Syarah Kitab

Teguh Membangun Loyalitas

Bismillah.

Diantara pelajaran berharga yang telah disampaikan oleh para ulama terhadap kitab Ushul Tsalatsah adalah wajibnya kita untuk menegakkan loyalitas dan kecintaan karena Allah.

Sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama bahwa simpul keimanan yang paling kuat adalah mencintai karena Allah (al walaa’) dan membenci karena Allah (al baraa’). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan bahwa barangsiapa yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah maka dia telah menyempurnakan imannya.

Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah berkata :

Yang ketiga; bahwa barangsiapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan Allah tidak boleh baginya untuk memberikan loyalitas kepada orang yang menentang Allah dan Rasu-Nya walaupun dia adalah saudara kerabat yang terdekat. Dalilnya firman Allah (yang artinya), “Tidak akan kamu dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir justru berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya walaupun dia adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau sanak famili mereka. Mereka inilah orang-orang yang Allah tetapkan di dalam hatinya keimanan dan Allah perkuat mereka dengan ruh/pertolongan dari-Nya, Allah akan masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Mujadilah : 22)

Cinta dan benci karena Allah inilah yang diajarkan oleh para nabi ‘alaihimus salam kepada umatnya. Seperti yang ditegaskan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika berdakwah kepada kaumnya. Allah berfirman (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya; Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah selain dari Dzat yang telah menciptakanku…” (az-Zukhruf : 26-27)

Oleh sebab itu para ulama mengharamkan apa yang disebut dengan tawalli (loyalitas kepada musuh Islam) yaitu mencintai syirik dan orang musyrik atau membantu kaum kafir dalam menindas kaum muslimin. Perbuatan semacam ini termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Demikian pula apabila seorang muslim membantu kaum kafir untuk mengalahkan kaum muslimin karena dia ingin kekafiran dan syirik menang meskipun dia sendiri tidak menyukai syirik, hal ini termasuk kemurtadan (lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 40-41)

Termasuk perkara yang diharamkan juga adalah mencintai dan loyal kepada orang kafir atau musyrik dengan alasan duniawi atau karena hubungan kekerabatan dsb. Perbuatan semacam ini disebut dengan istilah muwaalah (setia) kepada orang kafir. Hal ini termasuk maksiat tetapi bukan kekafiran. Namun apabila kecintaan ini disertai pembelaan dan bantuan kepada mereka -dengan niat supaya kekafiran menang- ia berubah menjadi tawalli; yaitu loyalitas kepada musuh Allah yang termasuk dalam kekafiran dan pelakunya menjadi murtad. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai wali/pemimpin dan penolong…” (al-Mumtahanah : 1) (lihat keterangan Syaikh Shalih alu Syaikh hafizhahullah dalam Syarh Tsalatsah al-Ushul, hal. 41)

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian menjadi wali/penolong dan pemimpin apabila mereka lebih mencintai kekafiran di atas keimanan. Barangsiapa diantara kalian yang memberikan loyalitas kepada mereka, itulah orang-orang yang zalim.” (at-Taubah : 23)

Dalam hal walaa’ wal baraa’ manusia terbagi menjadi 3 bagian :

Pertama; yang dicintai sepenuhnya yaitu para nabi, orang yang salih lagi bertakwa

Kedua; yang dicintai dari satu sisi tetapi juga dibenci dari sisi lain; yaitu orang beriman yang melakukan maksiat atau dosa-dosa besar/kefasikan

Ketiga; yang dibenci sepenuhnya yaitu orang kafir atau musyrik.

Dalam memusuhi orang kafir juga perlu dibedakan bahwa ada orang kafir yang boleh diperangi (kafir harbi) dan ada yang tidak boleh diperangi (kafir mu’ahad). Bahkan kita juga diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga yang kafir dan berbakti kepada orang tua yang kafir. Tidak boleh berbuat zalim kepada orang kafir. Kita juga tidak boleh ikut merayakan hari raya orang kafir. Tidak boleh meniru-niru/tasyabbuh dalam suatu perkara yang menjadi ciri khas agama orang kafir.

Dari sini kita mengetahui bahwa Islam tidak mengajarkan terorisme. Islam mengajarkan toleransi dalam artian kita tidak boleh mengganggu ibadah orang-orang kafir. Tapi Islam juga bersikap tegas menolak segala bentuk syirik dan kekafiran. Islam menjunjung tinggi keadilan. Islam tidak mengajarkan perilaku ekstrim tetapi Islam juga menolak sikap meremehkan dan menyepelekan.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *