Belajar Jarak JauhSyarah Kitab

Keutamaan Tauhid (bagian 4)

Bismillah.

Alhamdulillah pada kesempatan ini Allah beri kesempatan bagi kita untuk melanjutkan pembahasan tentang keutamaan tauhid dari Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah.

Penulis mengatakan :

وعن أبي سعيد الخدري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “قال موسى: يا رب علمني شيئا أذكرك وأدعوك به. قال: قل يا موسى: لا إله إلا الله ; قال: يا رب كل عبادك يقولون هذا. قال: يا موسى لو

أن السموات السبع وعامرهن غيري والأرضين السبع في كفة، ولا إله إلا الله في كفة، مالت بهن لا إله إلا الله”.

رواه ابن حبان والحاكم وصححه

Dari Abu Sa’id al-Khudri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : Musa berkata “Wahai Rabbku, ajarkan kepadaku suatu bacaan untuk aku berdzikir dan berdoa kepada-Mu.” Allah menjawab, “Ucapkanlah wahai Musa kalimat laa ilaha illallah.” Musa berkata, “Wahai Rabbku, semua hamba-Mu mengucapkan kalimat ini.” Allah mengatakan, “Wahai Musa, seandainya langit yang tujuh dan penduduknya selain Aku dan bumi yang tujuh diletakkan di atas satu daun timbangan dan laa ilaha illallah di atas satu daun timbangan niscaya akan lebih berat ucapan laa ilaha illallah.” (HR. Ibnu Hiban dan al-Hakim dan beliau menyatakan hadits ini sahih)

Hadits ini memberikan pelajaran bagi kita tentang keutamaan tauhid yang terkandung dalam kalimat laa ilaha illallah. Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan ucapan laa ilaha illallah ialah yang memenuhi rukun dan syaratnya, bukan sekedar ucapan di lisan. Karena orang munafik juga mengucapkan kalimat laa ilaha illallah tetapi mereka di akhirat berada di kerak neraka yang paling bawah. Hal itu disebabkan syahadat yang mereka ucapkan tidak memenuhi rukun dan syaratnya.

Rukun laa ilaha illallah ada 2; menetapkan ibadah untuk Allah dan menolak ibadah kepada selain Allah. Adapun syaratnya ada 7; mengetahui maknanya, meyakini isinya, ikhlas dalam mengucapkannya, jujur dalam bersyahadat, mencintai kandungannya, tunduh dan patuh terhadap aturan dan konsekuensinya dan menerima konsekuensi beribadah kepada Allah semata. Sebagian ulama juga menambahkan syarat kedelapan yaitu mengingkari segala bentuk sesembahan selain Allah; yang pada hakikatnya ini juga sudah tercakup dalam rukun laa ilaha illallah.

Dari hadits ini kita mengetahui bahwa sebuah kalimat yang ringan di lisan tetap di sisi Allah ia bisa lebih berat daripada timbangan langit dan bumi disebabkan keutamaan tauhid yang terkandung di dalamnya. Hal ini juga mengisyaratkan kepada kita mengenai keutamaan amal-amal hati; karena tidaklah kalimat tauhid ini menjadi berbobot kecuali jika disertai amalan-amalan hati semacam cinta, takut dan berharap kepada Allah. Ketiga amalan hati inilah poros ibadah kepada Allah…

Sebagaimana diketahui bahwa ibadah kepada Allah itu harus mengandung puncak perendahan diri dan puncak kecintaan kepada-Nya. Ibadah kepada Allah diwujudkan dengan tunduk kepada perintah dan larangan-Nya dengan penuh keikhlasan dan keimanan. Oleh sebab itu ibadah dari orang kafir atau musyrik tidak akan diterima, begitu juga ibadah dari orang yang riya’.

Semoga sedikit catatan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Wallahu a’lam.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *