Raih Manisnya Iman

Bismillah.

Imam Muslim rahimahullah membawakan riwayat dari al-Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu :

Beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولً

“Pasti merasakan manisnya iman orang yang ridha Allah sebagai Rabb/tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul/utusan Allah.”

Syaikh Abdullah bin Hamud al-Farih mengatakan :

الحديث دليل على أن للإيمان لذة يحس بها المؤمن ويذوقها

Hadits ini merupakan dalil bahwasanya iman mengandung kelezatan yang bisa dirasakan oleh orang beriman

(sumber : https://www.alukah.net/sharia)

Iman memiliki kelezatan dan keutamaan yang bertingkat-tingkat. Di dalam hadits yang lain dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من أحبَّ للهِ وأبغض للهِ وأعطَى للهِ ومنع للهِ فقد استكمل الإيمانَ

Barangsiapa yang mencintai sesuatu/seseorang karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi pun karena Allah maka sungguh dia telah menyempurnakan keimanan. (HR. Abu Dawud dll dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata :

أن الإكثار من ذكر الله، ومن قراءة القرآن، والاستقامة على طاعة الله ورسوله، ومحبة الله ورسوله، وأن تحب إخوانك في الله، وأن تكره الكفر، وسائر المعاصي، كل هذا من أسباب ذوق طعم الإيمان

Sesungguhnya dengan banyak mengingat Allah, rajin membaca alQur’an, istiqomah dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, engkau mencintai saudaramu karena Allah, engkau membenci kekafiran dan segala bentuk maksiat; maka ini semua merupakan sebab untuk bisa merasakan kelezatan iman (sumber : https://binbaz.org.sa/fatwas/15949)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan :

أن الإنسان قد يكون مؤمنًا بالله ولكنه لا يجد حلاوة الإيمان؛ لأن من وجد حلاوة الإيمان قلَّ أو امتنع عن أن يَرْتَدَّ عن دين الإسلام، إنما يَرْتَدَّ من لم يجد حلاوة الإيمان، قد يكون الإنسان مؤمنًا ولكن لم يصل إلى مرتبة حلاوة الإيمان في قلبه

Sesungguhnya seorang insan bisa jadi beriman kepada Allah tetapi dia tidak merasakan manisnya iman, karena orang yang bisa merasakan manisnya iman sangat jarang atau tidak mungkin murtad meninggalkan Islam. Sesungguhnya orang yang murtad adalah yang tidak merasakan manisnya iman. Terkadang orang itu beriman tetapi tidak mencapai tingkatan manisnya iman di dalam hatinya (sumber : Syarh Kitab Tauhid; https://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/16180)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata :

مَنْ أَحَبَّ فِي اللَّهِ، وَأَبْغَضَ فِي اللَّهِ، وَوَالَى فِي اللَّهِ، وَعَادَى فِي اللَّهِ، فَإِنَّمَا تُنَالُ وَلَايَةُ اللَّهِ بِذَلِكَ، وَلَنْ يَجِدَ عَبْدٌ طَعْمَ الْإِيمَانِ وَإِنْ كَثُرَتْ صَلَاتُهُ وَصَوْمُهُ حَتَّى يَكُونَ كَذَلِكَ

Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberikan loyalitas karena Allah, menegakkan permusuhan karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan Allah hanya bisa diraih dengan hal itu. Tidak akan seorang hamba bisa merasakan lezatnya iman meskipun banyak sholat dan puasanya kecuali apabila dia memiliki sifat-sifat semacam itu (HR. Ibnu Jarir)

Syaikh Abdul Karim al-Khudhair hafizhahullah mengatakan :

وإذا وَجد المسلم طعم الإيمان طابت له الحياة وأحياه الله حياة طيبة لأنه يتلذذ بإيمانه ويتلذذ بأعماله الصالحة

Apabila seorang muslim mendapati lezatnya iman niscaya kehidupannya menjadi menyenangkan dan Allah berikan kehidupan untuknya dengan hidup yang bahagia karena dia bisa merasakan lezat dengan iman dan amal-amal salihnya (sumber : https://shkhudheir.com/lecture/324183292)

Kehidupan yang bahagia bukan berarti sepi dari cobaan; bahkan seorang mukmin selalu berhadapan dengan ujian; apakah berupa kesenangan maupun musibah dan kesempitan. Akan tetapi seorang mukmin akan meraup pahala syukur dengan nikmat yang Allah curahkan kepadanya, dan dia pun tetap meraup pahala sabar ketika musibah dan bencana melanda…

Tidakkah kita melihat kehidupan Nabi dan para sahabat; manusia-manusia terbaik di atas muka bumi. Mereka pun berjumpa dengan berbagai bentuk ujian dan rintangan. Dengan demikian kesenangan dunia dan kemewahan bukanlah tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba. Begitu pula kemiskinan harta dan sakitnya badan bukan menjadi tanda kebencian Allah kepadanya.

Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah berkata :

إن الله ـ تعالى ـ يعطي الدنيا من يحب ومن لا يحب

Sesungguhnya Allah ta’ala memberikan dunia ini kepada orang yang dicintai-Nya dan orang yang tidak dicintai-Nya. (HR. Abu Nu’aim dalam al-Hilyah)

Semoga Allah menjadikan kita termasuk mereka yang bisa merasakan lezatnya iman…

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Diposting dari markas YPIA -semoga Allah menjaganya-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *