AqidahNasehatPenyucian Jiwa

Kunci Kebahagiaan Insan

Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3)

Di dalam surat yang ringkas ini terdapat kunci kebahagiaan manusia. Bahwa manusia akan meraih kebahagiaan hakiki apabila memiliki keempat sifat; beriman, beramal salih, menasihati dalam kebenaran, dan menasihati dalam kesabaran.

Iman adalah keyakinan di dalam hati dan diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan segenap anggota badan. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat kemaksiatan. Iman memiliki rukun-rukun atau pilar utama yaitu enam hal; iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Keenam hal ini biasa disebut dengan istilah rukun iman. Barangsiapa mengingkari salah satunya maka dia menjadi kafir dan keluar dari Islam.

Iman dan islam adalah dua kata yang apabila disebutkan secara bersamaan maka memiliki makna yang khusus; islam mengacu pada amal-amal lahiriah, sedangkan iman mengacu pada amal-amal batin. Adapun apabila iman dan islam disebutkan secara terpisah -islam saja, atau iman saja, tidak bersamaan- maka setiap istilah itu sudah mencakup kedua hal tadi; amalan batin dan amalan lahiriah.

Di dalam surat al-’Ashr ini Allah menyebutkan iman secara tersendiri -tanpa disertai dengan islam- hal ini menunjukkan bahwa istilah iman di sini juga mencakup amal lahir dan amal batin. Adapun islam sebagaimana sudah kita ketahui terdiri dari lima pokok utama; yaitu syahadatain, sholat, zakat, puasa, dan haji. Diantara kelima rukun Islam ini yang paling pokok dan menjadi pondasi bagi yang lain adalah dua kalimat syahadat. Oleh sebab itulah ketika mengutus Mu’adz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk memulai dengan dakwah kepada dua kalimat syahadat sebelum yang lainnya (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, surat al-’Ashr ini mengandung faidah bagi kita bahwa keberuntungan dan kebahagiaan itu tidak akan diperoleh kecuali oleh orang Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Selain itu, surat al-’Ashr ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa keimanan yang bermanfaat itu adalah keimanan secara lahir dan batin, bukan sekedar keimanan lahiriah seperti halnya yang ada pada kaum munafikin. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sebagian manusia ada yang mengatakan ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir’ padahal mereka itu bukanlah kaum beriman.” (al-Baqarah : 8)

Pokok dari keimanan itu adalah dengan menujukan segala bentuk ibadah kepada Allah dan meninggalkan semua sesembahan selain-Nya. Inilah yang diserukan oleh setiap rasul kepada umatnya. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)

Ibadah kepada Allah harus bersih dari segala bentuk syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)

Ibadah kepada Allah inilah yang menjadi tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Ibadah adalah hak Allah, tidak ada yang berhak disembah selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah hendaklah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menujukan ibadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada Allah adalah perbuatan syirik yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (al-Maa-idah : 72)

Syirik adalah dosa besar yang paling besar dan penyebab tertolaknya semua amalan. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik niscaya lenyap amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Allah tidak akan mengampuni orang yang mati dalam keadaan berbuat syirik besar atau belum bertaubat darinya. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan masih akan mengampuni dosa-dosa lain di bawahnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nisaa’ : 48)

Iman yang akan mengantarkan pemiliknya kepada kebahagiaan adalah iman yang bersih dari syirik dan kemunafikan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah yang diberi petunjuk.” (al-An’aam : 82)

Oleh sebab itu para sahabat nabi atau salafus shalih mengkhawatirkan pada dirinya terjangkit kemunafikan. Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah mengatakan, “Aku telah berjumpa dengan tiga puluh orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; sementara mereka semuanya merasa takut kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.”

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seorang mukmin memadukan di dalam dirinya antara berbuat baik dengan merasa takut, sementara orang kafir memadukan di dalam dirinya antara berbuat buruk dan merasa aman/baik-baik saja.”

14718686_1803714443177090_1758038350701659065_n

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *