Bismillah.
Menjadi seorang muslim adalah nikmat yang sangat besar. Karena nikmat Islam adalah nikmat yang mengantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki. Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat akan termask golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)
Islam adalah agama yang telah diridhai oleh Allah, adapun selain Islam Allah tidak meridhainya. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.” (al-Ma’idah : 3)
Karena Allah meridhai Islam sebagai agama maka seorang muslim pun ridha Islam sebagai agamanya, dia tidak mau mencari selain Islam sebagai jalan hidupnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)
Allah telah mewajibkan kepada segenap manusia untuk menempuh jalan menuju keridhaan-Nya dan menjauhi semua jalan yang menggiring menuju neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku apakah dia Yahudi atau Nasrani kemudian meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti akan termasuk golongan penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Hakikat Islam itu adalah beribadah kepada Allah semata dan menjauhi syirik kepada-Nya, tunduk kepada perintah dan larangan Allah dan membangun loyalitas karena iman. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/amal untuk-Nya dengan hanif, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu menetapkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah kalian berbuat baik.” (al-Israa’ : 23)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Islam tegak di atas tauhid; yaitu pemurnian ibadah kepada Allah. Oleh sebab itu setiap rasul menyerukan kepada umatnya untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi sesembahan selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Semua rasul mengajak kepada kalimat tauhid. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku.” (al-Anbiya’ : 25)
Tanpa tauhid maka semua amal kebaikan akan sirna dan sia-sia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan seandainya mereka itu berbuat syirik pasti akan lenyap semua amal yang pernah mereka kerjakan.” (al-An’am : 88)
Oleh sebab itu amalan hanya akan diterima jika dibangun di atas tauhid. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Tauhid itu tidak bisa terwujud kecuali dengan menujukan ibadah kepada Allah dan mengingkari syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah sesungguhnya dia telah berpegang-teguh dengan simpul yang paling kuat (kalimat tauhid) dan tidak akan terurai.” (al-Baqarah : 256)
Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah berkata, “Perintah Allah yang paling besar adalah tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam beribadah, dan larangan Allah yang paling besar adalah syirik; yaitu berdoa/beribadah kepada selain Allah bersama ibadah kepada-Nya.”
Doa adalah ibadah yang sangat agung dan wajib ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh berdoa kepada selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Rabbmu mengatakan; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku niscaya akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian berdoa bersama dengan Allah siapa pun.” (al-Jin : 18)
Ibadah adalah hak Allah, tidak ada yang berhak menerima atau mendapatkan ibadah kecuali Dia; Yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah berfirman (yang artinya), “Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu/sesembahan tandingan padahal kalian mengetahui.” (al-Baqarah : 22)
Menujukan ibadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah merupakan dosa besar yang paling besar dan sebab pelakunya kekal di dalam neraka. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikitpun penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa lain di bawahnya bagi siapa yang dikehendaki oleh-Nya.” (an-Nisaa’ : 48)
Oleh sebab itu tidak boleh menyepelekan dosa syirik, sebagaimana tidak boleh menyepelekan dosa-dosa secara umum. Bagaimana lagi jika dosa itu adalah penyebab kekal di neraka?! Lihatlah bagaimana bapaknya para nabi dan imamnya ahli tauhid yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam merasa sangat takut berbuat syirik, sampai-sampai beliau berdoa (yang artinya), “Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung.” (Ibrahim : 35)
Para sahabat -generasi terbaik umat ini- pun tidak merasa aman dari penyakit hati yang merusak tauhid dan keimanan. Seorang tabi’in bernama Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; dan mereka semuanya merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Hasan al-Bashri rahmatullah ‘alaih -seorang tabi’in- mengatakan, “Seorang mukmin menggabungkan antara berbuat kebaikan dan perasaan khawatir, sedangkan orang fajir atau kafir menggabungkan antara berbuat buruk dengan perasaan aman/tidak khawatir.”
Dari sinilah kita mengetahui bagaimana kaum salih terdahulu begitu mengagungkan tauhid dalam kehidupannya. Inilah kunci kejayaan mereka setelah taufik dari Allah ta’ala… Wallahul musta’an.
0 Komentar