Bismillah.

Segala puji bagi Allah atas nikmat hidayah dan Sunnah yang Allah berikan kepada kita. Adalah sebuah kebahagiaan tidak terkira menjadi seorang muslim yang ittiba’/mengikuti sunnah/ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Terlebih lagi di zaman kita sekarang ini. Ketika kemungkaran dan kerusakan begitu tersebar di mana-mana karena jauhnya manusia dari petunjuk al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing seperti kedatangannya. Oleh sebab itu beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim)

Nikmat yang sangat agung ini tidak disadari oleh banyak orang, bahkan yang mengaku beragama Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Nikmat yang sedemikian besar ini seolah terkalahkan dengan berbagai perhiasan dan kesenangan dunia yang menipu manusia. Sehingga manusia menghabiskan segala energi dan kemampuannya untuk meraup dunia sebanyak-banyaknya. Padahal dunia itu akan sirna. Seolah mereka lupa akan firman Allah (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Banyak orang telah menjadikan dunia sebagai puncak cita-citanya. Padahal kebahagiaan yang hakiki hanya diberikan kepada mereka yang mau beriman dan beramal salih ikhlas karena-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)

Banyak orang tergoda dan terlena oleh pernak-pernik dunia sehingga melupakan tujuan hidupnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kepada kita, “Jalan menuju neraka diliputi hal-hal yang disenangi nafsu sementara jalan menuju surga diliputi hal-hal yang tidak disukai oleh hawa nafsu/syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena itulah sejak dahulu Allah telah memberikan pedoman kepada kita bahwa hidup di dunia ini adalah ujian dan cobaan atas penghambaan kita kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2)

Menjadi hamba Allah artinya mempersembahkan amal terbaik di dalam kehidupan dunia ini. Orang yang bisa lolos ujian ini adalah mereka yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utama sedangkan dunia sebagai ladang dan jembatan untuk meraih surga dan selamat dari kobaran api neraka. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Namun bukan berarti ketika seorang menghambakan dirinya kepada Allah kemudian hal itu menunjukkan bahwa Allah butuh kepada makhluk-Nya. Sama sekali tidak! Allah Maha kaya lagi tidak membutuhkan alam semesta. Kita -manusia- ini lah yang fakir dan butuh di hadapan-Nya. Karena ibadah merupakan sarana untuk mencapai kemuliaan derajat di sisi-Nya. Maka orang-orang yang sombong dari keimanan dan ibadah kepada Allah pasti menjumpai kehinaan dan kesengsaraan selama-lamanya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan’. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)

Mengabdi kepada Allah artinya menujukan segala bentuk ibadah kepada Allah dengan penuh ketundukan dan pengagungan kepada-Nya. Ibadah kepada Allah bermakna tunduk kepada perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu bukanlah hamba Allah yang sejati apabila ia senantiasa meninggalkan perintah-perintah Allah dan selalu bergelimang dalam larangan-Nya. Sifat hamba Allah itu adalah tunduk dan merendah di hadapan Allah. Dia tidak sombong atau arogan kepada Allah. Dia mau tersungkur sujud dan memurnikan ibadah kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/ketaatan bagi-Nya dengan hanif, supaya mereka mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5)

Ya, banyak orang yang sombong dan angkuh di hadapan Allah. Walaupun dia tampak bermanis muka dan rendah hati di hadapan manusia. Lihatlah orang-orang kafir dan munafik yang penampilan dan tubuh-tubuh mereka membuat terpesona sebagian manusia. Mereka pun larut dalam angan-angan setan dan bisikan hawa nafsu sehingga menjadikan orang-orang kafir sebagai idola, panutan, dan tokoh hebat yang diagung-agungkan. Tidak peduli apa agamanya. Tidak mau pusing ayat dan hadits apa yang bertentangan dengan pemikiran dan gaya hidupnya.

Inilah ujian dan cobaan yang akan membuktikan sejauh mana kualitas penghambaan pada diri manusia. Apakah dia lebih mendepankan bimbingan al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah dia lebih merasa cocok dengan perasaan dan tradisi serta gaya hidup menyimpang yang dia jalani selama ini.

Padahal, apabila manusia mau tunduk kepada ajaran al-Qur’an pasti dia akan meraih kebahagiaan dan kesuksesan. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja yang mau membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajarannya bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka nanti ketika di akhirat.” Inilah jalan bagi mereka yang ingin hidup bahagia!

Bahagia tidak diukur dengan keelokan rupa, banyaknya harta dan tingginya pangkat atau jabatan. Lihatlah Qarun dan Fir’aun dengan apa yang mereka punya, sama sekali tidak bisa memuliakan kedudukan mereka di hadapan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa-rupa kalian atau tubuh-tubuh kalian. Akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)

Di bulan Ramadhan ini, sesungguhnya kita sedang digembleng untuk menjadi hamba Allah yang sejati. Dengan puasa, dengan membaca al-Qur’an, dengan sholat malam, dengan meninggalkan perkataan dan perbuatan yang merusak pahala puasa, dan bersedekah kepada kaum muslimin sebagai bukti keimanan dan penghambaan kita kepada-Nya. Oleh sebab itu Allah menegaskan, bahwa ‘puasa itu untuk-Ku’ karena di dalam puasa nilai-nilai penghambaan kepada Allah itu semakin diuji dan diasah. Apabila kita rela meninggalkan makan dan minum untuk sementara waktu yaitu di siang hari Ramadhan, maka tentu kita harus lebih rela untuk meninggalkan segala kebiasaan dan jalan hidup yang menyimpang dari Islam dan keimanan.

Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan beramal salih dalam sisa-sisa umur kita, yang kita tidak tahu kapankah umur kita di alam dunia ini berhenti dan malaikat maut datang untuk menunaikan tugasnya. Allahul musta’aan.

 

 


Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *