MuhasabahNasehatPenyucian Jiwa

Gelas Kotor Pun Perlu Dicuci

Bismillah.

Menikmati minuman suatu hal yang tidak dipungkiri, terutama bagi mereka yang kehausan. Mungkin sebagian orang menyukai teh, kopi, atau jenis minuman halal yang lainnya. Begitu nikmatnya minum maka di surga pun Allah berikan nikmat minuman kepada para penduduk surga. Setiap orang berakal akan mengakui bahwa minum adalah salah satu bentuk nikmat Allah atas manusia, bahkan binatang sekalipun. Akan tetapi seringkali kita lalai dari mensyukurinya.

Teh, kopi, sirup, atau susu. Kita semua tahu bahwa ini adalah benda-benda suci, tidak najis sama sekali, dan juga tidak haram. Akan tetapi ketika gelas kita sudah selesai digunakan untuk meneguk minuman-minuman itu dan selesai lah kesenangan kita memanfaatkan gelas tersebut maka tidak segan-segan kita menyebut bahwa gelas itu adalah gelas yang kotor. Bukan karena kopi atau teh dan susu termasuk kotoran. Ya tentu saja tidak. Hanya saja gelas itu butuh untuk dicuci agar bisa digunakan kembali seperti sedia kala. Begitu pula piring dan alat makan yang lainnya.

Kita bersama telah mengetahui bahwa Islam sangat memperhatikan kebersihan, bahkan sesuatu yang lebih mulia darinya yaitu kesucian. Sampai-sampai disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa, “Bersuci adalah separuh keimanan.” (HR. Muslim). Diantara tanda pentingnya kebersihan adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar masjid-masjid dijaga kebersihannya. Hal ini bisa kita petik dari kisah Arab Badui yang kencing di masjid lalu mendapatkan nasihat yang amat bijaksana dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula adanya syariat untuk mandi jumat bagi mereka yang hendak menghadiri ibadah sholat jum’at.

Apabila rumah kita saja begitu kita perhatikan kebersihannya. Begitu pula baju dan pakaian yang kita kenakan. Maka rumah Allah tentu lebih pantas untuk dijaga kebersihannya. Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa hati manusia pun harus terus selalu dibersihkan dengan taubat dan istighfar. Kita sering malu karena banyaknya pakaian kotor yang menumpuk dalam kamar atau keranjang pakaian. Kita juga malu kalau banyak alat makan yang sudah lama tidak dicuci dan terpampang di hadapan khalayak. Maka semestinya kita lebih malu tatkala rumah Allah tidak kita pelihara kebersihannya, begitu pula saat-saat dimana hati kita terlantar karena kering dari istighfar.

Tidakkah kita ingat bahwa diantara wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berisi perintah untuk membersihkan pakaian? Baik pakaian dalam artian fisik maupun hati… sebagaimana tercantum dalam ayat yang berbunyi ‘wa tsiyaabaka fathohhir’ yang artinya, “Dan pakaianmu maka sucikanlah.” Para ulama menafsirkan bahwa maksud ayat ini adalah bersihkan amal-amalmu dari syirik. Adapula yang menafsirkan pakaian di sini dengan makna hati. Sebagian ulama lebih menguatkan bahwa yang dimaksud pembersihan atau penyucian di sini lebih dominan kepada penyucian hati dan amalan, karena saat itu belum turun kewajiban sholat.

Tulisan ini tidaklah bermaksud menyindir pihak-pihak tertentu yang mungkin merasa tersinggung dengan apa yang kami sampaikan. Tidaklah maksud kami melainkan sekedar mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menasihati umatnya seraya mengatakan, “Ada apa dengan sebagian orang yang melakukan atau mengatakan demikian dan demikian…” tanpa menyebut siapa nama pelakunya dan dimana kejadiannya. Kita semua butuh kepada pembersihan dan penyucian, baik secara fisik maupun ruhiyah. Dan kita semua banyak melakukan kesalahan dan dosa yang itu semuanya butuh kepada taubat dan penyesalan. Alangkah sombongnya jika kita merasa sudah suci atau paling suci, sementara Allah mengatakan yang artinya, “Janganlah kalian menganggap diri kalian suci/memuji diri sendiri, Dia yang lebih mengetahui siapa orang yang bertakwa…”

Sebagian orang ketika melihat banyaknya gelas kotor teringat bahwa hati ini pun -yang boleh jadi penuh dengan kotoran dosa- perlu dicuci dan dibersihkan. Sebagian orang juga mulai tersadar bahwa membersihkan halaman atau menyapu masjid dan membersihkan tempat wudhu bukanlah amalan yang patut untuk diremehkan. Ya Allah, berikanlah kepada kami ampunan-Mu…

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *