Keutamaan

Nikmat Majelis Ilmu

Bismillah.

Salah satu nikmat besar yang sering kita lupakan adalah nikmat duduk dalam majelis ilmu dan belajar ilmu agama bersama para penimba ilmu agama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Disebutkan pula dalam hadits yang lain bahwa berkumpul di masjid untuk mempelajari ayat-ayat Allah merupakan sebab turunnya ketenangan dan diliputi dengan kasih sayang. Bahkan tidak hanya itu, para malaikat pun mengelilingi majelis ilmu dan Allah menyebut nama-nama orang yang hadir dalam majelis ilmu itu di hadapan para malaikat-Nya yang mulia…

Apabila majelis ilmu itu membahas tafsir al-Qur’an maka itu merupakan pembahasan tentang perkataan yang paling indah dan ucapan yang paling jujur. Apabila ia membahas tentang hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia merupakan pembicaraan mengenai petunjuk manusia yang paling bertakwa dan nabi yang paling utama. Apabila ia membahas tentang fikih maka itu merupakan penjelasan tentang kunci kebaikan manusia dalam hidupnya. Apabila ia membahas tentang tauhid dan aqidah maka itu merupakan pembahasan mengenai ilmu yang paling utama dan muatan pokok dakwah para rasul.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia membutuhkan ilmu lebih banyak daripada kebutuhan kepada makanan dan minuman. Makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari cukup sekali atau dua kali. Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”

Oleh sebab itu setiap hari kita diajari oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdoa kepada Allah setiap selesai sholat subuh untuk meminta ilmu yang bermanfaat sebelum meminta rezeki yang baik dan amal yang salih. Hal ini mengisyaratkan pentingnya ilmu agama bagi manusia.

Majelis ilmu juga disebut dengan majelis dzikir. Di dalamnya kita mengingat Allah, mempelajari hukum-hukum dan petunjuk-Nya dalam mengarungi kehidupan dan lika-liku permasalahan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 13)

Dzikir itu sendiri merupakan sebab hidupnya hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perumpamaan orang hidup dengan orang mati.” (HR. Bukhari)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Maka bagaimana kiranya kondisi seekor ikan apabila memisahkan diri dari air.”

Oleh sebab itu setan dan bala tentaranya sangat berambisi untuk menjauhkan manusia dari mengingat Allah dan dari petunjuk dan bimbingan-Nya. Diantara langkah setan untuk itu adalah membuat manusia berpaling dari ajaran agama dan tidak mau mempelajari ilmunya. Dalam taraf yang paling berat hal itu akan membuat manusia terjebak dalam kekafiran…

Ilmu agama yang kita pelajari ini membutuhkan hati yang bersih untuk menerimanya. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyertai ta’limnya dengan tazkiyah/penyucian jiwa. Dan asas yang paling mendasar dalam tazkiyatun nafs adalah membersihkan hati dari segala bentuk kesyirikan. Oleh sebab itu ajaran Islam juga disebut sebagai ajaran yang hanif; karena ia berpaling dari segala bentuk sesembahan selain Allah sehingga ia hanya mengabdi dan berbakti kepada Allah. Ia bukan mengejar kenikmatan dunia yang semu, pujian dan sanjungan manusia atau semacamnya…

Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu (kiamat) tidaklah berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (asy-Syu’ara’ : 88-89). Sebagian ulama salaf menafsirkan hati yang selamat ini dengan ‘hati yang bersih dari bid’ah dan merasa tentram dengan as-Sunnah’. Ulama tafsir yang lain juga menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah hati orang beriman, karena hati orang munafik itu sakit dan dipenuhi dengan syakk/keragu-raguan…

Oleh sebab itu salah satu doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa untuk meminta keteguhan hati di dalam beragama dan di atas ketaatan. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama bahwa doa merupakan senjata orang mukmin. Diantara sebabnya –wallahu a’lam– adalah karena tidak ada pelindung yang lebih kuat daripada Allah Yang menguasai alam semesta.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabb kalian mengatakan : Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku niscaya mereka akan masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *