Bahasa Arab

Belajar Kaidah Bahasa Arab [2]

Topik pembahasan :

– Macam-macam fi’il
– Fi’il madhi dan contohnya
– Fi’il mudhori’ dan contohnya
– Fi’il amr dan contohnya
– Tanda-tanda fi’il
– Fi’il ma’lum dan maj-hul
– Fa’il dan na’ibul fa’il
– Komponen jumlah fi’liyah
– Fi’il lazim dan fi’il muta’addi

Di dalam bahasa arab, fi’il (kata kerja) terbagi menjadi tiga; fi’il madhi, fi’il mudhori’, dan fi’il amr. Fi’il madhi adalah kata kerja lampau. Fi’il mudhori’ kata kerja sekarang atau akan datang. Adapun fi’il amr adalah kata kerja perintah. Contoh fi’il madhi misalnya; kata yang berbunyi ‘kataba’ artinya ‘telah menulis’. Contoh fi’il mudhori’ misalnya; kata yang berbunyi ‘yaktubu’ artinya ‘sedang menulis’. Contoh fi’il amr misalnya kata yang berbunyi; ‘uktub’ artinya ‘tulislah’.

n7o-5-1

Fi’il bisa diketahui dengan melihat tanda-tandanya. Diantara tanda fi’il adalah bisa didahului oleh kata ‘qad’ artinya ‘sungguh’, didahului kata ‘sa’ artinya ‘akan’ atau ‘saufa’ artinya ‘kelak’. Selain itu, fi’il bisa diakhiri dengan huruf ta’ sukun yang menunjukkan perempuan dan disebut sebagai ta’ ta’nits sakinah. Selain itu fi’il juga bisa diakhiri dengan ta’ fa’il; yaitu huruf ta’ di akhir -ta, ti, tu- yang menunjukkan pelaku/fa’ilnya. Misalnya; ‘katabtu’ -artinya ‘aku telah menulis’-, ‘katabta’ -artinya ‘kamu lelaki telah menulis’-, ‘katabti’ -artinya ‘kamu perempuan telah menulis’-. Maka akhiran ta-ti-tu ini disebut sebagai ta’ fa’il.

Fi’il ditinjau dari pelaku/fa’ilnya bisa dibagi menjadi dua; fi’il ma’lum dan fi’il maj-hul. Fi’il ma’lum biasa kita kenal dengan istilah kata kerja aktif. Adapun fi’il maj-hul adalah kata kerja pasif. Di dalam bahasa arab, fi’il ma’lum pasti memiliki fa’il/pelaku atau fa’ilnya disebutkan. Berbeda dengan fi’il maj-hul; sebab pada fi’il maj-hul pelakunya tidak disebutkan. Oleh sebab itu pada bentuk kalimat pasif dengan fi’il maj-hul tidak ada fa’il/pelaku sesudahnya. Namun, yang ada adalah na’ibul fa’il/pengganti pelaku. Setiap ada fi’il ma’lum maka harus ada fa’il setelahnya, dan setiap ada fi’il maj-hul maka harus ada na’ibul fa’il setelahnya.

Contoh fa’il misalnya dalam kalimat yang berbunyi ‘qara’a zaidun kitaaban’ artinya ‘zaid membaca sebuah kitab’. Di dalam kalimat ini kata ‘zaid’ berkedudukan sebagai fa’il/pelaku; dan dalam bahasa arab pelaku terletak setelah fi’il ma’lum/kata kerja aktif. Apabila diubah menjadi pasif, kalimat ini menjadi ‘quri’a kitaabun’ artinya ‘telah dibaca sebuah kitab’. Nah, dalam contoh ini kata ‘kitaabun’ berkedudukan sebagai na’ibul fa’il/pengganti pelaku. Na’ibul fa’il terletak setelah fi’il maj-hul; yaitu kata quri’a. Setiap ada fi’il maj-hul harus ada na’ibul fa’il sesudahnya. Sehingga dari sini kita mengetahui bahwasanya na’ibul fa’il itu pada asalnya adalah objek/maf’ul bih.

Fa’il dan na’ibul fa’il ini biasa kita jumpai dalam susunan jumlah fi’liyah; yaitu kalimat yang diawali dengan fi’il. Apabila fi’ilnya aktif -fi’il ma’lum- secara otomatis harus ada fa’il setelahnya, dan apabila fi’ilnya pasif/maj-hul secara otomatis harus ada na’ibul fa’il setelahnya; dan jika sudah ada na’ibul fa’il maka fa’il tidak boleh disebutkan. Di dalam contoh kalimat di atas kata ‘kitaab’ pada asalnya berkedudukan sebagai maf’ul bih/objek. Ketika kalimatnya diubah menjadi pasif maka kata ‘kitaab’ berubah fungsi menjadi na’ibul fa’il/pengganti pelaku.

Ditinjau dari ada tidaknya objek, fi’il bisa dibagi menjadi dua; fi’il lazim dan fi’il muta’addi. Fi’il lazim adalah fi’il/kata kerja yang tidak membutuhkan objek. Adapun fi’il muta’addi adalah fi’il yang membutuhkan objek. Misalnya kata yang berbunyi ‘dharaba’ artinya ‘memukul’ membutuhkan objek; oleh sebab itu ia disebut sebagai fi’il muta’addi. Berbeda dengan kata ‘dzahaba’ artinya ‘pergi’ ia tidak membutuhkan objek; karena itu ia termasuk fi’il lazim. Suatu kalimat yang terdiri dari fi’il lazim biasanya cukup dengan adanya fi’il dan fa’il. Adapun kalimat yang terdiri dari fi’il muta’addi maka selain tersusun oleh fi’il dan fa’il maka ia juga membutuhkan objek/maf’ul bih.

Dalam contoh kalimat di atas ‘qara’a zaidun kitaaban’ dapat kita uraikan, bahwa kata ‘qara’a’ adalah fi’il -yaitu fi’il ma’lum/kata kerja aktif- kemudian kata ‘zaidun’ sebagai pelaku atau fa’ilnya. Adapun kata ‘kitaaban’ berkedudukan sebagai maf’ul bih/objek. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa kata ‘qara’a’ termasuk kategori fi’il muta’addi; yaitu fi’il yang membutuhkan objek.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *