Bismillah.
Salah satu perkara yang bermanfaat untuk dipahami oleh seorang muslim adalah memahami perkara-perkara dan sebab-sebab yang bisa memperkuat imannya.
Sebagaimana diterangkan para ulama bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan menjadi berkurang atau merosot akibat melakukan maksiat.
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau sekedar memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan kemudian dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.”
Hal ini mengisyaratkan kepada pengertian iman -yang sudah dimaklumi di tengah para ulama- yaitu ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan perbuatan dengan anggota badan. Diantara bentuk keimanan yang paling utama adalah dakwah tauhid; permunian ibadah kepada Allah. Di dalam hadits disebutkan bahwa cabang iman yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaha illallah.
Di dalam kalimat laa ilaha illallah terkandung keyakinan bahwa segala bentuk sesembahan selain Allah tidak berhak untuk diibadahi. Hanya Allah yang berhak untuk disembah. Keesaan Allah dalam hal ibadah ini merupakan asas agama dan pokok ajaran Islam dari masa ke masa. Para rasul selalu memperhatikan perbaikan aqidah tauhid kepada masyarakatnya.
Memperkuat iman ada banyak caranya, diantaranya adalah dengan menimba ilmu agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) niscaya Allah mudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk berdoa meminta ilmu yang bermanfaat setiap pagi hari setelah sholat subuh. Allah pun memerintahkan kepada nabi-Nya untuk meminta tambahan ilmu, bukan tambahan harta, kekayaan, atau kesenangan dunia. Hal ini menunjukkan betapa besar keutamaan ilmu dan bahwasanya ilmu menjadi salah satu sebab utama terjaganya keimanan dan tauhid kepada Allah.
Maka tidaklah heran jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kepahaman atau fikih dalam agama tidak terbatas pada perkara amaliah, tetapi ia lebih luas lagi mencakup perkara aqidah tauhid yang menjadi landasan utama dalam agama dan syarat diterimanya amalan.
Oleh sebab itu setiap hari kita selalu membaca surat al-Fatihah yang mengandung pokok-pokok aqidah Islam yang berkaitan dengan iman kepada Allah, iman kepada para rasul, iman kepada hari akhir, bahkan iman kepada takdir. Tidak kurang dari 17 kali dalam sehari kaum muslimin membaca surat al-Fatihah ini; karena di dalamnya terkandung pelajaran ilmu aqidah dan keimanan.
Bahkan di dalam surat al-Fatihah itu pula terkandung doa yang paling agung; yaitu memohon hidayah kepada Allah. Hidayah berupa ilmu dan hidayah berupa taufik untuk bisa beramal salih. Dengan dua jenis hidayah inilah seorang muslim berada di atas jalan yang lurus. Dengan ilmu maka dia akan terbebas dari jalan orang yang tersesat, dan dengan amal salih dia akan terlepas dari jalan orang yang dimurkai.
Setiap hari kita berdoa kepada Allah meminta hidayah; karena kebutuhan kepadanya lebih besar daripada kebutuhan kepada makanan dan minuman. Karena dalam hidayah itulah terkandung kebahagiaan dan hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Tanpa hidayah manusia akan hidup seperti hewan, tidak mengenal halal dan haram; hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsu.
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah mengatakan : Kebahagiaan itu di tangan Allah, dan ia tidak bisa dicapai kecuali dengan taat kepada Allah.
Wallahu a’lam bish shawaab.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com
0 Komentar