Bismillah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : Sesungguhnya keberadaan agama dan dunia ini ada pada keberadaan dan terjaganya ilmu. Dengan lenyapnya ilmu maka lenyap pula dunia dan agama. Maka tegaknya urusan agama dan dunia hanya terwujud dengan adanya ilmu.
Kemudian, beliau menukil ucapan Imam az-Zuhri : Berpegang teguh dengan Sunnah/ajaran nabi adalah jalan keselamatan, sementara ilmu ini diangkat secara cepat, maka tersebarnya ilmu merupakan sebab keteguhan urusan agama dan dunia, sedangkan hilangnya ilmu merupakan sebab lenyapnya itu semua (lihat al-’Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 219)
Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma menuturkan : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu ini secara tiba-tiba dari manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan dicabutnya nyawa para ulama. Sampai apabila Allah tidak meninggalkan seorang alim maka orang-orang pun mengangkat para pemimpin yang bodoh. Mereka pun ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari no 100 dan Muslim no 2673, ini lafal Muslim)
Hadits yang agung ini mengandung banyak pelajaran, diantaranya :
– Dorongan untuk menjaga dan memelihara ilmu
– Peringatan keras dari mengangkat orang bodoh sebagai pemimpin
– Hadits ini menunjukkan bahwa kedudukan fatwa merupakan kepemimpinan yang sejati
– Celaan bagi orang yang berfatwa tanpa ilmu
(lihat keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, 1/238)
Selain itu, guru kami Syaikh Walid Saifun Nashr hafizhahullah dalam daurah Sahih Muslim juga memberikan tambahan faidah, diantaranya :
– Diharamkannya berfatwa semata-mata dengan taklid/ikut-ikutan
– Diharamkannya berbicara mengatasnamakan Allah/agama tanpa landasan ilmu
– Fatwa bersumber dari ilmu terhadap al-Kitab dan as-Sunnah
Beliau -Syaikh Walid- juga menjelaskan bahwasanya hancurnya alam semesta disebabkan lenyapnya ilmu (agama) dan merebaknya kebodohan. Hal ini telah dijelaskan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diantara tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, merebaknya kebodohan, khamr diminum secara merajalela, dan perzinaan merebak dimana-mana.” (HR. Bukhari no 80 dan Muslim no 2671)
Karena itulah Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahih-nya mencantumkan hadits ini di dalam bab terangkatnya ilmu dan tampaknya kebodohan. Beliau juga mengutip perkataan seorang ulama salaf bernama Rabi’ah yang menasihatkan, “Tidak selayaknya bagi seorang yang memiliki ilmu untuk menyia-nyiakan dirinya sendiri.” Diantara maksudnya adalah apabila seorang memiliki kemampuan untuk menyerap ilmu dan mendalaminya maka janganlah dia bermalas-malasan dan meninggalkan kegiatan menimba ilmu dan mengajarkannya. Karena apabila hal itu terjadi niscaya ilmu akan ikut terangkat/hilang secara perlahan (lihat Fath al-Bari, 1/216)
Dengan kata lain, hal ini memberikan faidah bagi kita bahwa seorang yang diberikan kemudahan oleh Allah untuk mendapatkan ilmu dan mempelajarinya maka tidak selayaknya untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan dalam belajar. Karena dengan belajar agama dan menyebarkannya menjadi sebab terjaganya ilmu dan terpeliharanya kebaikan di alam semesta. Inilah kandungan makna dari petuah Imam az-Zuhri di atas, bahwa tersebarnya ilmu merupakan sebab terpeliharanya urusan agama dan dunia. Ini pula yang ditegaskan oleh Ibnul Qayyim; rahimahumallah.
Dari sinilah kita mengetahui bahwa rusaknya suatu negeri tatkala kebodohan tentang agama ini merajalela dan kepemimpinan tidak dilandasi dengan panduan ilmu syar’i. Dengan demikian membangun kejayaan umat ini tidak bisa dilepaskan dari memakmurkan majelis-majelis ilmu agama dan menyebarluaskan ilmu dan nasihat para ulama yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Dan tidak bisa kejayaan Islam dibangun hanya dengan modal semangat atau teriakan dan slogan kosong belaka. Tidak bisa memperjuangkan kemuliaan agama ini kecuali dengan panduan ilmu agama. Bahkan tidak akan bisa meraih kebaikan orang yang mencampakkan ilmu agama!
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah jadikan dia fakih/paham dalam hal agama.” (HR. Bukhari no 71 dan Muslim no 1037 dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu). Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa di dalam hadits ini terkandung keutamaan ilmu dan mendalami agama serta dorongan untuk mempelajarinya, sebabnya adalah karena ilmu menjadi pemandu menuju ketakwaan kepada Allah ta’ala (lihat Syarh Sahih Muslim, 4/362)
Haidts Mu’awiyah ini juga mengandung keutamaan yang besar bagi para ulama ahli agama dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu yang lainnya. Demikian kandungan penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (lihat Fath al-Bari, 1/200)
Dari sinilah kita mengetahui letak pentingnya berbagai sarana untuk menjaga dan memelihara ilmu agama seperti keberadaan para ulama dan pengajar ilmu agama, adanya tempat-tempat untuk mengajarkan ilmu, adanya buku dan kitab-kitab yang menyimpan keterangan ilmu, dan adanya media untuk menyebarluaskan ilmu di tengah manusia.
Maka bergembiralah apabila Allah berikan kemudahan bagi anda untuk belajar agama, untuk membantu tersebarnya ilmu agama, untuk berkhidmat terhadap ilmu dan ulama, untuk memberikan dukungan secara moril maupun materiil kepada penimba ilmu agama… Sebab inilah sejatinya kunci kejayaan sebuah bangsa dan jalan kemuliaan umat manusia…
Semoga Allah merahmati para guru kita yang telah mengajarkan kepada kita ilmu agama ini; bagaimana membaca kitab Allah, bagaimana memahami ayat dan hadits, bagaimana membaca kitab para ulama, mereka lah para pejuang kemuliaan dan penggerak kehidupan.. Semoga Allah juga mencurahkan rahmat-Nya kepada para donatur dan muhsinin yang membantu kegiatan dakwah dan membangun masjid untuk tersebarnya ilmu agama dan mendidik calon-calon ulama…
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Perpustakaan al-Mubarok,
Kasihan Bantul Yogyakarta – 14 Syawwal 1442 H