Bismillah.
Salah satu nasihat yang pernah kami dengar dari seorang Ustaz -semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di Surga- adalah bahwa orang yang berdakwah itu ‘membutuhkan nafas panjang’. Maksudnya sabar dalam dakwah adalah sebuah kewajiban dan kebutuhan.
Pelajaran berharga ini bisa dipetik ketika kita coba melihat di dalam kisah awal mula turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara ayat-ayat awal yang turun kepada beliau adalah sebuah ayat dalam surat al-Muddatstsir (yang artinya), “Dan untuk Rabbmu maka bersabarlah…” Di dalam al-Qur’an Allah juga mengisahkan dakwah Nabi Nuh ‘alaihis salam selama 950 tahun di tengah kaumnya yang memuja simbol dan rupaka orang-orang salih, dan ternyata tidak ada yang menerima dakwah beliau kecuali sedikit sekali…
Ya, dakwah tauhid ini perlu waktu dan tahapan yang tidak sebentar. Tidakkah kita memetik pelajaran dari kisah para sahabat radhiyallahu’anhum yang digembleng aqidahnya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama bertahun-tahun namun ternyata beliau pun tetap saja mengkhawatirkan umatnya itu terseret dalam syirik besar maupun kecil. Bahkan di saat-saat menjelang wafatnya beliau masih memperingatkan para sahabatnya dari pengagungan terhadap kubur orang salih.
Sabar dalam dakwah sangat erat kaitannya dengan keikhlasan. Orang yang ikhlas dalam berdakwah tidak mengharapkan wajah-wajah manusia berpaling kepadanya, dia sama sekali tidak memendam ambisi-ambisi dunia dalam dakwahnya. Sehingga dia akan berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan kejelekannya. Oleh sebab itulah Allah telah berpesan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikhlaskan kesabaran itu dengan perintah-Nya (yang artinya), “Dan untuk Rabbmu, maka bersabarlah.”
Para ulama menjelaskan bahwa diantara kaidah dan syarat agar sabar dinilai benar adalah ia harus ikhlas karena Allah, inilah yang disebut dengan istilah ash-shabru lillah/sabar karena Allah. Selain itu sabar juga harus ma’allah; yaitu berada di atas sunnah, bukan di atas bid’ah. Dan sabar pun harus billah; yaitu dengan selalu memohon bantuan Allah, tidak bertawakal kepada dirinya sendiri ataupun bergantung hati kepada makhluk. Allah perintahkan dalam ayat (yang artinya), “Dan bersabarlah kamu! Tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudah berpesan kepada kita, bahwa sesungguhnya pertolongan dan kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Sebagaimana bersama kesulitan pasti akan ada kemudahan. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah berikan untuknya jalan keluar dan Allah beri rezki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan mencukupi segala kebutuhannya.
Sang Ustaz –rahimahullah– juga pernah mengatakan sebuah ungkapan berbahasa arab yang bunyinya ‘man tsabata nabata’ artinya, “Barangsiapa yang tegar maka dia akan tumbuh/membesar.” Artinya kemuliaan dan kejayaan itu selalu menuntut kesabaran dan perjuangan. Dan ketegaran itu akan diberikan Allah kepada mereka yang ikhlas dan beriman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diingatkan oleh Allah bahwa kalau bukan karena keteguhan yang Allah berikan niscaya beliau akan condong mengikuti ajakan dan bujuk rayu musuh tauhid dan kebenaran.
Apabila ikhlas dan iman dalam Islam laksana pondasi dalam bangunan atau akar bagi sebatang pohon, maka sabar di dalam keimanan itu laksana kepala bagi seluruh anggota badan. Sabar itu sendiri tidak bisa diwujudkan kecuali dengan menyerap bimbingan Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu sebagian ulama salaf memberi pengertian sabar dengan ‘ketegaran di atas al-Kitab dan as-Sunnah’. Dengan demikian pantaslah apabila Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut sabar sebagai anugerah terbaik dan paling lapang. Karena sabar menjadi kunci segala kebaikan. Sebagian ulama menegaskan bahwa ‘dengan sabar dan keyakinan akan diraih keteladanan dalam beragama’.
Wabillahit taufiq.
0 Komentar