Seni Kerja Bakti
Bismillah.
Istilah kerja bakti atau gotong royong sepertinya sudah cukup dikenal luas di tengah masyarakat Indonesia. Kalau dalam istilah Islam kita mengenal ta’awun atau kerjasama, saling membantu dalam kebaikan.
Dalam praktek kerja bakti atau gotong royong tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar tujuan baik bisa dicapai dan optimal. Sebagai seorang muslim tentu kita harus selalu mengingat bahwa saling membantu dalam kebaikan ini adalah bagian dari ibadah dan keimanan.
Tidakkah kita ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih cabang; yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diantara bentuk kerja bakti adalah dengan membersihkan atau merawat jalan umum. Sebagaimana kita ketahui bahwa jalan adalah sarana untuk berlalu-lalang manusia; baik dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan. Maka dibutuhkan kesadaran untuk menjaga kebersihan dan keamanan jalan itu dengan menyingkirkan hal-hal yang bisa mengganggu atau membuat celaka pengguna jalan.
Ada lagi bentuk kerja bakti yang lain dengan menjaga kebersihan masjid dan merawat fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Hal ini juga termasuk perkara yang diperintahkan di dalam Islam. Karena masjid adalah tempat yang paling dicintai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar masjid itu selalu dibersihkan dan diberi wewangian. Kita tentu masih ingat bagaimana sikap bijaksana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat ada Arab Badui yang kencing di pojok masjid.
Sebagian Sahabat yang melihat kejadian itu geram dan ingin segera menghardik si Arab Badui, tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat penyayang dan hikmah dalam menasihatinya. Beliau dengan lemah lembut mengingatkan bahwa masjid ini adalah tempat untuk beribadah dan membaca al-Qur’an, sehingga sudah selayaknya dijaga dari segala bentuk kotoran. Sebelumnya, beliau membiarkan si Arab Badui menyelesaikan kencingnya dan memerintahkan sebagian Sahabat untuk mengambil seember air dan menyiram bekas kencingnya agar kotoran itu meresap ke dalam tanah.
Apabila kita cermati maka di sini terdapat pelajaran akhlak yang luar biasa. Bahwa untuk membangun kerjasama dalam kebaikan atau dakwah di masyarakat ini dibutuhkan sosok orang-orang yang paham ilmu agama dan bijaksana dalam bertindak. Selain itu juga dibutuhkan kepekaan terhadap kondisi orang lain yang didakwahi. Menghadapi orang desa tidak sama dengan orang kota.
Terkadang kalau di masyarakat kampung, yang lebih dibutuhkan adalah orang yang ‘mau tumandang’ alias siap untuk terjun langsung mengerjakan tugas, daripada orang yang hanya pintar usul atau perintah sana-sini. Sampai ada ungkapan dalam Bahasa Jawa; ‘sopo usul mikul’; siapa yang punya ide ya harus tanggung jawab mau mengurus atau mengupayakan idenya itu bisa terwujud dengan baik.
Dari sini, para pemuda dan pegiat dakwah harus lebih banyak belajar dalam membangun kerjasama dan proyek amal salih di tengah masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang mukmin satu sama lain seperti sebuah bangunan; yang mana sebagian memperkuat bagian yang lain.” (HR. Bukhari)
Untuk bisa menumbuhkan semangat kebersamaan ini diperlukan kesadaran, niat baik, dan juga pengorbanan. Terkadang dia perlu itsar/lebih mengutamakan saudaranya dalam bentuk berkorban melakukan hal-hal yang sekiranya itu bisa meringankan tugas bersama. Kalau dia punya waktu maka dia bisa menyisihkan waktunya, kalau dia punya harta maka bisa dia berperan dengan hartanya, dan seterusnya. Seorang bisa membantu kebaikan dan dakwah dengan apa yang mudah baginya.
Seperti yang dinasihatkan oleh para ulama bahwa orang yang tidak bisa bersyukur dengan nikmat yang sedikit -yang Allah berikan kepadanya- maka dia juga tidak akan bisa bersyukur dengan nikmat yang banyak. Ini adalah kenyataan yang bisa kita saksikan di tengah kehidupan. Banyak orang yang kaya secara materi tetapi hatinya selalu merasa kurang sehingga malas untuk berbagi. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang hanya karena bersedekah.” (HR. Muslim)
Dalam dunia dakwah ini kita harus belajar memberi dan berbagi kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajarkan kepada kita untuk berbagi makanan, memberikan minum, memuliakan tetangga, menolong orang yang kesusahan, menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan kepada kita untuk lebih mendahulukan kepentingan dan maslahat umat di atas kepentingan pribadi atau keluarga beliau. Kaum Anshor pun telah memberikan contoh sikap itsar/lebih mendahulukan pentingan saudaranya dari kalangan Muhajirin. Padahal mereka sendiri bisa jadi dalam keadaan sulit dan sangat membutuhkan. Inilah bukti kecintaan karena Allah…
Di masa-masa sulit dan penuh cobaan anda akan melihat bahwa orang-orang yang memiliki kekuatan iman dan tawakal kepada Allah yang tinggi akan bertahan dan lebih besar perhatiannya untuk memperjuangkan apa yang terbaik bagi umat ini. Mereka tidak sibuk mengeruk keuntungan pribadi, memburu popularitas, atau melempar tanggung jawab… Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berjihad adalah yang berjuang menundukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad)
Terkadang orang lebih pusing memikirkan apa komentar manusia terhadap dirinya, sedangkan ia lupa bagaimana penilaian Allah terhadap hati dan perbuatannya. Jika anda melihat saudara anda kesulitan dalam suatu kebaikan yang itu bersifat umum; yaitu untuk kebaikan umat sementara anda mampu untuk membantunya maka jangan anda sia-siakan kesempatan ini, walaupun hanya dengan separuh kalimat, atau seteguk air, atau sepotong kurma, atau setengah jam kerja bakti…
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kalian. Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya yang ikhlas dan tulus. Sementara banyak amal-amal besar membahana justru hancur dan sirna akibat riya’, sum’ah, ujub dan penyakit hati sebangsanya. Wallahul musta’aan.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com