Akhlaq

Sabar Menghadapi Musibah

Bismillah.

Diantara keindahan ajaran Islam adalah ia bisa diterapkan dalam segala keadaan, bahkan ketika tertimpa musibah sekali pun Islam memberikan pencerahan dan harapan bagi orang yang sabar.

Para ulama kita menjelaskan bahwa sabar itu ada 3 macam; sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi maksiat, dan bersabar saat terkena musibah dan bencana. Sebagian ulama juga menjelaskan bahwa iman itu ada 2 bagian; sebagian sabar dan sebagian lagi syukur. Sabar maksudnya saat terkena musibah dan kesulitan, sedangkan bersyukur pada saat menerima kenikmatan dan kelapangan.

Banyak orang bisa bersabar ketika menghadapi musibah karena ia tidak bisa menghindar darinya. Mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus menghadapinya. Orang mukmin menjadikan musibah sebagai ladang pahala; dengan musibah itu dia mengharapkan pahala dan terhapusnya dosa-dosa. Bahkan sampai tusukan duri sekali pun itu bisa menyebabkan gugurnya dosa.

Musibah apa pun yang menimpa manusia telah ditakdirkan oleh Allah 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Musibah itu terjadi diantara sebab utamanya adalah maksiat dan dosa umat manusia. Setiap manusia pasti punya banyak dosa dan kesalahan; dan yang terbaik diantara mereka adalah yang selalu bertaubat. Oleh sebab itu sebagian salaf mengatakan, “Tidaklah bala/malapetaka turun kecuali disebabkan dosa, dan tidaklah ia diangkat kecuali dengan sebab taubat.”

Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan, “Sabar dalam iman seperti kedudukan kepala di dalam tubuh. Apabila kepala itu sudah putus maka tubuh bisa lagi bertahan hidup.” Sabar merupakan kunci pertolongan Allah dan bantuan dari-Nya. Allah bersama hamba-hamba yang sabar. Tidaklah seorang diberi anugerah yang lebh utama daripada sifat sabar.

Para rasul yang mendakwahkan tauhid kepada umatnya telah didustakan dan disakiti. Meskipun demikian mereka tetap bersabar hingga datanglah pertolongan Allah. Allah pun memerintahkan kepada rasul-Nya untuk bersabar sebagaimana kesabaran ulul azmi minar rusul. Sabar merupakan akhlak yang mulia dan keteguhan dalam memegang ajaran al-Kitab dan as-Sunnah.

Para ulama juga mengatakan bahwa berbekal sabar dan keyakinan akan tercapai derajat kepemimpinan dan teladan dalam agama. Sabar dalam menghadapi musibah pada hakikatnya merupakan gudang pahala, karena Allah akan memberikan pahala tak terhingga kepada orang-orang yang sabar. Kita lihat bagaimana kesabaran Nabi ‘Ayyub ‘alaihis salam dalam menghadapi penyakit sekian lama. Kita lihat bagaimana kesabaran Nabi Ya’qub ‘alaihis salam ketika kehilangan putranya yaitu Nabi Yusuf ‘alaihis salam.

Sabar itu digambarkan seperti sinar panas yang menerangi alam sekitarnya. Ia memancarkan cahaya dan terasa panas di dalam diri. Karena ia harus menahan rasa sakit, tidak meluapkan sikap protes, hatinya menerima ketetapan Allah, dia tidak marah kepada takdir Allah, ia tahan lisan dan tangannya dari melakukan ekspresi ketidaksabaran. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang bisa meredam amarahnya sebagai orang yang tangguh lagi perkasa…

Justru dengan adanya musibah duniawi ini akan mengingatkan manusia terhadap Rabb pencipta dan penguasa alam semesta. Agar mereka tidak congkak dan arogan dengan kemampuan dan kekuasaan yang mereka punya. Sebab pada hakikatnya semua daya dan kekuatan adalah milik-Na. Agar kaum yang durhaka berhenti dari perbuatan maksiat dan dosa-dosa. Agar manusia tidak terus-menerus tenggelam dalam kelalaian dan kesenangan yang semu dan membuat mereka lupa akan negeri akhirat…

Musibah yang membuat seorang semakin mendekat kepada Allah maka itu jauh lebih baik daripada kenikmatan yang membuatnya lalai dan larut dalam kemaksiatan dan kelalaian. Karena itulah Abu Hazim rahimahullah berkata, “Setiap nikmat yang tidak semakin membuat dekat kepada Allah maka pada hakikatnya itu merupakan malapetaka/bencana besar.”

Yang dimaksud oleh beliau adalah bencana dalam hal keimanan dan musibah agama; sesuatu yang tidak boleh orang mukmin bersabar di dalamnya. Karena sabar yang diperintahkan adalah ketika menghadapi musibah dalam urusan dunia. Adapun musibah agama kita berdoa kepada Allah untuk tidak tertimpa olehnya. Ketika seorang terjatuh dalam musibah agama maka yang harus dia lakukan adalah segera bertaubat kepada Allah dan beristighfar dari segala dosa dan kesalahan.

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam manusia paling alim dan paling bertakwa saja diperintahkan oleh Allah -setelah beliau (nabi) menunaikan tugas dakwah dan mengalami sekian banyak ujian di medan dakwah dan pada umur menjelang wafatnya- untuk beristighfar kepada Rabbnya; maka bagaimana lagi dengan kita?! Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sehari bisa beristighfar sampai 100 kali; padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya… lalu bagaimana kah lagi dengan kita ini, wahai saudaraku?

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *