Bismillah.
Diantara nasihat yang diberikan oleh para ulama dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan adalah mensyukuri nikmat umur dan waktu yang Allah berikan kepada kita; terlebih lagi dengan dimudahkan oleh Allah berjumpa bulan Ramadhan – yang insya Allah akan tiba tak lama lagi -..
Syaikh Muhammad Sa’id Raslan hafizhahullah mengatakan, “Sesungguhnya umur yang panjang dan masih berada dalam lingkaran kehidupan merupakan kesempatan untuk berbekal diri dengan berbagai bentuk ketaatan dan mendekatkan diri kepada Rabbul ‘alamin dengan amal salih. Karena sesungguhnya modal utama seorang muslim itu adalah umurnya.” (lihat Mawa’idzh Ramadhaniyah, hal. 8)
Perjalanan waktu merupakan bagian kehidupan yang sering dilalaikan atau disia-siakan. Oleh sebab itulah Allah pun bersumpah dengan waktu bahwa segenap manusia berada dalam kerugian selain orang yang beriman dan beramal salih serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Dalam setahun Ramadhan hanya datang sekali. Meskipun demikian sering kita jumpai orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat Allah yang satu ini. Datangnya bulan Ramadhan seolah seperti angin lalu dan sekilas berita yang lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas bagi hati dan perilakunya.
Jika hati itu telah terbiasa dengan kelalaian dan kemungkaran maka dia tidak lagi bisa merasakan indahnya Ramadhan. Datangnya siang hari pun hanya diwarnai dengan tidur dan kemalasan. Datangnya malam hari hanya diisi dengan gelak tawa, senda gurau, pesta pora dan tidak tergerak untuk tilawah atau tarawih bersama kaum muslimin di masjidnya. Padahal, sebagaimana dinasihatkan oleh Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, “Seandainya hati kita bersih niscaya dia tidak pernah merasa kenyang menikmati kalam Rabb kita; yaitu ayat al-Qur’an.”
Sebagian orang mungkin tidak punya target untuk membaca al-Qur’an di bulan Ramadhan, hari demi hari berlalu dan tidak ada keinginan dalam hatinya untuk mengkhatamkan al-Qur’an. Bahkan dia juga tidak pernah mengagendakan tadabbur ayat-ayat yang setiap hari dia baca di dalam sholatnya. Padahal dengan tadabbur al-Qur’an itulah akan bisa terbuka gerbang ilmu-ilmu Islam.
Setiap hari dia membaca atau mendengar kalimat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in yang mengandung pemurnian ibadah kepada Allah dan tawakal kepada-Nya semata, tetapi penyakit riya’ dan ujub terus saja memporak-porandakan bangunan amal dan ketaatan yang selama ini dia kerjakan. Bagaikan debu-debu yang beterbangan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan lantas Kami pun menjadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)
Waktu ini sedemikian berharga bagi seorang muslim. Karena umur yang diberikan oleh Allah itu pada hakikatnya sebuah pintu gerbang untuk perbaikan diri dan taubat dari segala kesalahan. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum berada di tenggorokan.
Kehidupan ini adalah momen berharga untuk merawat pohon keimanan dan menjaga tauhid di dalam dada. Sementara datangnya kematian artinya habisnya kesempatan untuk beramal salih dan menanam benih kebaikan. Sebagian salaf berkata, “Tidaklah seorang itu memperbanyak mengingat saat-saat datangnya kematian kecuali akan tampak pengaruh hal itu dalam amal dan perilakunya.”
Semoga sedikit catatan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Wallahul muwaffiq...
0 Komentar