AkhlaqHaditsPenyucian Jiwa

Mencari Tambahan Nikmat

Bismillah.

Allah berfirman (yang artinya), “Jika kalian bersyukur benar-benar Aku akan tambahkan nikmat-Ku atas kalian.” (Ibrahim : 7). Sa’id bin Jubair rahimahullah menafsirkan, “Maksudnya Allah akan menambahkan ketaatan kepada-Nya.” (lihat Kitab Fadhilatu asy-Syukri, hlm. 39)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, tafsiran ayat di atas adalah apabila manusia bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya niscaya Allah akan menambahkan nikmat itu kepadanya (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 4/335). Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah dengan menunaikan ketaatan kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai perkara yang dicintai Allah; baik yang lahir maupun yang batin (lihat al-Fawa-id, hlm. 193)

Imam al-Baghawi rahimahullah menafsirkan, maksud ayat itu adalah ‘apabila kalian mensyukuri nikmat-Ku dengan beriman dan melakukan ketaatan Aku tambahkan kepada kalian nikmat-Ku’. Ada juga yang menafsirkan bahwa syukur menjadi pengikat nikmat yang ada dan pemburu nikmat yang hilang. Sebagian ulama juga menjelaskan bahwa jika kalian bersyukur kepada Allah dengan ketaatan niscaya Allah akan menambahkan pahala-Nya (lihat Ma’alim at-Tanzil, hlm. 682)    

Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah menerangkan bahwa mensyukuri nikmat merupakan sebab nikmat-nikmat itu terus bertahan dan bertambah. Adapun mengkufuri nikmat adalah sebab hilangnya nikmat. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan ‘nikmat jika disyukuri akan lestari, dan jika diingkari akan lari’ (lihat Kutub wa Rasa-il, 1/253)

Nikmat yang Allah curahkan begitu banyak, tidak terhingga. Allah berfirman (yang artinya), “Dan nikmat apapun yang ada pada kalian; maka itu berasal dari Allah.” (an-Nahl : 53). Allah juga berfirman (yang artinya), “Jika kalian berusaha menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup menghingganya.” (Ibrahim : 34)

Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad mengatakan, “Dan seagung-agung nikmat adalah nikmat Islam dan hidayah menuju jalan yang lurus.” (lihat Kutub wa Rasa-il, 1/254)

Para nabi adalah teladan dalam hal bersyukur kepada Allah. Allah memuji Nabi Nuh ‘alaihis salam dalam ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dia -Nuh- adalah seorang hamba yang pandai bersyukur.” (al-Israa’ : 3). Sebagaimana Allah juga memuji Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (yang artinya), “Dia -Ibrahim- adalah orang yang mensyukuri nikmat-nikmat-Nya…” (an-Nahl : 121)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah di setiap hari yang kita lalui. Apabila kita bangun tidur maka kita diajari untuk bersyukur kepada Allah. Kita membaca doa ‘alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatana wa ilaihin nusyuur’ yang artinya, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mematikan kita, dan kepada-Nya kita akan kembali.” (HR. Bukhari)

Di dalam doa ini terkandung pujian bagi Allah atas nikmat yang sangat besar ini yaitu dihidupkan setelah dimatikan; yaitu bisa terbangun setelah terlelap dalam tidur, maka hamba mensyukuri nikmat Allah ini yang dengan keadaan terbangun bisa membuatnya kembali beraktifitas, berbeda halnya ketika dia sedang terlelap tidur (lihat Fiqh al-Ad’iyah wal Adzkar, 3/68)

Bahkan di dalam sholat, kita juga diperintahkan untuk membaca kalimat syukur kepada Allah yaitu dalam surat al-Fatihah. Kita membaca ayat yang berbunyi ‘alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’. Kita membaca ayat ini dan pujian ini setiap hari bahkan dalam setiap raka’at sholat kita. Menunjukkan betapa penting dan wajibnya syukur dalam kehidupan hamba. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan ‘jubilatil qulubu ‘ala hubbi man ahsana ilaiha’ yang artinya, “Hati-hati manusia tercipta dalam keadaan mencintai siapa yang berbuat baik kepada dirinya.”

Sehingga dalam kalimat ‘alhamdulillah’ itu terdapat pendidikan keimanan. Pendidikan untuk menumbuhkan dan menyuburkan kecintaan kepada Allah. Karena cinta merupakan ruh dari ibadah dan amal salih. Cinta kepada Allah merupakan akar ketaatan. Bersyukur kepada Allah bukan hanya dengan lisan, sebab syukur itu juga mencakup pengakuan dan kecintaan dari dalam hati dan pembuktian dengan amal anggota badan.

Nikmat hidayah yang Allah berikan kepada kita jauh lebih berharga daripada emas dan perak. Karena pada hari kiamat nanti sebanyak apapun harta tiada berguna jika tidak dibarengi dengan iman dan takwa. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu tiada bermanfaat harta dan anak-anak kecuali bagi orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.” (asy-Syu’ara’ : 88-89)

Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3). Allah juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia pasti akan termasuk golongan orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Di dalam kalimat ‘alhamdulillah’ itu pun bukan hanya tersirat perintah untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Lebih daripada itu dalam kalimat ‘alhamdulillah’ juga terkandung pujian kepada Allah atas kesempurnaan nama dan sifat-Nya. Allah berhak mendapatkan pujian secara mutlak karena kesempurnaan Dzat, nama, sifat, dan perbuatan-Nya (lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Lum’atil I’tiqad, hlm. 25)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seutama-utama bacaan dzikir adalah laa ilaha illallah, dan seutama-utama doa adalah ucapan alhamdulillah.” (Hadits ini dinyatakan hasan gharib oleh at-Tirmidzi dan dihasankan al-Albani) (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 1/30 dengan tahqiq Hani al-Haj, penerbit Maktabah at-Taufiqiyah, Kairo)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bersin maka hendaklah dia mengucapkan ‘alhamdulillah’ dan hendaknya saudara atau temannya menjawab ‘yarhamukallahu’. Apabila dia mengucapkan ‘yarhamukallahu’ maka hendaklah orang itu mengucapkan ‘yahdikumullahu wa yushlihu baalakum’.” (HR. Bukhari)

Kalimat alhamdulillah artinya ‘segala puji bagi Allah’. Kalimat ‘yarhamukallahu’ artinya semoga Allah merahmatimu. Kalimat ‘yahdikumullahu wa yushlihu baalakum’ artinya semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu. Dari sini kita bisa mengetahui bagaimana kalimat ‘alhamdulillah’ bisa mendatangkan kebaikan demi kebaikan. Orang yang bersin memuji Allah, dan yang mendengarnya memuji Allah mendoakan dia mendapat rahmat, dan orang yang bersin itu pun membalas doa rahmat dengan doa supaya saudaranya mendapatkan hidayah dan perbaikan keadaan. Betapa indahnya Islam mengajarkan kepada kita mensyukuri nikmat Allah… (lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam Fiqh al-Ad’iyah wal Adzkar 3/285-286)

Saudaraku, apabila kita telah mengetahui bahwa hakikat syukur adalah taat kepada Allah dan nikmat Allah yang terbesar adalah hidayah, maka jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya kunci untuk mendapatkan hidayah adalah mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Dan bentuk syukur yang paling agung adalah dengan mentauhidkan Allah semata. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21). Beribadah kepada Allah dan menjauhi syirik adalah kunci meraih hidayah dan keamanan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)

Sehingga apabila kita ingin mendapatkan tambahan hidayah dan keteguhan di atas hidayah maka jalan terbesar untuk itu adalah dengan tauhid dan syukur kepada Allah. Dan apabila kita ingin mendapatkan tambahan nikmat maka jalannya adalah menempuh jalan hidayah.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *