Bismillah.
Izinkanlah kami pada kesempatan ini untuk sedikit berbagi motivasi. Minimal ya untuk diri sendiri dan teman-teman. Alkisah, di tahun 2001-an kami bertemu dengan seorang mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 1999. Beliau seorang mahasiswa muslim dan aktif mengurus masjid.
Anak muda semacam beliau mungkin tidak banyak. Punya semangat besar untuk belajar agama dan juga giat membantu dakwah di masyarakat. Sebut saja namanya Abu Yazid -semoga Allah menjaga beliau-. Ketika itu beliau menjadi takmir mahasiswa di Masjid Siswa Graha di Pogung Kidul sebelah utara Kampus Teknik UGM. Masjid ini tentu tidak asing bagi teman-teman yang tinggal di Pogung Kidul…
Ternyata beliau selain kuliah juga ikut belajar agama secara rutin di program Ma’had al-‘Ilmi yang digerakkan oleh para mahasiswa UGM kala itu seperti Ust. Fauzan dan Ust. Eko yang keduanya juga masih berstatus mahasiswa Teknik Kimia. Ma’had al-‘Ilmi ini cukup unik karena mengadakan pelajaran dengan kitab ulama yang berbahasa arab tanpa harokat atau sering disebut kitab gundul.
Ustadz Abu Yazid juga alhamdulillah diberi taufik untuk mengajar ilmu bahasa Arab bagi para mahasiswa adik tingkatnya. Selain itu beliau juga aktif menjadi imam masjid dan ikut serta merintis kegiatan dakwah mahasiswa di sekitar Kampus UMY Kasihan Bantul kala itu. Suatu yang wajar jika para mahasiswa ini saling mendukung dalam dakwah di masyarakat, tentu bukan karena fanatisme golongan, tetapi karena kepedulian terhadap nasib umat Islam dan masa depan generasi muda.
Sampai tibalah suat saat, Allah beri taufik kepada beliau untuk bekerja kepada seorang Syaikh di Arab Saudi sebagai qori’/pembaca kitab karena Syaikh tersebut buta. Beliau dipercaya sebagai asisten pribadi dan tentu setiap hari ikut belajar menimba ilmu darinya. Hingga akhirnya beliau dimudahkan untuk menempuh jenjang kuliah S-1 ilmu syar’i di sebuah kampus Islam ternama di negeri itu.
Kini, beliau telah pulang ke tanah air dan membina sebuah pondok pesantren Tahfidz al-Qur’an di sebuah kota di Jawa Tengah. Siapa sangka, sosok Ustadz Abu Yazid yang dulu tinggal di masjid sebagai takmir mahasiswa kini telah menjadi mudir/direktur pondok dan guru serta juru dakwah yang menebar ilmu bagi banyak manusia. Diantara murid beliau di masa mahasiswa yang kami kenal pun kini telah tumbuh menjadi para da’i dan asatidz yang terjun langsung dakwah di masyarakat dan di media sosial.
Memang, beliau tidak tenar seperti sebagian murid-muridnya. Akan tetapi nama dan kiprah beliau insya Allah akan selalu menjadi inspirasi anak muda seperti kami dan rekan-rekan yang saat itu ikut istifadah dari perjuangan beliau di Masjid Siswa Graha bersama para pejuang dakwah dari Wisma Misfallah Tolabul Ilmi; yang saat itu menjadi markas Lembaga Bimbingan Islam Al-Atsary; dan kini lembaga itu telah berkembang menjadi Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari dan berkantor di Pogungrejo.
Ya, ada banyak sekali faidah dari sepenggal perjalanan hidup beliau. Perjuangan anak muda perantau dari Aceh di kota pelajar ini kemudian rihlah ke luar negeri untuk menimba ilmu agama kepada para ulama demi mencapai sebuah asa yang mulia. Beliau mengikuti jejak para pendahulunya semacam Ust. Kholid Syamhudi hafizhahullah yang juga pernah menempuh bangku kuliah di Jurusan yang sama di UGM dan kini telah membina pesantren dan berjuang di jalan dakwah Sunnah di tengah masyarakat.
Kini, anak-anak Teknik UGM mungkin menantikan sosok semacam beliau yang bisa memberikan motivasi dan semangat untuk berjuang memperbaiki keadaan umat…
Semoga Allah menjaga Ust. Abu Yazid serta memberkahi umur, ilmu, dan keluarganya.
Ditulis untuk Channel Telegram ‘Keluarga Alumni Al-Atsari’ oleh Ketua Umum YPIA di meja kantor YPIA
Kamis 24 Dzulqa’dah 1446 H