DzikirHadits

Menata Dzikir dan Syukur

Bismillah.

Salah satu doa yang diajarkan kepada kita adalah untuk memohon bantuan kepada Allah dalam hal berdzikir, bersyukur serta beribadah dengan baik.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya :

أنَّ رسولَ اللَّه صلَّى اللَّه علَيهِ وسلَّمَ أخذَ بيدِهِ، وقالَ: يا مُعاذُ، واللَّهِ إنِّي لأحبُّكَ، واللَّهِ إنِّي لأحبُّك، فقالَ: أوصيكَ يا معاذُ لا تدَعنَّ في دُبُرَ كلِّ صلاةٍ تقولُ: اللَّهمَّ أعنِّي على ذِكْرِكَ، وشُكْرِكَ، وحُسنِ عبادتِكَ

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika memegang tangan Muadz seraya berkata : “Wahai Mu’adz, sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu, demi Allah aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau berkata : “Aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz untuk tidak meninggalkan setiap akhir sholat untuk membaca doa ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’; artinya ‘Ya Allah bantulah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.’.” (HR. Abu Dawud disahihkan al-Albani)

Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Tidak ada kehidupan bagi hati tanpa dzikir kepada Allah. Dzikir mencakup lisan dan amalan hati. Sebaik-baik dzikir adalah yang bersesuaian antara apa yang diucapkan dengan lisan dengan apa-apa yang ada di dalam hati. Kalimat dzikir yang paling utama adalah kalimat tauhid laa ilaha illallah; karena di dalamnya terkandung cabang keimanan yang paling tinggi. Bahkan tauhid menjadi pondasi agama dan syarat diterimanya seluruh amalan.

Sementara syukur kepada Allah mencakup keyakinan dan pengakuan di dalam hati bahwa nikmat yang kita dapatkan bersumber dari Allah, memuji Allah atas nikmat-nikmat-Nya, dan menggunakan nikmat dalam ketaatan kepada-Nya. Para ulama menjelaskan hakikat daripada syukur adalah ketaatan kepada pemberi nikmat. Ketaatan yang dibangun di atas kecintaan dan pengagungan, ketaatan yang dijaga oleh rasa takut dan harap. Oleh sebab itu syukur menjadi sebab bertambahnya nikmat dan menjadi penjaga nikmat tetap lestari.

Sebagian salaf mengatakan bahwa dzikir adalah taat kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya dengan makna yang paling dalam. Dari sini kita mengetahui bahwa pada hakikatnya dzikir dan syukur itu bertemu dalam bingkai ketaatan kepada Allah. Dengan kata lain, dzikir dan syukur merupakan pondasi ketakwaan seorang hamba. Orang yang bertakwa cirinya adalah senantiasa mengingat Allah dan terus berjuang untuk mewujudkan syukur kepada Allah di mana pun berada.

Ketika ketakwaan ini disandingkan dengan ibadah kepada Allah maka ini menjadi isyarat bahwa amalan ketaatan itu butuh kepada keikhlasan dan tauhid kepada Allah. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah bahwa ibadah tidaklah dikatakan sebagai ibadah kecuali apabila disertai dengan tauhid. Ibadah kepada Allah mencakup menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Oleh sebab itu perintah yang paling agung adalah tauhid sedangkan larangan yang paling besar adalah syirik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa ibadah adalah sebuah ungkapan yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah berupa ucapan dan amalan; yang lahir maupun yang batin.

Ibadah kepada Allah itu harus ikhlas alias bersih dari syirik dan harus sesuai dengan petunjuk rasul alias bebas dari bid’ah. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110). Suatu amal apabila ikhlas tetapi tidak sesuai tuntunan maka tidak diterima, begitu pula amal yang sesuai tuntunan tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima. Yang diterima adalah yang ikhlas dan sesuai tuntunan. Demikian penjelasan dari Imam Fudhail bin Iyadh rahimahullah.

Faidah dari dzikir adalah hamba akan diingat dan ditolong oleh Allah. Faidah dari syukur adalah untuk menjaga nikmat yang Allah curahkan kepadanya. Dan faidah dari ibadah adalah untuk mewujudkan tujuan hidupnya dan memenuhi kebutuhan asasi sebagai manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Demikian sedikit catatan faidah semoga bermanfaat bagi kita semuanya.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *