IlmuNasehatTafsir

Apakah Semua Ilmu Mengandung Keutamaan?

oleh : Titi hafizhahallahu

Sangat sering kita membaca hadits-hasits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan keutamaan menuntut ilmu dan orang-orang yang berkutat dengan ilmu.

Yang paling terkenal adalah sabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam

ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة

“… Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim No. 2699)

Atau hadits wajibnya menuntut ilmu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طاب العلم فريضة على كل مسلم

Menuntut Ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR Bukhori dan Muslim)

Ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang ilmu juga banyak, sering kita baca dan ulang-ulang, misalnya QS Az-Zumar : 9

قل هل يستوى الذين يعلمون و الذين لا يعلمون

Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’”  (QS Az-Zumar : 9)

Bahkan keutamaan menununtut ilmu menjadi motivasi di kelas-kelas belajar, di kampus, di institusi pendidikan dan di mimbar-mimbar yang mengajarkan berbagai jenis ilmu.

Namun, apakah seluruh ilmu memiliki keutamaan ilmu yang dimaksud dalam Al-Qur’an dan hadits?

Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan menjelaskan dalam kitabnya, Syarhul Ushulis Sittah tentang penjelasan ilmu

“Bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i yang dibangun di atas kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallaahu’alaihi wa sallam, ini adalah ilmu yang bermanfaat. Adapun ilmu-ilmu dunia seperti ilmu untuk mata pencaharian, ilmu industri, ilmu kedokteran dan yang lainnya, maka tidak dimultakkan lafadz ilmu tanpa pembatasan.

Sehingga apabila dikatakan ilmu yang memiliki keutamaan, maka yang diinginkan adalah ilmu syar’i, adapun ilmu dunia (sebagaimana disebutkan sebelumnya) hukumnya mubah dan tidak mutlak padanya nama ilmu tanpa pembatasan.  

Namun dikatakan, ilmu teknik dan ilmu kedokteran. Tetapi sangat disayangkan, yang terjadi sekarang adalah jika dikatakan ‘ilmu’ maka yang mereka maksud adalah ilmu baru (yaitu ilmu dunia). Dan ketika mereka mendengar ayat al-Qur’an, mereka mengatakan, ‘Ini adalah dalil untuk ilmu yang baru ini’, begitu pula apabila ada hadits mereka juga mengatakan, ‘Ini adalah dalil untuk ilmu yang baru ini (ilmu dunia).”

Dari penjelasan beliau, diketahui bahwa yang dimaksud lafadz ilmu apabila disebutkan secara mutlak  sebagaimana diulang-ulang dalam banyak ayat dan hadits adalah ilmu syar’i, sedangkan ilmu yang lain bisa saja memiliki keutamaan sesuai dengan tujuan dan kemanfaatannya.

Kenapa lafadz ilmu dimutlakkan sebagai ilmu syar’i?

  1. Ilmu yang diwariskan oleh Rasulullah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mewariskan harta, namun beliau mewariskan ilmu dan ulama adalah pewaris para nabi. Adapun ilmu yang Rasulullah wariskan adalah ilmu syar’i tentang al-Qur’an dan Sunnah, bukan ilmu yang lainnya.

  1. Ilmu yang paling mulia

شرف العلم بشرف المعلوم

“Kemuliaan sebuah ilmu sebanding dengan kemuliaan objek yang dipalajari.”

Maka mempelajari ilmu syar’i mengandung kemuliaan, karena di dalamnya akan dipelajari tentang Allah, Zat Yang Paling Mulia dan tentang sunnah Rasulullah, aturan yang paling mulia.

  1. Ilmu yang pasti kebenarannya

Syaikh Shalih Fauzan juga menjelaskan bahwa pada ilmu dunia masih mengandung kebodohan, karena ilmu ini adalah hasil usaha dan penelitian manusia, memungkinkan terjadinya banyak kekeliruan. Sedangkan ilmu syar’i berasal dari Allah sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya),

(yang) tidak akan didatangi oleh kebathilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari tuhan yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.” (QS. Fushilat: 42)

  1. Ilmu yang paling bermanfaat

Ilmu syar’i adalah ilmu yang paling bermanfaat dan telah jelas kemanfaatannya. Tidak mungkin seorang hamba bisa beriman kepada Allah, kecuali keimanannya dibangun di atas ilmu. Tidak mungkin seorang hamba dapat beribadah kepada Allah di atas kebenaran kecuali melalui ilmu syar’i.

  1. Satu-satunya Ilmu untuk mencapai Tauhid Uluhiyyah

Ilmu dunia semisal ilmu kedokteran, ilmu teknik atau ilmu astronomi bisa menjadi sebab seseorang mencapai tauhid rububiyyah (Allah yang menciptakan, mengatur, memberi rezki). Namun ilmu syar’i menjadi sebab seseorang mencapai tauhid rububiyyah, uluhiyyah (mengesakan Allah dalam peribadatan) dan asma wa shifat sekaligus.

Kita mengetahui, bahwa tauhid uluhiyyah adalah tujuan utama diutusnya para nabi dan Rasul. Tauhid uluhiyyah pulalah yang menjadi penghalang orang-orang kafir Quraisy untuk masuk ke dalam agama islam walaupun mereka mengakui rububiyyah Allah.

  1. Ilmu yang menumbuhkan rasa takut kepada Allah

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Diantara hama-hamba Allah, yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama’ (orang-orang yang berilmu).” (QS. Fathir: 28)

Ulama’ adalah orang-orang yang berilmu tentang Allah sehingga mereka mengetahui hak-hak Allah dan memenuhinya sehingga muncul rasa takut kepada Allah. Sedangkan para ilmuan di bidang kedokteran dan yang lainnya, ada yang mengenal Allah dan hak-hak-Nya, adapula yang tidak mengenal Allah.

Setelah kita mengetahui bahwa ilmu apabila disebutkan secara mutlaq adalah ilmu syar’i, maka hendaknya kita

  1. Bersungguh-sungguh menuntut ilmu syar’i sehingga mendapatkan keutamaan-keutamaan yang disebutkan dalam banyak dalil Al-Qur’an maupun hadits
  2. Wajibnya seseorang muslim menuntut ilmu syar’i karena kemuliaan, kebenaran dan manfaatnya bagi kita di dunia sebelum di akhirat
  3. Belajar ilmu syar’i karena sudah mencakup seluruh perkara yang wajib diketahui setiap muslim sehingga menjadi bekalnya dalam beribadah
  4. Menuntut ilmu untuk menumbuhkan rasa takut kepada Allah
  5. Mempelajari ilmu selain ilmu syar’i, yaitu ilmu yang dibutuhkan untuk kehidupan, memudahkan urusan dunia dan ibadah kita, mendatangkan pahala serta bermanfaat bagi umat.
  6. Berusaha meninggalkan ilmu-ilmu yang menyesatkan, tidak bermanfaat atau menghabiskan waktu tanpa maslahat dll

Demikian artikel singkat ini, semoga Allah memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua agar dimudahkan untuk menuntut ilmu, memahami, mengamalkan dan mendakwahkannya dengan ikhlas.

Wallaahu a’lam

Referensi

  1. Terjemahan Al-Qur’anul Karim
  2. Abu Umar Usamah bin Athaya, Barnaamaju ‘Ilmiyyi Muqtarahin Liman Sammats Himmatuhu fii Thalabil ‘Ilmi (Terjemahan), Penerbit Muslim Kreatif, Cet. Pertama 2015
  3. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Syarhul Ushulus Sittah 30-32, Penerbit Daar Al-Imam Ahmad Cet. Pertama 1427 H
  4. Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’I, Matnu Al-Arba’in An-Nawawiyyah (Terjemahan), Pustaka Ibnu ‘Umar
  5. Faidah Kajian Adab dan Ilmu sebelum beramal bersama Ustadz Yulian Purnama S.Kom, 6 Rabi’ul Akhir 1439 H

 

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *