Kasih Sayang Allah

Bismillah.

Hari ini 9 Dzulhijjah 1442 H, sebuah hari terbaik selama setahun. Yang ia berada dalam deretan hari-hari terbaik yaitu 10 hari pertama Dzulhijjah. Hari yang akrab di telinga kita dengan istilah hari arafah. Hari dimana kaum muslimin yang menunaikan haji melakukan wukuf di padang Arafah.

Hari yang sangat istimewa bagi kaum muslimin. Diantara sebabnya adalah pada hari Arafah itulah sekitar 80 hari menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun ayat ke-3 dari surat al-Ma’idah yang menjelaskan tentang keutamaan dan kesempurnaan Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (al-Ma’idah : 3)

Islam adalah nikmat yang sangat agung bagi kaum mukminin. Karena islam inilah kunci kebahagiaan hamba di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman benar-benar Kami akan berikan untuknya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan berikan balasan untuk mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)

Tanpa aqidah Islam maka seorang manusia akan menderita dan mengalami kesengsaraan pada hari kemudian. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Islam adalah satu-satunya agama yang Allah ridhai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar kenabianku dari umat ini apakah dia seorang Yahudi atau Nasrani kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali dia termasuk golongan penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan khusus untuk bangsa arab saja, bahkan ia ditujukan kepada segenap manusia. Syari’at Islam yang beliau ajarkan menghapus syari’at-syari’at sebelumnya. Apabila para nabi terdahulu diutus kepada kaumnya saja, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Ketaatan kepada beliau merupakan kepatuhan kepada Allah.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menaati rasul itu sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80). Allah juga berfirman (yang artinya), “Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi dari perintah/ajaran beliau; bahwa mereka itu akan ditimpa dengan fitnah/kerusakan atau menimpa mereka azab yang sangat pedih.” (an-Nuur : 63)

Oleh sebab itu diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan bukti kasih sayang Allah kepada umat manusia. Bahkan diutusnya para nabi terdahulu dan kitab-kitab samawi adalah bukti rahmat Allah kepada para hamba. Karena dengan bimbingan wahyu itulah akan terwujud dan terpelihara kehidupan hati dan kebahagiaan hakiki; sebuah perhatian dan tarbiyah Allah yang istimewa bagi manusia-manusia pilihan yang mau tunduk kepada petunjuk Rabbnya.

Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Hal ini tentu semakin meyakinkan kita mengenai betapa penting dan mulianya Islam. Betapa besar nikmat Islam itu bagi seorang hamba. Betapa besar anugerah yang Allah berikan kepada seorang muslim yang setia dengan ajaran Nabi-nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau lah bukan karena pertolongan dan karunia dari Allah maka kita tidak akan mengenal agama ini dan tidak akan mengikutinya.

Risalah itu bagaikan cahaya, ruh dan kehidupan bagi umat manusia. Manusia tetap berada dalam kegelapan dan kebingungan selama belum terbit dalam dirinya cahaya matahari risalah. Oleh sebab itu Allah menyebut orang kafir sebagai orang yang mati dan terjebak dalam kegelapan. Sementara Allah menggambarkan orang beriman berjalan dengan kehidupan dan cahaya. Karena hidupnya hati adalah dengan ilmu dan keimanan. Sebagaimana tentramnya hati adalah dengan menaati ar-Rahman.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya adalah seperti perumpamaan orang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari). Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Maka bagaimanakah kiranya keadaan ikan apabila berpisah dengan air?!

Pada hari-hari, bulan-bulan dan tahun-tahun ini kita kembali diingatkan tentang besarnya nikmat hidup dan kehidupan. Di tengah merebaknya wabah di berbagai penjuru bumi yang telah menelan sekian banyak korban. Begitu berharganya nikmat hidup ini, oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan kita untuk mensyukuri nikmat sehat sebelum datangnya sakit dan memanfaatkan nikmat hidup sebelum datangnya kematian. Dunia adalah tempat kita beramal sedangkan akhirat adalah hari pembalasan dan tidak ada lagi kesempatan beramal.

Inilah yang diingatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, “Akhirat datang menghampiri sedangkan dunia pergi meninggalkan. Jadilah kalian anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia. Karena hari ini adalah kesempatan beramal belum datang hisab, sementara besok/di akhirat adalah hisab dan tidak bisa lagi beramal.”

Seorang mukmin akan tetap berada dalam kebaikan; selama dia bersyukur terhadap nikmat dan sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa dirinya. Seorang manusia pun akan meraih kemuliaan ketika dia mau bertaubat dari dosa-dosanya dan kembali kepada bimbingan Allah dan Rasul-Nya. Allah melarang kita berputus asa dari rahmat-Nya. Sebaliknya kita pun tidak diperbolehkan merasa aman dari makar Allah. Jangan kita tertipu oleh kehidupan dunia. Jangan kita tertipu oleh amal-amal kita. Sandarkanlah hati ini kepada Allah, jangan gantungkan hatimu kepada selain-Nya…

Sekali lagi ini menunjukkan kepada kita betapa besar nikmat Islam dan Sunnah bagi seorang muslim. Oleh sebab itu sebagian ulama kita memanjatkan doanya kepada Allah ‘Allahumma ahyina ‘alal islam wa amitnaa ‘alas sunnah’ yang artinya : Ya Allah hidupkanlah kami di atas Islam dan matikanlah kami di atas Sunnah/ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali berdoa kepada Allah ‘Yaa Muqallibal quluub tsabbit qalbi ‘ala diinik, Yaa Musharrifal qulub sharrif qalbi ila tha’atik’ yang artinya : “Wahai Allah yang membolak-balikkan hati teguhkan hatiku di atas agama-Mu, Wahai Allah yang memalingkan hati palingkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.”  Karena hati-hati manusia itu berada diantara jari-jemari Allah yang Allah akan bolak-balikkan hati itu sebagaimana apa yang dikehendaki oleh-Nya…

Dari sinilah kiranya kita semakin menyadari bahwa sesungguhnya keimanan merupakan sesuatu yang paling berharga dalam kehidupan ini. Iman yang harus kita jaga dari segala perusak dan pencemarnya. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang selalu diberikan petunjuk.” (al-An’am : 82)

Iman bukan semata-mata ucapan lisan atau indahnya penampilan. Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan : Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau menghiasi penampilan. Akan tetapi iman adalah apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan. Kalau sekedar mengaku beriman dengan lisan maka orang munafik pun mengaku beriman dengan lisannya. Akan tetapi mereka mengucapkan sesuatu yang tidak tertanam di dalam hatinya.

Karena itulah para ulama kita mengingatkan bahwa iman itu adalah pembenaran di dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan disertai dengan amal perbuatan dengan anggota badan. Iman bertambah kuat dengan ketaatan dan amal salih, dan ia akan menjadi lemah dan berkurang karena perbuatan maksiat dan kelalaian. Dari sinilah kiranya penting bagi kita untuk terus-menerus memeriksa kondisi iman kita di tengah dahsyatnya pandemi di bulan-bulan ini. Jangan sampai kita lalai dari muhasabah dan memperbaiki hati. Karena baiknya hati adalah sumber kebahagiaan sejati.

Disusun di Perpustakaan al-Mubarok -semoga Allah memberkahinya-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *