Dakwah IslamPenyucian Jiwa

Dakwah Milik Allah

Bismillah.

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar. Salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya, khalil ar-Rahman, rahmat yang dihadiahkan kepada alam semesta; begitu pula semoga tercurah pujian dan kesalamatan bagi para pengikutnya yang setia.

Amma ba’du.

Saudaraku yang dirahmati Allah, tidaklah diragukan bahwa dakwah Islam adalah dakwah yang mulia. Karena ia merupakan seruan yang ditujukan kepada manusia untuk kembali kepada ajaran Allah. Dakwah yang mengajak kepada tauhid dan menjauhkan umat dari perangkap syirik.

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah : Inilah jalanku, aku menyeru menuju Allah di atas bashirah/hujjah yang nyata, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku…” (Yusuf : 108)

Kebaikan alam semesta terwujud dengan tauhid; yaitu menujukan segala bentuk ibadah kepada Allah dan membersihkan diri dari segala bentuk syirik. Oleh sebab itu para rasul diutus oleh Allah untuk menyadarkan manusia tentang tujuan hidup mereka; yaitu untuk mentauhidkan-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)

Dari sinilah kita mengetahui bahwa keadilan tertinggi di alam semesta adalah dengan menunaikan hak Allah yaitu ibadah kepada Allah semata, tidak mengangkat tandingan sesembahan bagi-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)

Allah menciptakan kita supaya kita beribadah kepada-Nya semata-semata untuk kemaslahatan hamba, bukan karena Allah membutuhkan makhluk. Jika hamba tunduk kepada Allah dan mentauhidkan-Nya maka Allah akan memuliakan mereka dan memberikan balasan atas amal-amal mereka. Sebaliknya jika manusia justru membangkang kepada Rabbnya dan mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, maka Allah akan menghinakan mereka dan menolak segala amal dan kebaikan mereka bagai debu yang beterbangan…

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan apabila mereka melakukan syirik pasti lenyaplah semua amal yang dahulu telah mereka kerjakan.” (al-An’am : 88)

Tauhid dan keikhlasan merupakan asas diterimanya segala amal kebaikan. Tidak ada artinya amal-amal yang besar dan utama jika tidak disertai dengan pondasi tauhid, iman dan keikhlasan niat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan bagi-Nya agama/amal ketaatan dengan hanif/bertauhid lagi ikhlas, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)

Allah berfirman menggambarkan keadaan amal-amal yang tidak dibangun di atas keikhlasan dan tauhid atau tidak ditegakkan di atas keimanan yang benar. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka lakukan lantas Kami jadikan ia bagai debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Seorang yang berdakwah maka dia harus memurnikan niatnya untuk memuliakan tauhid dan iman, bukan mengajak kepada kepentingan atau ambisi diri pribadi ataupun kelompok. Sebagaimana sholat harus dilandasi dengan ikhlas, maka dakwah pun harus ikhlas, tidak boleh dikotori dengan ujub ataupun riya’.

Tidakkah kita ingat bagaimana kejadian yang menimpa para sahabat dan kaum muslimin dalam peristiwa Hunain; ketika banyaknya jumlah pasukan kaum muslimin membuat ujub dan bangga diri sebagian oknum pasukan, sampai-sampai mereka berkata, “Pada hari ini kita tidak akan kalah karena jumlah yang sedikit…” Maka Allah pun memberikan pelajaran berharga berupa kekalahan dan kaum muslimin lari tunggang langgang…

Keikhlasan seorang pejuang dakwah ini adalah harga mati. Apabila keikhlasan itu tercabut atau luntur maka lenyaplah kekuatan dakwahnya, hancurlah keberkahan dan pahala. Kita berdakwah bukan untuk menonjolkan kemampuan diri, atau kehebatan kelompok, atau fanatisme golongan. Dakwah itu lillah; murni untuk Allah…

Kita yang membutuhkan kegiatan dakwah ini, bukan dakwah yang butuh kita, sebagaimana nasihat Ustadz Abu Sa’ad rahimahullah. Apabila kita pergi meninggalkan dakwah ini -karena tersinggung atau karena tidak tahan dengan celaan manusia- maka Allah akan gantikan kita dengan orang yang lebih baik dari kita.

Justru kita harus bersyukur kepada Allah diberi kesempatan untuk berperan dalam dakwah -sekecil apapun peran itu- dan tidak perlu malu untuk belajar atau mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Sebagaimana dinasihatkan oleh para ulama tidak ada kebaikan pada suatu kaum yang tidak mau menasihati dan tidak mau menerima nasihat.

Apabila para sahabat saja manusia-manusia terbaik di muka bumi setelah para nabi diberikan pelajaran dan nasihat atas sebagian penyimpangan iman dan tauhid maka bagaimana lagi dengan kita?! Apakah kita merasa diri kita lebih bersih dan lebih suci daripada para sahabat nabi radhiyallahu’anhum?

Ingatlah perkataan sebagian ulama, “Orang yang berakal itu adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri dan tidak terpedaya oleh pujian dari orang-orang yang tidak mengerti seluk-beluk dirinya.”

Kita adalah manusia biasa, tidak lebih dari itu. Kita banyak berbuat dosa dan kesalahan. Itu perkara yang harus kita sadari dan akui. Maka langkah terbaik bagi orang yang bersalah adalah bertaubat dan memperbaiki diri. Dan disinilah ketulusan niat dan kejujuran tekad kita diuji; apakah selama ini niat kita murni untuk Allah atau tidak? Ataukah kita berdakwah demi mempertahankan kedudukan dan memuaskan ambisi pribadi?

Wallahul musta’aan.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *