Belajar Jarak Jauh

Poros Ibadah

Bismillah.

Para ulama menyampaikan penjelasan yang sangat gamblang tentang ibadah. Diantaranya adalah definisi ibadah yang populer dari Ibnu Taimiyah rahimahullah; bahwa ibadah ialah suatu ungkapan yang luas meliputi segala ucapan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah; yang lahir maupun batin.

Ibnul Qayyim rahimahullah pun memberikan keterangan yang indah; bahwa ibadah itu berporos pada 2 hal; puncak kecintaan dan puncak perendahan diri. Sehingga ibadah merupakan kesempurnaan cinta yang diramu di dalam kesempurnaan perendahan diri kepada Allah.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memberikan penjelasan yang cukup bagus tentang ibadah; bahwa ibadah merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal itu sebagaimana beliau paparkan dalam kitabnya al-Jami’ li ‘Ibadatillahi Wahdah; sebuah kitab ringkas yang mengupas kandungan ibadah dan landasannya.

Para ulama yang lain juga memberikan faidah bahwasanya ibadah kepada Allah berporos pada 3 amalan hati; cinta, takut, dan harapan. Beribadah kepada Allah hanya dengan modal cinta adalah jalan yang keliru; sebagaimana metode yang ditempuh oleh sebagian kalangan sufi ekstrim. Beribadah kepada Allah hanya dengan bekal takut juga keliru; seperti jalan yang ditempuh oleh sekte Khawarij yang mengkafirkan para pelaku dosa besar. Beribadah kepada Allah hanya dengan harapan juga salah; sebagaimana metode dan pandangan kaum Murji’ah yang menganggap bahwa amal bukan bagian dari iman. Oleh sebab itu ibadah kepada Allah harus melibatkan ketiga jenis amalan hati ini secara proporsional.

Definisi yang diberikan oleh para ulama mengenai ibadah ini saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dari sini kita bisa memahami bahwa ibadah kepada Allah dibangun di atas kecintaan kepada-Nya. Karena cinta itulah maka ia pun berharap dan takut kepada Allah. Kecintaan yang disertai dengan ketundukan dan perendahan diri sepenuhnya kepada Allah. Karena itulah seorang muslim tunduk kepada perintah dan larangan Allah. Ia tunduk kepada hukum dan syari’at Allah yang mengatur segala aspek kehidupan.

Allah berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak hafizhahullah menjelaskan :

فإنَّ العبادةَ لا تكونُ عبادةً صحيحةً مقبولةً إلَّا إذا توفَّرَ فيها أمرانِ: أنْ تكونَ خالصةً للهِ وحدَه، والثَّانية: أنْ تكونَ على الطَّريق الَّذي بيَّنَه الرَّسولُ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، فلا يُعبَدُ اللهُ إلَّا بما شرعَ وبيَّنَهُ على ألسنِ رسلِهِ

“Sesungguhnya ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah yang benar dan diterima kecuali apabila memenuhi dua kriteria; harus ikhlas untuk Allah semata dan yang kedua adalah harus sesuai dengan jalan/petunjuk yang diterangkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu Allah tidak diibadahi kecuali dengan syari’at dan mengikuti penjelasan para rasul-Nya.” (Tafsir Surat adz-Dzariyat ayat 56)

Dengan demikian ibadah kepada Allah itu dibangun di atas petunjuk wahyu dari Allah. Manusia wajib beribadah kepada Allah dengan mengikuti petunjuk dan bimbingan Allah, bukan dengan mengikuti selera dan hawa nafsu mereka masing-masing.

Ibadah kepada Allah ini pun akan sangat bergantung dengan tingkat keyakinan dan pengenalan hamba kepada Allah. Semakin sempurna ia dalam mengenal nama dan sifat Allah maka semakin sempurna pula kualitas penghambaan yang bisa ia wujudkan.

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata :

فإن تمام العبادة، متوقف على المعرفة بالله، بل كلما ازداد العبد معرفة لربه، كانت عبادته أكمل

“Sesungguhnya kesempurnaan ibadah itu sangat bergantung pada ma’rifat/pengenalan dirinya kepada Allah, bahkan semakin bertambah pengenalan hamba kepada Allah niscaya ibadah yang dia lakukan pun akan semakin bertambah sempurna.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, Tafsir Surat adz-Dzariyat)

Hakikat ibadah ini adalah perjalanan hamba dalam menuju Allah dan hari akhirat. Bagaimana seorang muslim membangun iman dan ketaatannya kepada Allah. Bagaimana seorang muslim menegakkan ketakwaan kepada Rabbnya. Bagaimana seorang muslim menjadikan akhirat sebagai orientasi kehidupannya. Bagaimana seorang muslim mengatur waktu dan kegiatannya; agar terus berada dalam bingkai keridhaan Allah. Dan itu semuanya hanya akan bisa diwujudkan dengan memohon pertolongan dari Allah, meminta petunjuk dari Allah dan menjauhi segala hal yang akan merusak pengabdiannya kepada Allah.

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk menjadi hamba yang sebenarnya; yang tunduk kepada Allah dengan penuh kecintaan dan ketundukan. Wallahul musta’aan.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *