AmalHaditsIbadahNasehatPenyucian JiwaPuasaTaubat

Ramadhan Kembali Datang…

images

Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan kepada kita sedemikian banyak nikmat dan bimbingan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi akhir zaman, para sahabatnya dan pengikut setia mereka di atas jalan keselamatan.

Amma ba’du.

Bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang marak dengan amal dan ketaatan. Tidak lama lagi Ramadhan kembali hadir di hadapan. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia itu dengan penuh keimanan dan keselamatan.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah : 183)

Imam Bukhari membawakan ayat ini di dalam kitabnya Sahih Bukhari Kitab Ash-Shiyam dengan judul bab ‘wajibnya puasa Ramadhan’. Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi hafizhahullah berkata, “Penulis rahimahullah mengisyaratkan dengan menyebutkan ayat ini terhadap permulaan diwajibkannya puasa. Dan di dalamnya juga terkandung kewajiban puasa terhadap umat ini sebagaimana ia diwajibkan kepada umat-umat terdahulu. Adapun bilangan/jumlah hari dan tata caranya didiamkan/tidak dibicarakan di dalam ayat ini.” (lihat Minhatul Malik Al-Jalil, 4/131)

Sebelum datangnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa ‘Asyura. Dari Ibnu ‘Umar, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa ‘Asyura dan memerintahkan umat untuk berpuasa pada hari itu. Kemudian ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka ia ditinggalkan.” (HR. Bukhari no. 1802). Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi berkata, “Ucapan beliau ‘ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka ia ditinggalkan’ maksudnya ditinggalkan puasa hari Asyura itu sebagai kewajiban namun ia masih tetap dianjurkan. Inilah yang tampak dari zahir hadits tersebut. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dahulu puasa Asyura itu adalah dianjurkan/sunnah, akan tetapi zahir dari dalil-dalil menunjukkan bahwasanya dahulu ia diwajibkan. Sehingga ketika telah diwajibkan puasa Ramadhan maka dihapuskan kewajibannya dan berstatus mustahab/dianjurkan.” (lihat Minhatul Malik, 4/133)

Yang dimaksud puasa ‘Asyura adalah puasa pada tanggal 10 Muharram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa hari ‘Asyura aku berharap ia menjadi sebab Allah mengampuni dosa-dosa selama satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim). Namum perlu diingat bahwa keutamaan ini hanya akan didapatkan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa puasa ‘Asyura adalah disyari’atkan dan dianjurkan/mustahab. Dan yang lebih utama adalah berpuasa pada hari itu dan tanggal sembilan; yaitu hari sebelumnya (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi dalam Minhatul Malik Al-Jalil, 4/133)

Puasa memiliki keutamaan yang sangat besar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah perisai. Oleh sebab itu tidak selayaknya berbuat rofats dan berbuat kebodohan. Apabila ada seseorang yang memerangi atau mencaci-maki dirinya hendaklah dia katakan kepadanya, ‘Aku sedang berpuasa’ dua kali. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. Orang itu rela meninggalkan makanan, minuman, dan keinginan syahwatnya karena Aku. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang langsung membalasnya. Kebaikan yang lain maka satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya.” (HR. Bukhari no. 1804)

Yang dimaksud rofats adalah hubungan suami istri dan hal-hal yang mengarah ke sana. Maksudnya hendaklah ia menjauhi hubungan suami istri dan hal-hal yang menyeret ke sana, demikian pula hendaknya menjauhi ucapan-ucapan kotor. Adapun berbuat kebodohan maksudnya seperti berteriak-teriak dan tindakan dungu yang lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya serta perbuatan bodoh maka Allah tidaklah butuh dia untuk meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari no. 6057) (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi dalam Minhatul Malik Al-Jalil, 4/135).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu bernama Ar-Royyan. Melalui pintu inilah orang-orang yang berpuasa akan masuk ke surga kelak pada hari kiamat. Tidak ada selain mereka yang memasuki pintu ini seorang pun. Ketika itu dipanggil ‘dimanakah orang-orang yang berpuasa?’ lalu mereka pun berdiri. Tidaklah memasukinya selain mereka seorang pun. Apabila mereka semua telah memasukinya maka ia pun dikunci sehingga tidak ada lagi orang yang masuk melewatinya.” (HR. Bukhari no. 1806)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila telah masuk Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit, dikunci pintu-pintu Jahannam, dan dibelenggu setan-setan.” (HR. Bukhari no. 1809)

Pada bulan Ramadhan itulah terdapat malam kemuliaan, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang menghidupkan malam itu dalam ketaatan dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala, maka dosa-dosanya akan diampuni.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan/menghidupkan malam Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. Dan barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari no. 1811)

Hadits ini menunjukkan bahwasanya berpuasa Ramadhan dan menghidupkan malam qadar adalah sebab diantara sebab-sebab diampuninya dosa, dan ini berlaku bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar (lihat Minhatul Malik Al-Jalil, 4/143)

Hal ini tentu menjadi isyarat dan memberikan sinyal yang kuat kepada kita untuk senantiasa bertaubat. Bertaubat dari dosa-dosa yang telah kita lakukan selama ini. Bisa jadi Ramadhan kita selama ini belum bisa menghapuskan dosa-dosa karena pada hari-hari dan bulan-bulan sebelumnya kita selalu bergelimang dengan dosa. Sehingga dosa-dosa yang bisa terhapus pun tidak bisa maksimal. Sehingga bekas-bekas dan sisa-sisanya masih saja melekat dalam hati dan pikiran kita. Lisan kita beristighfar namun hati kita masih saja bertekad untuk melakukan maksiat, wal ‘iyadzu billah.

Benar, taubat tidak harus menunggu Ramadhan tiba. Karena kita juga tidak bisa memastikan apakah Ramadhan tahun ini bisa kita jumpai sekali lagi. Kita hanya bisa berharap dan berdoa kepada Allah untuk bisa berjumpa dengannya untuk kesekian kalinya, setelah dosa-dosa yang kita buat kepada-Nya. Aduhai, janganlah anda tunda taubat itu hingga bulan puasa tiba… Karena belum tentu kita menemuinya…

Wahai jiwa-jiwa yang bersimbah dengan dosa, yang bergelut dengan maksiat, dan berlumur dengan kotoran hati, sampai kapan anda menunda taubat? Tidakkah anda sadar bahwa kematian selalu mengintai anda… Kematian yang anda tidak tahu kapankah jadwal pencabutan nyawa itu tiba dan malaikat maut pasti akan menjalankan tugasnya. Anda tidak akan bisa protes kepadanya ‘wahai malaikat, tundalah kematianku hingga ramadhan tiba, hingga aku membaca qur’an, hingga aku sholat malam, hingga aku berpuasa…’ Anda tidak akan bisa mengucapkannya dan tidak akan bisa membantah perintah-Nya!

Kalau anda ingin menunda taubat itu hingga Ramadhan tiba, maka tunggulah! Tunggulah kedatangannya dan teruslah bergelimang dengan dosa dan maksiat anda, hingga anda akan terkejut apabila ternyata kematian justru lebih dulu menjemput anda… Hingga anda akan menyesal dan penyesalan ketika itu tiada lagi berguna. Ketika ruh telah sampai di tenggorokan. Ketika nyawa sudah diseret keluar dari jasadnya. Ketika itulah taubat sudah tidak lagi diterima, dan linangan air mata hanya akan mengusap mayat anda.

Anda tidak bisa kembali, walaupun hanya untuk membuka selembar mushaf al-quran. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk meletakkan dahi di tanah seraya bersujud dan memohon ampun kepada Allah. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk menyisihkan selembar uang untuk diinfakkan. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk mengumandangkan azan. Anda tidak akan bisa kembali, walaupun hanya untuk menempelkan publikasi kajian atau meletakkan sebuah buletin penyebar kebaikan. Anda tidak akan bisa kembali… Di saat sang maut datang menghampiri…

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *