Mutiara Hikmah

Sempurnakan Kekuatan Ilmu

Bismillah.

Diantara faidah yang sangat berharga dari Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat 751 H) adalah penjelasan yang beliau sampaikan tentang cara untuk mencapai kesempurnaan diri :

فَائِدَة للْإنْسَان قوتان قُوَّة علمية نظرية وَقُوَّة عملية إرادية وسعادته

التَّامَّة مَوْقُوفَة على استكمال قوتيه

Faidah; Manusia memiliki 2 kekuatan; kekuatan ilmu pengetahuan dan kekuatan amal serta kenginan. Kebahagiaan dirinya yang sempurna sangat bergantung pada penyempurnaan kedua buah kekuatan itu… (lihat kitab al-Fawa’id cet. al-‘Alamiyah, hal. 18 asy-Syamilah)

Beliau juga menambahkan keterangan :

واستكمال الْقُوَّة العلمية إِنَّمَا يكون بِمَعْرِِفَة

فاطره وبارئه وَمَعْرِفَة أَسْمَائِهِ وَصِفَاته وَمَعْرِفَة الطَّرِيق الَّتِي توصل إِلَيْهِ

وَمَعْرِفَة آفاتها وَمَعْرِفَة نَفسه وَمَعْرِفَة عيوبها فبهذه المعارف الْخَمْسَة يحصل كَمَال قوته العلمية

Adapun cara untuk menyempurnakan kekuatan ilmu adalah dengan mengenal Penciptanya, mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan mengenali jalan yang menyampaikan dirinya kepada Allah, serta mengenali berbagai penyakit/hambatannya, mengenal jati diri dan aib-aib dirinya. Dengan pengenalan terhadap 5 perkara inilah akan tercapai kesempurnaan kekuatan ilmu… (lihat al-Fawa’id, hal. 18-19)

Mengenal Allah

Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mengenal Allah bukan sebagaimana konsep yang dikembangkan oleh sebagian kaum yang semata-mata mengandalkan akal dan berhenti pada pengakuan terhadap rububiyah-Nya. Lebih jauh daripada itu, yang dimaksud mengenal Allah adalah dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya; baik yang berupa makhluk ciptaan-Nya maupun ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hakikat mengenal Allah adalah mentauhidkan-Nya dalam ibadah; yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya.

Mengenal Nama dan Sifat-Nya

Sesungguhnya Allah memiliki nama-nama yang mahaindah dan sifat-sifat yang mahamulia sebagaimana telah diterangkan dengan gamblang di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku beriman kepada Allah dan kepada apa-apa yang datang dari Allah sebagaimana kehendak Allah, dan aku beriman kepada Rasulullah beserta apa-apa yang datang dari Rasulullah sebagaimana yang dikehendaki oleh Rasulullah.” Dalam hal inilah para ulama Ahlus Sunnah menegaskan kaidah itsbatun bilaa tamtsiilin wa tanziihun bilaa ta’thiilin; menetapkan sifat Allah tanpa menyerupakan dengan makhluk, dan menyucikan sifat Allah tanpa menolak sifat-sifat tersebut…

Mengenal Jalan menuju Allah

Jalan yang akan mengantarkan manusia menuju Allah dan surga-Nya adalah jalan Islam. Jalan yang telah ditempuh oleh para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang salih terdahulu. Inilah jalan para sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in para salafus shalih. Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang yang megikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya…” (at-Taubah : 100)

Inilah yang disebut shirothol mustaqim/jalan yang lurus. Jalan yang menggabungkan antara ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Yaitu mengenali kebenaran dan mengamalkannya, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya Taisir al-Karim ar-Rahman. Bukan jalannya orang Yahudi, Nasrani maupun musyrikin. Jalannya orang yang berilmu dan beramal.

Mengenal Hambatan di Jalan Kebaikan

Seorang muslim juga wajib untuk mengenali keburukan dan jalan-jalan yang mengantarkan menuju neraka, sebagaimana dia butuh mengenali kebenaran dan jalan-jalan menuju surga. Manusia akan terlempar dari jalan yang lurus karena terpaan fitnah syubhat maupun fitnah syahwat. Kerusakan pada ilmu dan keyakinan atau kerusakan dalam hal amal dan keinginan. Kerusakan yang timbul karena tidak mengamalkan ilmu, atau kerusakan akibat beramal tanpa landasan ilmu. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan; tidak akan diperoleh petunjuk kecuali dengan ilmu dan tidak akan tercapai kelurusan/rasyad kecuali dengan kesabaran.

Sebagaimana pokok kebaikan itu mencakup tauhid, sunnah dan ketaatan, maka pokok keburukan itu bersumber pada 3 bentuk penyimpangan; syirik, bid’ah dan kemaksiatan. Oleh sebab itu orang yang men-tahqiq/merealisasikan tauhid adalah yang berjuang keras dan terus-menerus dalam membersihkan dirinya dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiat. Inilah kunci utama untuk bisa masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk meraihnya

Mengenal Karakter Hawa Nafsu dan Aib Manusia

Setiap manusia banyak melakukan dosa, dan sebaik-baik pelaku dosa adalah yang bertaubat dari kesalahannya. Untuk itu wajib bagi setiap muslim untuk mengenali keburukan dirinya dan bahaya hawa nafsu yang gemar menyeru kepada perbuatan keji dan nista. Segala bentuk ucapan dan perbuatan yang bertentangan dengan syari’at Allah maka itu adalah hawa nafsu yang diharamkan.

Manusia pun wajib mengenali kelemahan dirinya dan bahwa ia selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam setiap waktu di dalam kehidupannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh bersandar kepada diri sendiri atau kepada makhluk yang penuh kelemahan. Tidaklah kita bertawakal kecuali kepada Allah; yang langit dan bumi serta segala isinya berada di bawah kekuasaan dan kendali-Nya. Oleh sebab itu setiap muslim harus mengikis sifat sombong dan angkuh dari dalam hatinya. Kita semua adalah fakir di hadapan Allah. Tidak ada yang mendapat hidayah kecuali siapa yang diberi petunjuk oleh-Nya…

Demikian sedikit uraian singkat semoga bermanfaat. Wallahul musta’aan.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *