‘Aqlaniyah al-Hadiitsah, hal. 444 buku ini pada asalnya adalah tesis magister beliau dan mendapat predikat mumtaz dengan salah satu dosen pengujinya adalah Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah)

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kita semua, menyadarkan hati yang lalai dan mengingatkan orang-orang yang terkesima oleh kalimat-kalimat indah yang diselimutkan kepada kebatilan sehingga membuatnya tampak menawan. Sebagaimana kami juga berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang mulia semoga Allah curahkan kepada kami dan anda taufik kepada ilmu yang bermanfaat dan amal salih.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *