AdabAkhlaqMutiara HikmahNasehat

Untaian Nasihat Ulama (8)

Bagian 8.
Memulai Perbaikan Dari Diri Sendiri

Pentingnya Mengingat Kematian

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Seandainya mengingat kematian berpisah dari hatiku maka aku benar-benar khawatir hatiku menjadi rusak.” (lihat Min A’lam as-Salaf [1/70])

Buah Mengingat Kematian

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang mengingat saat datangnya kematian. Sebab tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak pengaruh baik hal itu bagi amalnya.” (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’i, hal. 23-24)

Orang Yang Diberkahi

Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah mengatakan, “Orang yang diberkahi adalah yang kemanfaatannya meluas kepada orang-orang lain. Apakah itu dalam bentuk memberikan makanan kepada orang yang kelaparan atau meringankan beban urusan mereka dan memberikan bantuan untuk mereka.” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ Syaikh ar-Rajihi, hal. 5)

Baik dan Memperbaiki

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Tidaklah seorang insan itu diberkahi dimana pun dia berada kecuali apabila pada setiap majelisnya dia menjadi sosok yang salih/baik dan mushlih/orang yang memperbaiki. Artinya dia salih pada dirinya; sehingga tidak muncul darinya keburukan, gangguan, ataupun perusakan, atau yang semisalnya. Dan dia juga harus menjadi orang yang memperbaiki, dalam artian bahwa pada setiap majelisnya maka yang didengar darinya adalah kebaikan, terdengar darinya kalimat yang baik, nasihat yang bagus, peringatan yang berfaidah, dan yang semisal dengannya.” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ Syaikh Abdurrazzaq, hal. 10)

Mengenali Jati Diri

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengenali jati dirinya sendiri maka dia akan menyibukkan diri dengan memperbaikinya daripada sibuk mengurusi aib-aib orang lain. Barangsiapa yang mengenal kedudukan Rabbnya niscaya dia akan sibuk dalam pengabdian kepada-Nya daripada memperturutkan segala keinginan hawa nafsunya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 56)

Menyadari Kekurangan Diri

Abdullah ibnu Mubarak rahimahullah berkata, “Jika seorang telah mengenali kadar dirinya sendiri [hawa nafsu] niscaya dia akan memandang dirinya -bisa jadi- jauh lebih hina daripada seekor anjing.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/29])

Pentingnya Berintrospeksi

Yunus bin ‘Ubaid rahimahullah berkata, “Sungguh aku pernah menghitung-hitung seratus sifat kebaikan dan aku merasa bahwa pada diriku tidak ada satu pun darinya.” (lihat Muhasabat an-Nafs wa al-Izra’ ‘alaiha, hal. 80)

Menilai Kualitas Diri

al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Wahai orang yang malang. Engkau berbuat buruk sementara engkau memandang dirimu sebagai orang yang berbuat kebaikan. Engkau adalah orang yang bodoh sementara engkau justru menilai dirimu sebagai orang berilmu. Engkau kikir sementara itu engkau mengira dirimu orang yang pemurah. Engkau dungu sementara itu engkau melihat dirimu cerdas. Ajalmu sangatlah pendek, sedangkan angan-anganmu sangatlah panjang.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 15)

Memperbaiki Diri

al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Hendaknya kamu disibukkan dengan memperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yang senantiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telah terpedaya.” (lihat ar-Risalah al-Mughniyah, hal. 38)

Belajar Mengakui Kesalahan

Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Seandainya dosa itu mengeluarkan bau niscaya kalian tidak akan sanggup mendekat kepadaku, karena betapa busuknya bau [dosa] yang keluar dariku.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 365)

Bersumber dari dalam Hati

Dikisahkan, ada seorang tukang kisah mengadu kepada Muhammad bin Wasi’. Dia berkata, “Mengapa aku tidak melihat hati yang menjadi khusyu’, mata yang mencucurkan air mata, dan kulit yang bergetar?”. Maka Muhammad menjawab, “Wahai fulan, tidaklah aku pandang orang-orang itu seperti itu kecuali diakibatkan apa yang ada pada dirimu. Karena sesungguhnya dzikir/nasehat jika keluar dari hati [yang jernih] niscaya akan meresap ke dalam hati pula.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 12)

Meresapnya Nasihat ke dalam Hati

Syahr bin Hausyab rahimahullah berkata, “Jika seorang menuturkan pembicaraan kepada suatu kaum niscaya pembicaraannya akan meresap ke dalam hati mereka sebagaimana sejauh mana pembicaraan [nasihat] itu bisa teresap ke dalam hatinya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 660)

Ciri Kebaikan Seorang Hamba

Yunus bin ‘Ubaid rahimahullah berkata, “Dua perkara jika hal itu baik pada diri seorang hamba maka baiklah urusannya yang lain, yaitu sholat dan lisannya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 274)

Ketika Allah Berpaling dari Seorang Hamba

Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Salah satu tanda bahwa Allah telah berpaling/tidak peduli dengan seorang hamba adalah ketika Allah jadikan dia sibuk dalam hal-hal yang tidak penting baginya.” (lihat ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 115)

Menjaga Lisan

Abu Dzarr radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa yang menghitung ucapannya adalah bagian dari amalnya niscaya ucapannya akan menjadi sedikit kecuali dalam hal-hal yang penting dan bermanfaat baginya.” (lihat ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 115)

Bahaya Lisan

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Tidak ada di muka bumi ini sesuatu yang lebih butuh dipenjara dalam waktu yang lama selain daripada lisan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 26)

Berhati-Hati Menyampaikan Berita

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Cukuplah menjadi sebuah dosa apabila seorang selalu menceritakan setiap berita/kabar yang dia dengar/dapatkan.” (lihat Aina Nahnu min Ha’ula’i, 2/76)

Bahaya Tidak Meneliti Berita

Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata, “Tidaklah seorang menjadi imam/teladan apabila dia selalu menuturkan setiap pembicaraan/hadits yang dia dengar. Dan tidak pula menjadi imam/panutan orang yang senantiasa menyampaikan hadits -tanpa meneliti- dari siapa pun datangnya.” (lihat adh-Dhu’afa’ al-Kabir Jilid 1 hal. 9)

Akibat Adu Domba

Yahya bin Aktsam rahimahullah berkata, “Tukang namimah/adu-domba lebih jelek daripada tukang sihir. Seorang tukang namimah bisa melakukan sesuatu dalam waktu satu jam apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang tukang sihir selama sebulan.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i [2/128])

————-

Alhamdulillah sementara ini sudah terkumpul donasi Graha al-Mubarok sebesar Rp.213 juta. Masih terbuka kesempatan untuk berdonasi. Semoga Allah memberikan balasan terbaik bagi segenap donatur.

Info lebih lengkap silahkan buka di sini [klik]

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *