AkhlaqHaditsMutiara Hikmah

Sebuah Pelajaran Penting

Bismillah.

Ada sebuah hadits sahih dalam kitab Sahih Muslim yang sangat mengesankan untuk dicermati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang merasa kenyang (baca: berbangga) dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya seperti orang yang mengenakan dua lembar pakaian kedustaan/kepalsuan.” (HR. Muslim)

Kejujuran adalah modal seorang mukmin. Diantara bentuk kejujuran adalah dengan tidak menampakkan diri memiliki sesuatu padahal dia tidak memilikinya. Seorang yang mengenali kadar dirinya tentu tidak akan menempatkan diri pada suatu posisi yang melampaui kapasitas dan kedudukannya. Bagaimana pun orang lain memuji atau memberi rekomendasi, hal itu tidak merubah hakikat dan jati diri seorang hamba yang menyadari akan kesalahan dan tumpukan dosanya. Sebagian ulama mengatakan, “Orang berakal itu mengenali dirinya sendiri dan tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengenal seluk-beluk keadaan dirinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencontohkan kepada kita sikap jujur dan rendah hati yang luar biasa. Bukankah ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang kapan kiamat tiba beliau menjawab, “Tidaklah orang yang ditanyai lebih mengetahui daripada si penanya.” (HR. Muslim). Begitu pula akhlak para sahabat anak didik beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila mereka tidak mengetahui suatu hal dalam urusan agama maka sering terucap dari lisan mereka, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” atau ungkapan lain yang semakna.

Seorang ulama besar masa kini dan mufti yang diakui kedalaman ilmunya; Syaikh Bin Baz rahimahullah ketika ditanya suatu hal dan tidak bisa menjawab, dengan rendah hati mengatakan kepada muridnya, “Wahai Syaikh Abdurrahman, kami ini tidak memiliki ilmu.” Sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Sa’id al-Qahthani hafizhahullah dalam salah satu bukunya. Akhlak semacam ini harus kita pelajari dan kita terapkan, terlebih lagi bagi para penimba ilmu dan da’i.

Ustaz Kholid Syamhudi hafizhahullah suatu ketika pernah memberikan nasihat lembut kepada seorang pemuda dalam bentuk sebuah doa berbahasa arab yang artinya, “Semoga Allah merahmati orang yang mengerti kadar dirinya.” Ya, sebuah nasihat dan pelajaran yang sangat penting bagi kita semuanya. Pada masa seperti sekarang ini kita sangat membutuhkan kejujuran dan keikhlasan. Kita harus jujur kepada diri kita sendiri dan jujur kepada Allah, sebagaimana kandungan doa yang diajarkan kepada kita ‘abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbii…’ artinya, “Aku mengakui akan segala nikmat-Mu kepadaku dan aku akui segala dosaku..”

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam sebuah tulisannya mengutip perkataan sebagian ulama terdahulu yang mengungkapkan bahwa salah satu nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah dengan menutupi dosa-dosa mereka; nikmat yang sering membuat orang lupa akan jati dirinya. Ini mengingatkan kita akan ucapan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu yang penuh kerendahan hati, “Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku niscaya kalian akan menaburkan tanah ke wajahku…” Seorang ulama salaf mengatakan, “Seandainya dosa itu menimbulkan bau, niscaya tidak ada seorang pun yang mau duduk bersamaku.”

Apakah kita lupa akan ucapan Imam Syafi’i rahimahullah, “Aku mencintai orang-orang salih, sementara aku -merasa- bukan bagian dari mereka…” Ucapan serupa juga diriwayatkan dari Abdullah Ibnul Mubarok rahimahullah. Para salaf mengajarkan kepada kita untuk jujur dan mengakui kekurangan diri. Sikap inilah yang disebut dengan ungkapan muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal; menelaah aib diri dan amalan. Sebagaimana hal itu disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya al-Wabil ash-Shayyib. Salah satu faidah dari sikap ini adalah munculnya perendahan diri secara utuh; ghoyatudz dzul.

Dengan perendahan diri itulah seorang hamba mewujudkan nilai ubudiyah-nya kepada Allah. Hilangnya sifat ini akan mengakibatkan tumbuhnya perasaan ujub, sombong, dan lupa diri. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahwa kesombongan yang bercokol di dalam hati adalah sebab yang menghalangi orang untuk masuk ke dalam surga. Semoga Allah menjaga kita dari sifat ujub dan kesombongan.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *