Bismillah.
Manusia tidak lepas dari kebutuhan makanan dan minuman. Para pakar kesehatan pun banyak memberikan nasihat dan wejangan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga pola makan.
Sebagian orang tidak pandai menjaga pola makannya. Pada akhirnya hal itu menyebabkan dirinya rentan terserang berbagai penyakit dan kelemahan pada badannya. Diantara sebab lemahnya tubuh dan kondisi yang tidak sehat itu seringkali karena kekurangan gizi, semisal karena kurangnya mengkonsumsi sayuran atau makanan bergizi lainnya. Konon demikian, menurut para ahli kesehatan.
Sebagai muslim, kita tentu merasa butuh kepada kekuatan iman. Kekuatan iman itulah yang akan menjaga kekuatan tubuh kita. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama bahwa diantara dampak kemaksiatan adalah melemahkan badan dan menghalangi rezeki. Namun, perlu diingat bahwa seorang muslim melaksanakan ketaatan atau menjauhi maksiat adalah karena Allah dan mencari pahala dari-Nya, bukan karena semata-mata mengharapkan bagian dari kesenangan dunia yang fana.
Saudaraku, kita tidak bisa lepas dari kebutuhan ilmu agama. Karena ia ibarat makanan bergizi tinggi bagi hidup dan kehidupan manusia. Sering kita dengar perkataan para ilmuwan bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama itu buta. Dengan bahasa yang mudah bisa kita maknai bahwa sehebat apapun orang dalam kemajuan ilmu pengetahuan/sains maka jika tidak disertai pemahaman yang benar dalam beragama maka tetap saja akan melahirkan para manusia yang buta akan kebenaran dari Rabbnya.
Mungkin kita pernah mendengar atau membaca ada sebagian ilmuwan yang pandai dalam ilmu tertentu tetapi tidak percaya dengan tuhan atau tidak mau menerima agama. Mereka lebih mempercayai akal pikiran dan logikanya yang lemah daripada wahyu Allah dan petunjuk Rasul-Nya. Sesungguhnya hal ini mencerminkan kerusakan pada akal pikiran dan pemahaman. Mereka bersandar kepada pengetahuan manusia yang begitu terbatas lantas meninggalkan bimbingan Allah yang ilmu-Nya mahaluas.
Padahal, Allah sudah memberikan jaminan keselamatan bagi siapa saja yang mau menundukkan akalnya untuk mengikuti petunjuk Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Ibnu ‘Abbas menafsirkan, “Allah memberikan jaminan bagi siapa yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajarannya; bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka nanti di akhirat.”
Dari sini, mengikuti petunjuk Allah merupakan sebab keselamatan hamba. Mungkin kita sering melihat ada orang yang jauh-jauh datang dari daerahnya untuk bertemu dengan para ahli dan pakar di bidangnya untuk sekedar meminta saran dan solusi bagi problem yang dihadapi perusahaan atau instansi tempat dimana mereka bekerja. Hal ini lumrah kita saksikan dalam perkara-perkara keduniaan atau dunia usaha.
Manusia merasa butuh kepada orang-orang yang menguasai ilmu-ilmu dunia, karena dengan itu mereka akan bisa mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Mungkin sedikit berbeda dengan fenomena ilmu agama; tentu agama Islam yang kita bicarakan. Banyak orang yang tidak sadar akan kebutuhan mereka kepada ilmu dan para ulama. Padahal ilmu agama ini adalah gizi bagi hati dan jalan kebahagiaan hamba.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya niscaya Allah akan pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu agama inilah yang akan membuahkan ketaatan dan dzikir. Karena itu para ulama mengatakan bahwa ilmu sebelum ucapan dan amalan. Tidak lain karena ilmu itulah pondasi tegaknya iman dan amal salih. Tidak ada ketaatan yang diterima kecuali yang dilandasi ilmu dan aqidah yang benar. Tidak ada dzikir yang lurus melainkan jika dibangun di atas keyakinan dan pemahaman akan maksud Allah dan Rasul-Nya. Tidak akan lurus dzikirnya pada diri orang yang ilmunya tidak beres.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Bagaimana kiranya keadaan seekor ikan apabila memisahkan dirinya dari air?”. Sementara seorang ulama terdahulu bernama Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Dzikir adalah taat kepada Allah. Barangsiapa taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya, dan barangsiapa yang tidak taat kepada Allah maka dia bukanlah orang yang berdzikir dengan sebenarnya, meskipun banyak membaca tasbih dan bacaan al-Qur’an.”
Para ulama kita juga menjelaskan bahwa dzikir yang paling utama adalah yang bersesuaian antara apa yang diucapkan dengan lisan dengan apa yang ada di dalam hati pelakunya. Bukankah orang munafik mengucapkan dua kalimat syahadat? Akan tetapi pada saat yang sama mereka diberikan ancaman oleh Allah akan menghuni kerak neraka yang paling bawah. Padahal kalimat tauhid adalah dzikir yang paling utama.
Tidak lain, hal itu disebabkan karena hati mereka kosong dari iman dan keikhlasan. Dan yang lebih menyedihkan juga bahwa hal itu mencerminkan bahwa mereka tidak membangun agamanya di atas ilmu dan pemahaman yang benar. Oleh sebab itu Allah menyebut kaum munafikin dalam al-Qur’an dengan gelar as-Sufahaa’; yaitu orang-orang yang dungu. Disebabkan mereka telah melecehkan generasi terbaik umat ini -yaitu para sahabat- sebagai orang-orang yang safih/dungu.
Sudah saatnya, kita kembali memeriksa kebutuhan ilmu dan gizi bagi hati ini. Sebab jika ia tidak dirawat sepanjang hari dengan ketakwaan maka ia akan menjadi kotor, rusak, dan bahkan bisa mati. Jangan lupa untuk terus berdoa kepada Allah ‘Allahumma aati nafsi taqwaahaa…’ Ya Allah, berikanlah kepada diriku ini ketakwaannya….
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat untuk diriku dan dirimu…
# Penyusun : Redaksi al-mubarok.com
0 Komentar