AkhlaqAqidahSyarah Kitab

Mukadimah al-Qaul as-Sadid (bagian 2)

Bismillah.

Pada bagian sebelumnya, kita telah membaca bagian awal dari mukadimah kitab al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah. Berikut ini akan kami lanjutkan kembali terjemah dari isi mukadimah beliau.

Beliau mengatakan :

Dan diantara kasih sayang Allah adalah ketika Allah turun setiap malam ke langit dunia untuk menawarkan apa saja yang dibutuhkan oleh hamba-hamba-Nya, yaitu pada saat tersisa sepertiga malam terakhir. Allah mengatakan, “Tidak ada yang lebih pantas untuk dimintai demi memenuhi kebutuhan hamba-Ku selain Aku. Siapa yang mau berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, siapa yang mau meminta kepada-Ku akan Aku beri, siapa yang mau mohon ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni.” Demikian terus terjadi hingga terbit fajar (datang waktu subuh). Maka Allah turun sebagaimana yang dikehendaki-Nya, dan Dia melakukan sebagaimana apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.

Mereka -Ahlus Sunnah- juga meyakini bahwa Allah al-Hakim/mahabijaksana. Dia memiliki hikmah yang sempurna dalam semua syari’at-Nya dan ketetapan takdir-Nya. Tidaklah Allah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Dan tidaklah Allah mengatur di dalam syari’at melainkan untuk berbagai kemaslahatan dan mengandung banyak hikmah/pelajaran.

Mereka pun meyakini bahwa Allah at-Tawwab/mahapenerima taubat al-Ghafur/mahapengampun. Allah akan menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan mereka, Allah mengampuni dosa-dosa yang berat bagi orang yang mau bertaubat, yang mau beristighfar dan kembali taat/inabah. Dia asy-Syakur/mahaberterima kasih. Allah menghargai amalan walaupun kecil/sedikit, dan Allah tambahkan kepada orang-orang yang bersyukur keutamaan dari-Nya.

Tambahan Keterangan :

Di dalam mukadimah ini, Syaikh as-Sa’di rahimahullah ingin menunjukkan kepada kita tentang betapa luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Diantara dalil yang menunjukkan sifat rahmat itu adalah nama Allah ar-Rahman dan ar-Rahim. Nama ar-Rahman mengandung makna Allah pemilik sifat kasih sayang yang sangat luas, sedangkan nama ar-Rahim bermakna Allah menyampaikan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Wajib mengimani Allah memiliki sifat rahmat dan tidak boleh menyelewengkan makna rahmat menjadi irodatul in’am/keinginan memberi nikmat. Memang Allah mencurahkan nikmat kepada hamba-Nya, dan itu merupakan bagian dan konsekuensi dari rahmat-Nya.

Sifat rahmat pada diri Allah tidak serupa dengan rahmat pada manusia. Apabila manusia merahmati atau menyayangi orang lain karena butuh kepadanya, maka Allah sama sekali tidak membutuhkan makhluk-Nya. Kasih sayang Allah kepada hamba melebihi kasih sayang seorang ibu kepada bayinya. Diantara bukti luasnya rahmat Allah adalah dosa apapun bisa terampuni apabila pelakunya benar-benar bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap dirinya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala bentuk dosa. Sesungguhnya Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (az-Zumar : 53)

Lebih daripada itu, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertaubat itu. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang senantiasa bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka menyucikan diri.” (al-Baqarah : 222). Allah masih menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum berada di tenggorokan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala menerima taubat hamba selama nyawa belum di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani)

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *