Aqidah

Khouf dan Roja’

Bismillah.

Diantara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan aqidah khouf dan roja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.

Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khouf dan roja’. Khouf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Roja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah/rasa cinta; yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.

Allah berfirman :

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ

“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang, dan sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (al-Hijr : 49-50)

Syaikh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan :

ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة

“Oleh sebab itu semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (lihat Fatawa al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel : https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)

Diantara buah dan manfaat dari khouf adalah segera bertaubat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari roja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepadanya.

Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khouf dan roja’ Oleh sebab itu Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)

Sementara ibadah kepada Allah adalah ketaatan yang dilandasi dengan puncak perendahan diri yang disertai dengan puncak kecintaan. Ketaatan kepada Allah itu lahir dari kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana ungkapan orang arab innal muhibba liman yuhibbu muthii’u; orang yang mencintai maka dia akan patuh kepada siapa yang dia cintai/kekasihnya itu.

Seorang mukmin menyandarkan hatinya kepada Allah, karena hanya Allah Dzat yang menguasai alam semesta. Dia berharap kepada Allah dan pahala dari-Nya, dia pun mengharapkan curahan rahmat-Nya. Dia pun takut kepada Allah dan hukuman-Nya. Dia takut menyelisihi dan menyimpang dari petunjuk-Nya. Oleh sebab itu apabila dia terjerumus dalam dosa dia pun segera kembali dan bertaubat. Dia beramal salih tetapi dia juga khawatir apabila amalnya tidak diterima oleh Rabbnya. Dia tidak melihat Rabbnya kecuali sebagai Dzat yang senantiasa berbuat ihsan/kebaikan dan terus melimpahkan kenikmatan. Dan dia tidaklah dia melihat dirinya sendiri kecuali penuh dengan berbagai kekurangan dan kesalahan…

Oleh sebab itu pula para ulama salaf menggambarkan bahwa orang beriman itu memendam rasa takut kalau-kalau dirinya terjangkiti kemunafikan, di samping dia juga khawatir apabila Allah tidak menerima amalnya karena sedikitnya kualitas penghambaan dan jeleknya ketaatan yang dia persembahkan. Sebaliknya, orang munafik tenggelam dalam perasaan aman dari penyakit kekafiran.

Harapan yang ada pada kaum beriman membuahkan amal dan keikhlasan dalam beribadah. Sementara angan-angan yang ada pada kaum munafik menghasilkan kemalasan dan riya’ dalam beramal. Rasa takut pada ahli tauhid membuat dirinya khawatir terseret dalam arus kemusyrikan, sebagaimana takutnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari menyembah berhala… Adapun kaum munafik dan orang yang lemah imannya rasa takutnya kepada gangguan dan celaan manusia membuat mereka meninggalkan jalan ketaatan dan perjuangan demi mengejar serpihan kesenangan dunia…

Demikian sedikit catatan, semoga bermanfaat… Wallahu a’lam.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *