Perintah Paling Besar

Bismillah.

Diantara pelajaran yang sangat berharga dari risalah Ushul Tsalatsah adalah memahami perintah yang paling agung dan larangan yang terbesar.

Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah berkata :

Perkara yang paling agung yang diperintahkan Allah adalah tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Adapun larangan yang paling besar adalah syirik; yaitu berdoa/beribadah kepada selain Allah bersama ibadah kepada-Nya. Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya), “Dan sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)

Hal ini menjadi faidah yang sangat penting bagi kita bahwa perintah Allah itu bertingkat-tingkat, begitu pula larangan-larangan. Ada perintah yang lebih besar dan lebih utama dari semua amal salih yaitu mentauhidkan Allah; inilah perintah Allah dan ibadah yang paling agung. Sebagaimana syirik kepada Allah merupakan bentuk dosa dan keharaman yang paling berat dari semua bentuk kemaksiatan.

Hal ini juga mengisyaratkan bahwa ibadah kepada Allah tidak akan diterima tanpa membersihkan diri dari syirik. Orang yang berbuat syirik bukanlah orang yang tidak mengenal Allah, bahkan mereka juga meyakini Allah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta. Akan tetapi mereka juga menujukan ibadahnya kepada selain Allah; apakah itu berupa malaikat, nabi atau wali, bahkan berupa batu dan pohon.

Allah berfirman (yang artinya), “Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu.” (al-Baqarah : 22)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan benar-benar jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, niscaya mereka akan menjawab bahwa yang menciptakannya adalah Dzat yang Maha perkasa lagi Maha mengetahui.” (az-Zukhruf : 9)

Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang menciptakan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’.” (Luqman : 25)  

Allah ta’ala juga berfirman mengenai mereka (yang artinya), “Dan tidaklah beriman kebanyakan mereka itu kepada Allah kecuali dalam keadaan musyrik.” (Yusuf : 106). Mujahid rahimahullah mengatakan : Iman mereka itu adalah perkataan mereka bahwa Allah pencipta kami, yang memberikan rezeki kepada kami dan mematikan kami. Ini adalah keimanan, dan pada saat yang sama mereka juga berbuat syirik dengan beribadah kepada selain-Nya.

Ikrimah rahimahullah berkata, “Tidaklah kebanyakan mereka -orang-orang musyrik- beriman kepada Allah kecuali dalam keadaan berbuat syirik. Apabila kamu tanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’. Itulah keimanan mereka, namun di saat yang sama mereka juga beribadah kepada selain-Nya.” (lihat Fath al-Bari [13/556])

Tauhid kepada Allah tidak cukup hanya dengan mengakui Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta (tauhid rububiyah). Akan tetapi harus dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

Allah ta’ala berfirman mengenai kaum musyrikin Quraisy (yang artinya), “Sesungguhnya mereka itu apabila dikatakan kepada mereka ‘laa ilaha illallah’ maka mereka pun menyombongkan diri. Mereka berkata ‘Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami hanya demi mengikuti seorang penyair gila?’.” (ash-Shaffat : 36)

Allah ta’ala berfirman menceritakan ucapan mereka (yang artinya), “Apakah dia -Muhammad- menjadikan sesembahan-sesembahan yang banyak ini menjadi satu sesembahan saja. Sesungguhnya ini adalah perkara yang sangat mengherankan.” (Shaad : 5)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan diri mereka, niscaya mereka menjawab: Allah. Lalu dari mana mereka bisa dipalingkan (dari menyembah Allah).” (az-Zukhruf: 87)

Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang-orang musyrik arab dahulu mengakui tauhid rububiyah. Mereka mengakui bahwa pencipta langit dan bumi ini hanya satu.” (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 81, lihat juga Fath al-Majid, hal. 16, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [6/201] [7/167])

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Sebagaimana pula wajib diketahui bahwa pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tidak cukup dan tidak bermanfaat kecuali apabila disertai pengakuan terhadap tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam beribadah) dan merealisasikan hal itu dengan ucapan, amalan, dan keyakinan…” (lihat Syarh Kasyf asy-Syubuhat, hal. 24-25)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Diantara perkara yang mengherankan adalah kebanyakan penulis dalam bidang ilmu tauhid dari kalangan belakangan (muta’akhirin) lebih memfokuskan pembahasan mengenai tauhid rububiyah. Seolah-olah mereka berbicara dengan kaum yang mengingkari keberadaan Rabb [Allah] -walaupun mungkin ada orang yang mengingkari Rabb [Pencipta dan Penguasa alam semesta]- tetapi bukankah masih banyak umat Islam yang terjerumus ke dalam syirik ibadah!!” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [1/8])

Demikian sedikit faidah yang bisa kami sajikan dalam kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *