AqidahManhajPenyucian Jiwa

Hidup dengan Ilmu dan Iman

Bismillah.

Saudaraku yang dirahmati Allah, kehidupan di alam dunia adalah kehidupan yang sementara. Hari ini anda masih bernafas dan menginjakkan kaki di atas tanah, bisa jadi esok hari jantung anda telah berhenti dan jasad anda telah terkubur di dalam tanah.

Namun, bukan itu yang menjadi akar masalah. Sebab kehidupan setelah kematian masih ada dan mengundang tanda tanya besar bagi diri kita; apakah kita termasuk kaum yang berbahagia ataukah kita malah bersama mereka yang sengsara dan celaka?

Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2)

Sering kita dengar, bahwa yang dimaksud terbaik amalnya itu bukanlah yang paling banyak amalnya, tetapi yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan tuntunan. Inilah yang ditafsirkan seorang ulama dan ahli ibadah di masa tabi’in yang bernama Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah.

Beliau menerangkan, bahwa yang dimaksud ikhlas adalah apabila amal itu dilakukan karena Allah, sedangkan benar (sesuain tuntunan) artinya mengikuti sunnah/ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini memberikan faidah bagi kita bahwa amal apapun harus memenuhi dua syarat; ikhlas dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah yang menjadi kandungan pokok dari dua kalimat syahadat; ketika kita mengatakan laa ilaha illallah berarti kita harus memurnikan ibadah untuk Allah semata dan menolak sesembahan selain-Nya, dan ketika kita mengatakan Muhammad rasulullah itu maknanya kita tidak mau beribadah kepada Allah kecuali dengan mengikuti syari’at dan tuntunannya.

Dua kalimat syahadat yang menjadi rukun Islam yang pertama dan paling utama, dimana tidak sah semua amalan tanpanya. Inilah pondasi agama dan pilar tegaknya amal kebaikan. Membersihkan niat dan hati dari segala kotoran syirik dan kekafiran serta memurnikan ittiba’/pengikutan kepada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membersihkan diri dari bid’ah.   

Inilah ruh dan jati diri seorang muslim. Dengan keimanan yang tulus kepada Allah dan kesetiaan kepada petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah kehidupan yang akan menuntun hamba menuju kebahagiaan dan keselamatan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

Mengikuti dan setia dengan ajaran rasul adalah jalan kesuksesan, sementara menentang dan menyimpang dari ajarannya adalah jurang kehancuran. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul itu setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan kaum yang beriman; niscaya Kami akan membiarkan ia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan masukkan ia ke dalam Jahannam; dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)

Maka menundukkan akal dan perasaan -begitu pula tradisi dan hawa nafsu- kepada al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan kunci keberhasilan dan pintu gerbang kemuliaan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka jika kalian berselisih tentang suatu perkara; kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, hal itu pasti lebih baik dan lebih bagus hasilnya.” (an-Nisaa’ : 59)    

Oleh sebab itu kebaikan seorang insan bukan terletak pada eloknya rupa atau banyaknya harta dan tingginya jabatan dan kedudukan di mata manusia. Akan tetapi sejauh mana ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan memahami serta mengamalkan ajaran agama. Semoga Allah bimbing hati dan anggota badan kita untuk tunduk dan pasrah kepada kebenaran yang datang dari-Nya.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *