AkhlaqNasehatPenyucian Jiwa

Merasa Lebih Baik dan Lebih Hebat

Bismillah.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, salah satu perkara yang dilarang di dalam agama kita adalah merasa suci atau men-tazkiyah diri sendiri. Sebagaimana ayat yang mungkin pernah kita dengar yang berbunyi ‘fa laa tuzakkuu anfusakum…’ yang artinya, “Maka janganlah kalian merasa diri kalian suci.”

Namun di sana juga ada istilah tazkiyah terhadap diri yang diperintahkan yaitu membersihkan diri dari berbagai kotoran dosa dan kemungkaran. Hal ini yang sering kita dengar dengan istilah tazkiyatun nufus (jamak) atau tazkiyatun nafs (tunggal). Sebagaimana dalam sebuah doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Dan sucikanlah ia -jiwaku- sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya…” (HR. Muslim)

Apabila dipadukan kedua makna di atas maka sesungguhnya diantara bentuk pembersihan dan penyucian jiwa itu adalah dengan tidak menganggap diri suci atau memuji-muji diri sendiri -secara langsung atau tidak langsung- dengan niat merasa lebih baik atau lebih tinggi daripada orang lain. Oleh sebab itu kita dapati hadits yang memperingatkan orang yang suka memuji saudaranya di hadapannya karena hal itu akan berpotensi merusak kebersihan jiwanya.

Para ulama terdahulu telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana mereka sangat jauh dari sifat dan perasaan ujub atau merasa dirinya suci atau lebih hebat dari orang lain. Seperti ucapan yang masyhur dari Imam Syafi’i dan Ibnul Mubarok rahimahumallah, “Aku mencintai orang-orang salih sementara aku bukan termasuk golongan mereka…” Sebagian ulama juga mengatakan, “Seandainya dosa-dosa itu menimbulkan bau busuk, niscaya tidak ada seorang pun yang mau duduk bersamaku.” Sebagian ulama berkata, “Orang yang berakal itu adalah yang mengenali jati dirinya dan tidak terpedaya oleh pujian orang yang tidak mengerti seluk-beluk dirinya.”

Di sana ada sedikit kesalahpahaman di tengah masyarakat, bahwa ketika sebagian orang berusaha untuk memberikan nasihat dan dakwah kepada saudaranya yang lain dengan amar ma’ruf atau nahi mungkar kemudian muncullah kesan atau anggapan bahwa si penasihat tadi telah merasa lebih baik atau lebih hebat daripada orang lain di sekitarnya. Ini adalah salah satu bentuk kekeliruan dan tipu daya setan untuk mengalihkan manusia dari maksud nasihat itu sesungguhnya. Manusia menyangka bahwa si dai atau saudaranya itu telah merasa sok suci dan semacamnya.

Sesungguhnya nasihat dan dakwah adalah kewajiban agama. Oleh sebab itu tetap saja tugas mereka yang lebih mengetahui atau sudah lebih dulu mengerti untuk menyebarkannya kepada yang lain, dan hal itu tidaklah melazimkan dirinya lebih baik daripada orang lain. Bukankah terdapat ayat yang mencela orang yang mengatakan apa-apa yang dia sendiri tidak melaksanakannya, sebagaimana ada hadits yang berisi ancaman bagi orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya?

Ketika seorang yang berdakwah atau memberi nasihat merasa lebih baik dan lebih hebat dari orang lain hanya gara-gara nasihat dan ilmu yang dia sampaikan atau karena amal-amal yang telah dikerjakannya mungkin dia perlu mengingat bahwa nasihat atau ilmu yang disampaikan -dan tidak diamalkan- justru akan menjadi bumerang baginya di akhirat sehingga dia akan bisa dihukum dan disiksa karenanya. Dan kalau kita mau jujur bukankah masih banyak ilmu yang belum kita amalkan?

Dengan demikian sebenarnya celah untuk merasa diri lebih hebat itu bisa ditutupi dengan kesadaran terhadap aib dan kekurangan kita. Inilah yang disebut oleh ulama dengan istilah muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal; menelaah aib-aib pada diri dan amal-amal kita. Oleh sebab itu jangan heran apabila ada sebagian salaf mengatakan, “Apabila seorang telah mengenali kadar dirinya niscaya bisa jadi dirinya itu jauh lebih hina daripada anjing.” 

Buah dari menelaah aib diri dan amalan adalah perendahan diri dan ketundukan kepada Allah. Perendahan diri dan ketundukan kepada Allah yang disertai kecintaan dan pengagungan itulah hakikat dan makna penghambaan kepada-Nya. Wallahu a’lam bish shawaab.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *